BatamNow.com – Kebijakan Pemerintah Kota Batam diharapkan lebih memberi perhatian terhadap perkembangan kualitas manusianya, terutama anak-anak yang menjadi generasi penerus bangsa daripada pembangunan fisik kota itu.
Kota Batam kini masih tergolong tinggi kasus stunting, mencapai 1.207 anak berusia di bawah lima tahun (balita).
Jumlah tersebut berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2 dan KB) Kota Batam, pada 2023 ini.
Jumlah itu sebenarnya menunjukkan angka penurunan, karena sempat mencapai 3.876 balita kena stunting tahun 2020.
Hal tersebut dibenarkan oleh Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2 dan KB) Kota Batam, Royhandy Rifanto. “Memang ada penurunan, di mana pada 2020 lalu ada 3.876 balita stunting. Lalu di 2021 menjadi 3.367 balita dan 2022 menjadi 1.441 balita stunting. Kemudian, pada 2023 menjadi 1.207 balita,” jelasnya, Rabu (26/07/2023).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Dampak stunting, di mana anak akan mengalami hambatan perkembangan kognitif dan motorik. Juga terjadi gangguan metabolik pada saat dewasa.
Di sisi lain, drg. Zahrotur Riyad, aktivis kesehatan yang melayani di pulau-pulau 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) di Kepulauan Riau mengatakan, belum ada riset komprehensif terkait stunting. “Tetapi jika dikaitkan dengan angka putus sekolah yang tinggi di Batam, maka stunting ini akan menjadi salah satu efek/akibat dari tingginya anak yang putus sekolah,” ungkapnya kepada BatamNow.com, Kamis (27/07).
Zahrotur menyampaikan secara umum, Indonesia nomor 3 tertinggi di dunia untuk angka pernikahan usia dini. Begitu juga nomor 3 untuk angka kematian ibu dan bayi yang tinggi akibat kehamilan dan persalinan berisiko tinggi. Sementara untuk kasus stunting sendiri, Indonesia juga berada di urutan ke-3 di dunia.
Menurut Dr. dr. Lucy Widyasari staf ahli Wakil Presiden RI bidang stunting mengatakan, Pemda punya tanggung jawab untuk menurunkan kasus stunting di daerahnya masing-masing. “Penanganan stunting menjadi hal yang utama dan prioritas karena menyangkut generasi penerus bangsa. Bagaimana jadinya kalau generasi muda malah terkena stunting yang tentu berdampak tidak baik bagi pertumbuhan fisik dan otaknya?” cetus dr. Lucy.
Baginya, penanganan masalah stunting harus diupayakan semaksimal mungkin, apalagi Indonesia tidak lama lagi dikabarkan akan mendapat bonus demografi, baik tingginya angkatan kerja maupun lansia. “Kalau generasi selanjutnya banyak terkena stunting, tentu nanti akan mengalami kesulitan tersendiri,” serunya. (RN)