BP Batam diyakini akan mengeluarkan “jurus” addendum-mengaddendum.
BatamNow masih menunggu balasan konfirmasi dari Bank Exim Korea, Kementerian Keuangan dan dari Presiden Jokowi Cq. Kantor Staf Kepresidenan.
Proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) BP Batam berbiaya Rp 700 Miliar, diprediksi tak kunjung selesai Juni tahun ini.
Proyek yang didanai dari pinjaman Luar Negeri (LN) ini kemungkinan akan diaddendum kali kedua, setelah addendum pertama pada tahun 2019.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BP Batam di proyek IPAL, Iyus Rusmana membenarkan proyek itu akan diaddendum kembali.
Pun rencana addendum kedua proyek yang dikerjakan main contractor Hansol EME Co.Ltd dari Korea Selatan itu. “Minimal addendum kedua sekitar 12 bulan terhitung sejak Juni 2021,” kata Iyus, Senin (01/03/2021).
Proyek IPAL ini berpotensi menjadi proyek mercusuar?
Proyek mercusuar maksudnya adalah proyek dengan dana besar yang tak kunjung selesai dan tak dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya.
Gagalnya pemasangan instalasi pipa tersier ke rumah masyarakat, diyakini salah satu hal krusial penghambat pengerjaan proyek ini.
Tapi Iyus justru mengetengahkan alasan lain, yakni faktor pandemi Covid-19, curah hujan yang tinggi dan tanah yang labil.
Sehingga diasumsikan membuat kontraktor tak dapat bekerja.
Menepis Pandemi, Curah Hujan dan Tanah Labil Sebagai Alasan
Investigasi tim penelitian dan pengembangan (litbang) BatamNow selama Februari, menepis alasan Iyus.
Catatan media ini menunjukkan semasa pandemi Covid-19, semua proyek infrastruktur BP Batam berjalan sesuai dengan rencana. Pun kala curah hujan yang tinggi.
Contohnya pembangunan pipa interkoneksi air baku dari Waduk Tembesi ke Waduk Muka Kuning sepanjang 4 Km. Dibangun sejak Juni dan selesai akhir tahun 2020 (masa pandemi Covid-19).
Untuk itulah seharusnya PPK mengungkap biang masalah sebenarnya ke publik di pusaran proyek IPAL ini, agar tak ada dusta yang dipelihara.
Sebab jika solusi dari kendala ini tidak dicarikan, proyek ini bisa gagal total. Atau kelak, menjadi proyek mercusuar. Karena harus memperpanjang waktu (addendum) yang tak berujung.
Apalagi masalah utamanya (sebagaimana hasil investigasi tim litbang media ini), dominan masyarakat tidak menerima proyek ini. Dan banyak juga yang tidak tahu-menahu tentang pipa tersier ke rumahnya.
Pipa tersier ini adalah sambungan dari pipa sekunder ke 11.000 rumah. Nyatanya, dari 11.000 instalasi dalam rumah, baru hanya sedikit yang tersambung.
Tentang rencana pemasangan pipa tersier ke rumah penduduk pun dianggap menimbulkan masalah.
Misalnya, paling tidak akan “mengacak” lantai permanen rumah warga. Jika fasilitas ini dipasang-sambungkan ke pipa sekunder.
Sedangkan pipa tersier ini akan tersambung ke wastafel, kamar mandi dan septic tank. Jika ini dilakukan akan banyak pemasangan elbow PVC, tee stuck PVC, reducer PVC dan lain-lain di setiap rumah.
Di sinilah mungkin keruwetannya. Jauh sebelum proyek ini digarap, ditengarai sosialisasi akan pemasangan pipa tersier ini sangat minim.
Sementara Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Muhammad Rudi lewat media sempat menjanjikan, tahun ini (Juni 2021) IPAL akan dapat beroperasi.
Dia mengatakan pembangunan IPAL pertama di Batam bertujuan mengatasi permasalahan limbah rumah tangga yang kerap mengalir mencemari waduk-waduk.
Limbah dapat diolah menjadi air bersih yang kelak dapat memenuhi kebutuhan industri maupun domestik.
Sangat disayangkan jika Rudi tidak tahu kondisi proyek terkini. Misalnya, soal pengerjaan proyek yang tak akan selesai Juni 2021.
Proyek IPAL Didanai Pinjaman Lunak (Soft Loan) Berbunga dari Korea Selatan
Plafon dana pinjaman sekitar USD 50 Juta atau setara dengan Rp 700 Miliar (kurs Rp 14.000). Pinjaman luar negeri (LN) ini wajib bayar bunga 0,5% atau setara Rp 3,5 M per tahun. Lama pinjaman 40 tahun.
Bunga pinjaman ini akan dipikul rakyat sampai lunas. Pinjaman LN untuk IPAL ini, masuk dalam total pinjaman negara terkini yang totalnya Rp 6.000 Triliun. Tapi proyek IPAL ini bisa-bisa gagal dan berpotensi menjadi proyek mercusuar.
Tahun 2019, Proyek Ini Macet. Diaddendum Karena 5 dari 40 Masyarakat tak Menerima Sambungan Tersier
Tahun 2019, proyek ini diaddendum karena tidak mencapai target sejak dikerjakan tahun 2017.
21 Maret 2014, pinjaman LN dari Bank Exim of Korea ditandatangani. Kemudian tahun 2017, dimulai pengerjaan proyek fisik.
Nah, seharusnya proyek ini selesai per Juni 2019. Namun entah mengapa, pengerjaan proyek ini masih jauh dari target. Sehingga diaddendum.
Setelah addendum, hingga Juni 2021, proyek IPAL ini diperkirakan masih tidak akan rampung juga.
Alasan yang diketengahkan di balik addendum tahun 2019, 5 dari 40 rumah tak menerima proyek ini, apalagi dengan sambungan tersier. Sementara klaim BP Batam, bagian proyek yang rampung yakni pembangunan fisik hilir IPAL di Bengkong Sadai. IPAL ini berkapasitas 20.000 m3 limbah/hari atau 230 liter/detik. Juga akan menghasilkan kompos 18 m3/hari.
Selain itu, pengadaan 5 unit Stasiun Pompa (Pump Station) dan Saluran Pipa Air Limbah (Sewerage Pipe Line) sepanjang 114,3 Km. Terdiri dari pipa primer 41,8 Km dan pipa sekunder 72,5 Km.
Menurut PPK Iyus, realisasi pengerjaan jaringan total pipa primer maupun sekunder mencapai 90% persen dari 114,3 Km.
Sementara pembangunan jaringan pipa tersier (house connection) ke rumah-rumah wargalah yang menjadi kendala besar.
Diperkirakan, dari target 11.000 sambungan rumah, baru terealisasi beberapa persen saja. Ini pun belum terkoneksi ke septic tank ataupun saluran pipa pembuangan air cuci dan mandi.
IPAL tahap satu ini seyogianya akan melayani sambungan rumah baru hanya di area Batam Center. Kini tercatat sekitar 290 ribu pelanggan SPAM Batam yang berpotensi di-connect-kan.
Baru di proyeksi 11.000 sambungan, sudah memakan waktu nyaris 5 tahun. Dan dalam kondisi mandek.
Kemudian menurut keterangan Iyus sebelumnya, kelak proyek ini beroperasi, masyarakat pengguna IPAL akan dibebankan tarif. Sama modelnya seperti tarif air minum.
Menurut sumber, research and development (R&D) atas proyek ini pada awalnya justru dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam. Tapi entah bagaimana, proyek ini diambil alih oleh BP Batam setelah melihat Pemko tidak sanggup menindaklanjuti.(JS)