Catatan Redaksi BatamNow.com
Menghadirkan moda transportasi publik yang modern yang disebut Light Rapid Transit (LRT) menjadi impian lama dari BP Batam.
Transportasi model ini, menurut BP Batam, sangat efisien dan dapat diandalkan peran pentingnya dalam kehidupan masyarakat perkotaan di kawasan ini.
Namun hingga kini wujud dari bagian proyek LRT itu, tampaknya, masih sebatas rencana ke rencana dari BP Batam.
Terakhir disebut tengah mematangkan studi kelayakan yang dilakukan oleh konsorsium dari STRIDES, Singapura.
Meski sebelumnya, BP Batam, sesumbar bahwa proyek LRT Capsul dengan anggaran sekitar Rp 12,9 triliun akan mulai dibangun pertengahan tahun 2024.
Beda dengan kehadiran Trem Otonom Terpadu atau Autonomous Rail Transit (ART) yang sudah tahap proses uji coba atau proof-of-concept (PoC) di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Perencanaannya baru belakangan ini.
Uji coba yang dimulai 5 Agustus 2024 itu, akan berlangsung hingga bulan Oktober 2024.
Presiden Jokowi telah menjajal ART dari Cina itu pada Selasa (13/08/2024) di IKN, menjelang HUT ke-79 RI.
Presiden berharap transportasi berbasis listrik itu tak hanya dapat diterapkan di IKN, namun juga di kota lainnya di Indonesia.
Disebutkan salah satu kelebihan dari penggunaan Trem otonom terpadu adalah biayanya yang relatif murah.
Pengoperasian kereta ini tidak berbasis rel tapi bergerak di jalan sehingga tidak membutuhkan infrastruktur.
Trem Otonom Terpadu, disebut, memiliki dua karakter bus dan kereta. Sebagai bus, Trem Otonom Terpadu menggunakan ban karet dan bergerak di jalan.
Sementara sebagai kereta, moda transportasi masa depan ini berjalan di virtual track, dalam bentuk marka jalan yang dideteksi melalui sensor Light Detection and Ranging (LIDAR) dan Global Positioning System (GPS).
Dari segi kapasitas, Trem Otonom Terpadu dapat mengangkut penumpang secara masif dengan mencapai 300 orang dalam 3 gerbong, hingga 500 orang dalam 5 gerbong dari satu trainset dengan sekali perjalanan.
Harga Trem Otonom Terpadu ini pun disebut kira-kira Rp 70-an miliar satu rangkaian.
Dalam kesempatan itu, presiden membandingkan, membangun LRT itu membutuhkan kurang lebih Rp 700 miliar per kilometer dan untuk MRT Rp 2,3 triliun per kilometer.

Lalu apakah BP Batam yang kerap berjanji, akan merealisaskan LRT itu dengan rencana terdahulu atau mengubah ke konsep ART sebagaimana arahan Jokowi?
ART di IKN melesat, BP Batam “keburu telat” karena masih dengan “mimpi” LRT senilai belasan triliun rupiah itu. (*)


