BatamNow.com, Jakarta – Perusahaan farmasi Merck mengumumkan Molnupiravir diklaim bisa jadi opsi pengobatan Covid-19, pada Jumat (01/10/2021).
Dilansir CNNIndonesia.com, tak lama setelah itu, Merck dilaporkan tengah berupaya mengajukan permohonan izin penggunaan darurat Molnupiravir sebagai pil anti-Covid-19, kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).
Jika disetujui, pil itu bakal menjadi obat oral (dikonsumsi melalui mulut) pertama buat mengobati infeksi Covid-19.
Sejak tahun lalu ada berbagai obat yang dianggap menjanjikan mengobati Covid-19. Tetapi beberapa penelitian –antara lain dalam bentuk “Solidarity Trial” WHO di puluhan negara– menyatakan obat-obat itu tidak terbukti memberi manfaat yang bermakna.
Menurut keterangan Profesor Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, WHO sendiri secara rutin memperbarui rekomendasi pengobatannya berdasar bukti ilmiah terakhir.
Pedoman pengobatan WHO terbaru adalah “WHO Therapeutics and Covid-19: living guideline” yang baru saja diterbitkan pada 24 September 2021.
“Memberikan rekomendasi (ada yang conditional dan ada yang strong) pada beberapa obat kombinasi antibodi monoklonal netralisasi (neutralizing monoclonal antibodies yaitu casirivimab dan imdevimab, penghambat reseptor interleukin 6 (IL-6 receptor blockers) yaitu tocilizumab atau sarilumab dan kortikosteroid,” papar Tjandra dalam keterangan kepada CNNIndonesia.com, Senin (04/10).
“Sudah banyak juga dilakukan penelitian untuk mendapatkan obat anti viral yang tidak perlu disuntik, dalam bentuk oral saja,” tambahnya.
Tjandra mencontohkan, pada Januari 2021 misalnya, Kementerian Kesehatan Amerika Serikat (US Department of Health and Human Services) mengumumkan investasi US$ 3 miliar untuk mendapatkan obat baru Covid-19, utamanya dalam bentuk oral.
Lalu pada Jumat lalu, Merck mengumumkan hasil penelitian obat mereka, yaitu Molnupiravir.
Berikut fakta-fakta mengenai pil Covid-19 Molnupiravir yang diklaim bisa menurunkan tingkat risiko gejala berat.
1. Menurunkan angka perawatan dan risiko kematian
Pada 1 Oktober 2021 perusahaan Merck dan Ridgeback mengumumkan hasil penelitian obat mereka, yaitu Molnupiravir (MK-4482, EIDD-2801).
Menurut Tjandra, hasil penelitian interim menunjukkan Molnupiravir bisa menurunkan sebesar 50 persen angka perawatan di rumah sakit serta juga mencegah kematian akibat Covid-19, pada pasien derajat ringan dan sedang.
Pada penelitian ini, Molnupiravir diberikan kepada sampel 385 orang. Dari jumlah tersebut, 7,3 persen pasien (28 orang) dirawat di rumah sakit sampai hari ke-29 penelitian.
Sementara itu, sampel yang tidak mendapat Molnupiravir atau hanya mendapat dapat plasebo saja berjumlah 377 orang. Dari jumlah tersebut, 53 orang (14.1 persen) yang harus masuk RS, atau sekitar dua kali lipat lebih banyak.
“Selain data masuk RS, pada mereka yang tidak dapat Molnupiravir ada 8 orang yang meninggal, sementara yang dari yang mendapat molnupiravir memang tidak ada yang meninggal sampai hari ke-29 penelitian ini dilakukan,” papar mantan direktur WHO Asia Tenggara dan mantan dirjen P2P & Ka Balitbangkes.
Sampel penelitian ini adalah pasien Covid-19 gejala ringan dan sedang, dengan gejala paling lama lima hari dari yang semula pernah dirancang untuk tujuh hari.
2. Konsisten pada berbagai varian Covid-19
Tjandra mengungkapkan bahwa hasil penelitian ini juga menunjukkan efikasi Molnupiravir konsisten pada berbagai varian yang ditemukan, yaitu Gamma, Delta, dan Mu, pada 40 persen data sampel.
3. Efek samping Molnupiravir
Secara umum efek samping adalah nyaris seimbang antara yang dapat Molnupiravir dan plasebo, yaitu 35 persen dan 40 persen. Menurut Tjanra, Molnupiravir diteliti pada pasien yang mempunyai setidaknya satu faktor risiko penyakut, atau yang biasa dikenal dengan komorbid.
“Yang paling sering adalah obesitas, diabetes melitus, penyakit jantung dan juga usia tua (>60 tahun),” kata Tjandra.
4. Sempat dihentikan
Pada April lalu, uji klinis obat Molnupiravir pada pasien yang dirawat di rumah sakit dihentikan karena tidak menunjukkan hasil yang baik.
“Waktu April itu diputuskan penelitian diteruskan hanya pada mereka yang belum masuk rumah sakit, yang hasilnya baru diumumkan 1 Oktober ini,” ungkap Tjandra.
5. Tengah diupayakan dapat izin penggunaan darurat
Sebagaimana dilansir Reuters, Merck dan perusahaan mitra, Ridgeback Biotherapeutics, tengah berupaya mendapatkan izin dari FDA supaya bisa digunakan di Amerika Serikat.
“Ini akan mengubah pembicaraan tentang bagaimana kita mengendalikan Covid-19,” kata CEO Merck, Robert Davis.
Menurut peneliti senior di Pusat Perlindungan Kesehatan Johns Hopkins, Amesh Adalja, jika terbukti ampuh maka pil Molnupiravir bakal mengubah cara dunia menghadapi Covid-19 dan juga membuat persaingan di antara perusahaan farmasi dunia semakin tajam.
“Pengobatan saat ini tidak mudah dan cukup merepotkan dalam hal logistik. Sebuah obat berupa pil bakal mengubah semuanya,” kata Adalja.(*)