BatamNow.com – Posisi BP Batam dapat disebut seperti bank, jika melihat kondisi kasnya yang seksi dengan titipan uang teronggok sekitar Rp 191 miliar di kantor pusatnya.
Uang titipan tersebut terparkir di rekening giro dana kelolaan atas nama BP Batam di salah satu bank dan tercatat sebagai akun Kas Lainnya pemilik gedung berlogo Elang Emas itu.
Rupanya tak hanya Kantor Pusat BP Batam yang punya legal standing menyimpan uang titipan pihak ketiga itu, tapi 5 Badan Usaha (BU)-nya serta Kantor Perwakilan Jakarta pun menumpuk Rp 60,9 miliar.
Dan seperti apa dan bagaimana mekanisme operasional Kantor Perwakilan BP Batam di Jakarta serta kelima BU sampai bisa menyimpan uang BP Batam mencapai puluhan miliar, belum terkonfirmasi dan kru media ini akan berupaya menelusurinya.
Tak dijelaskan BPK sejak kapan ratusan miliar uang titipan itu teronggok mengendap di “kocek” BP Batam dan sudah berapa banyak bunga berjalannya. Kecuali ditulis: saldo per 31 Desember 2022.
Uang titipan sebesar itu sesuai pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Perndang-undangan Tahun 2022, adalah bagian dari catatan jumlah saldo utang BP Batam kepada pihak ketiga (audited) sebesar Rp 221,5 miliar.
Sesuai tabel yang disajikan BPK pada LHP perincian saldo piutang pihak ketiga pada Kantor Pusat BP Batam sebesar Rp 130 miliar lebih dengan rincian: Penerimaan Sementara Rp 508 juta lebih, Titipan Penerimaan Pihak Ketiga Lainnya Rp 7,7 miliar lebih, Jaminan Pelaksanaan Pembangunan (JPP) Rp 102,8 miliar lebih, Titipan Uang Muka UWTO Rp 18,7 miliar lebih, dan Titipan Jaminan Lainnya Rp 1,1 miliar lebih.
Penelusuran redaksi BatamNow.com, jika melihat nomenklatur “titipan uang muka UWTO” di tabel perincian itu, hampir dapat dipastikan sejumlah uang titipan pihak ketiga ini terkait dengan manajemen lembaga lama, yakni Badan Otorita Batam.
Kepanjangan UWTO adalah Uang Wajib Tahunan Otorita Batam yang kini menjadi Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan nomenklatur Uang Wajib Tahunan (UWT) pada pos penerimaan PNBP.
Diduga sejumlah uang JPP juga terkait dengan kebijakan lama yang bisa punya benang merah dengan lahan-lahan terlantar yang belum dibangun sehingga uang itu masih mengendap dan belum dikembalikan kepada pihak ketiga.
Berdasarkan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 26 Tahun 2021, JPP adalah 10 persen nilai UWT yang harus dibayar penerima alokasi tanah kepada BP Batam sebagai komitmen melaksanakan pembangunan.
Dijelaskan lagi, dana jaminan itu dikembalikan bila pengguna tanah menyelesaikan pembangunan sesuai jadwal.
Lalu bagaimana nasib JPP yang telah disetor bila pembangunan tak terlaksana sesuai jadwal? Kabiro Humas BP Batam Ariastuty Sirait belum menjawab konfirmasi dikirim media ini pada Kamis (14/12/2023).
Dan yang mengherankan dalam temuan BPK itu, hasil pengujian menunjukkan nilai saldo di Kantor Pusat BP Batam atas Penerimaan Sementara dan Titipan Penerimaan Pihak Ketiga Lainnya pada akun Titipan Pihak Ketiga berbeda dengan yang tercatat pada akun Kas Lainnya. Ada selisih Rp 3,92 miliar.
Dalam narasi akuntasi, BPK “memvonis” bahwa Penatausahaan Utang Pihak Ketiga – Titipan Pihak Ketiga sekelas BP Batam BELUM MEMADAI.
Selain sistem kinerja Biro Keuangan BP Batam belum memadai, terdapat masalah dimana belum seluruhnya teridentifikasi perincian Penerimaan Sementara di BP Batam sebanyak Rp 508,4 juta.
Meski kemudian dalam verifikasi BPK, uang itu disebut dapat ditelusuri dan diidentifikasi dana Penerimaan Sementara sebesar Rp 324,9 juta dari Rp 508,4 juta merupakan dana titipan pada Direktorat Pertanahan BP Batam.
Tapi menjadi aneh karena direktorat tersebut belum dapat mengakui sebagai pemasukan BP Batam, sehingga harus harus ditelusuri lagi. Begitu laporan BPK.
Tak dinyana, meski ada uang jumbo mencapai Rp 191 miliar di akun atau rekening giro dana kelolaan, namun belum dianggap sebagai hak BP Batam.
Hal ihwal dibeber di atas terjadi, menurut BPK, karena Kepala Biro Keuangan BP Batam belum optimal dalam melaksanakan pengendalian dan pengawasan terkait penyusunan laporan keuangan.
Belum lagi temuan BPK, belum dilakukan perpanjangan sewa lahan existing yang sudah jatuh tempo yang berpotensi mendapat uang Rp 369 miliar, dan potensi sumber uang lainnya.
“Wah, ini berbahaya, sekelas BP Batam yang memiliki aset BMN sebesar Rp 50 triliun, tapi disebut BPK belum optimal melakukan pengendalian keuangannya, atau jangan-jangan sengaja dibuat seolah tak terkendali,” ujar Panahatan SH ketika diminta BatamNow.com komentarnya.
Panahatan adalah Ketua DPP Lembaga Investigasi (LI) Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara di Kepri.
Ia juga sembari meminta Aparatur Penegak Hukum (APH) turun menyelidiki kondisi lalu lintas keuangan BP Batam sebagai Badan Layanan Umum (BLU) termasuk soal legal standing kelima Badan Usaha (BU) serta Kantor Perwakilan BP Batam di Jakarta yang juga punya akun sendiri dan dapat menumpuk sejumlah rupiah.
“Kami dari LI-Tipikor akan berupaya menelusuri dan mengkritisi masalah-masalah keuangan di BP Batam yang didominasi dari begitu seksinya pendapatan sewa lahan negara,” katanya.
Dikonfirmasi terkait saldo Titipan Pihak Ketiga menjadi temuan BPK RI tersebut, Kabiro Humas BP Batam Ariastuty Sirait belum merespons pesan dikirimkan redaksi BatamNow.com pada Kamis (14/12/2023) sore. (red)