BatamNow.com – Sidang keempat gugatan sah atau tidaknya penetapan tersangka Muhammad alias Myat Thit dalam kasus dugaan pelanggaran keimigrasian bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Jumat (19/03/2021).
Dalam persidangan kali ini pihak termohon, yaitu Kantor Imigrasi Batam mengajukan pembuktian dalam penetapan tersangka Muhammad.
Saat pengajuan pembuktian itu Kantor Imigrasi Batam menghadirkan dua orang saksi yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di jajaran Imigrasi atas nama Octa Veri dan Edi Hadi Sutejo.
Termohon juga menghadirkan saksi penangkap yang merupakan Badan Intelijen Strategis (BAIS) dari jajaran TNI dengan inisial Iw. Selanjutnya dihadirkan juga saksi ahli penyidikan tindak pidana keimigrasian atas nama Edward Robert.
Majelis hakim tunggal PN Batam, Benny Arisandy mengatur jalannya persidangan dengan memeriksa keempat saksi secara terpisah.
Dalam persidangan, Iw mengatakan dia pertama kali bertemu dengan Muhammad di pelabuhan Pantai Stres, Batu Ampar, Kota Batam, Sabtu (15/08/2020).
Itulah awal Muhammad yang ditetapkan sebagai dugaan melanggar Pasal 119 Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Kemudian, Rahman kuasa hukum Muhammad mengajukan gugatan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka kliennya sebagai pelanggar UU Keimigrasian.
“Bermula dilakukannya check post nomor saudara Myat Thit. Pada saat itu posisinya berada di sekitaran Batu Ampar, antara Harbour Bay dan Pantai Stres. Selanjutnya kami melingkar dari posisi tersebut dan akhirnya ditemukan mobil milik Myat Thit,” kata Iw.
Tepat pada hari Minggu (16/08/2020) pukul 00:30 WIB, Iw melihat Muhammad datang mendekati mobilnya.
“Saat itu kami menegur yang bersangkutan dan melakukan wawancara,” ucap Iw.
Masih dalam keterangan Iw, sebelumnya pihak imigrasi sudah berkomunikasi dengan Nizar mengenai dugaan keberadaan Warga Negara Asing (WNA) Myanmar.
Dengan alasan Kantor Imigrasi sudah tutup maka Iw membawa Muhammad untuk diamankan di Hotel Hans Inn.
Iw juga menceritakan kejadian di dalam kamar hotel itu terjadi komunikasi antara Muhammad dengan Iw secara persuasif.
Saat itu Iw menanyakan asal usul Muhammad. “Kamu asalnya dari mana, mas. Saat SD, kamu sekolah di mana? Saya lakukan wawancara secara persuasif pada saat itu,” ujar Iw.
Iw juga menegaskan bahwa pada saat wawancara itu, Muhammad secara koperatif menjawab pertanyaannya.
“Muhammad mengakui bahwa dirinya adalah warga Negara Myanmar,” kata Iw menceritakan peristiwa dalam kamar Hotel Hans Inn di hadapan majelis hakim tunggal PNBatam, Benny Arisandy saat persidangan, Jumat (19/03/2021).
Selain Paspor, Muhammad Juga Miliki KTP, NPWP dan STNK Indonesia
Iw menjabarkan saat mengamankan Muhammad di Hotel Hans Inn ditemukan paspor atas nama Myat Thit sebagai Warga Negara Indonesia yang diterbitkan kantor Imigrasi Tanjung Balai Karimun dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diterbitkan Kantor Dinas Kependudukan Tanjung Balai Karimun.
Selanjutnya ditemukan SIM A yang diterbitkan Polresta Karimun, NPWP dan STNK kendaraan milik Muhammad serta kelengkapan lainnya.
“Semua itu saya serahkan kepada pihak Imigrasi. Tidak ada satupun yang kami kutip,” ucap Iw menjawab pertanyaan termohon pihak Imigrasi Batam, Nandang bersama rekannya.
Iw juga mengaku bahwa dirinya beserta timnya melakukan pengecekan media sosial milik Muhammad. Hasil investigasi yang panjang dan menyita waktu yang sangat lama maka diketahui bahwa Myat Thit adalah WN Myanmar.
Dalam keterangan saksi kedua, Edi Hadi Sutejo mengatakan bahwa Muhammad terduga WN Myanmar, ditangkap BAIS pada tanggal 16 Agustus 2020.
Anggota BAIS yang merupakan bagian dari Tim Pengawasan Orang Asing (Tim PORA) Kota Batam menyerahkannya kepada pihak Kantor Imigrasi Batam.
Sebelum anggota BAIS datang ke kantor untuk menyerahkan terduga WN Myanmar, Edi Hadi Sutejo mengaku ditelepon Nizar.
“Dia berkata bahwa akan ada anggota BAIS mengantarkan terduga warga negara Myanmar. Saat itu saya sedang piket dan saya yang menerima Muhammad sebagai terduga warga negara Myanmar,” kata Edi saat persidangan.
Selanjutnya Edi menjelaskan bahwa dirinya membuatkan surat berita acara serah terima barang milik terduga Muhammad.
“Semua peristiwa itu saya laporkan kepada pimpinan saya di Kantor Imigrasi Batam. Saya diarahkan untuk segera melakukan pendetensian terduga warga negara asing itu,” ucap Edi didengar secara secara seksama oleh penasihat hukum Muhammad atas nama Rahman.
Sebelum dilakukan pendetensian, Edi melakukan pemeriksaan dengan memintai keterangan terhadap Muhammad terkait dugaan sebagai WN Myanmar.
“Saudara Jekson yang melakukan pemeriksaan terhadap Muhammad pada saat itu,” ujar Edi.
Masih dalam keterangan Edi, bahwa Muhammad diserahkan ke imigrasi tidak ditemukan satupun identitas sebagai warga negara asing. Saat itu Muhammad diminta untuk melakukan penulisan bahasa Myanmar untuk mengisi form dari kedutaan.
Muhammad bukan langsung dilakukan pendetensian oleh Imigrasi Batam. Edi menegaskan bahwa pada saat belum dilakukan pendetensian maka Muhammad berstatus sebagai deteni, yakni orang yang diduga warga negara asing.
“Status Muhammad pastinya masih deteni sampai akhir diserahkan ke rumah detensi pusat oleh Kantor Imigrasi Batam,” kata Edi.
23 Oktober 2020, Muhammad Diserahkan ke Rudenim Tanjung Pinang
Menurut keterangan saksi Octa Veri, Muhammad diserahkan oleh Kantor Imigrasi Batam kepada pihak Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat Tanjung Pinang tepatnya di Batu Lima, Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 23 Oktober 2020.
Octa Veri kembali menjelaskan bahwa dirinya menjabat sebagai kepala seksi penempatan di Rudenim Pusat. “Saya yang bertugas menyiapkan blok untuk para deteni,” kata Octa Veri.
Octa Veri menerangkan bahwa semua deteni di Rudenim Pusat mendapat pelayanan yang sama. “Tidak ada perbedaan pelayanan terhadap Muhammad dengan para deteni yang lain di rumah detensi pusat. Para deteni mendapat makanan, minum dan fasilitas kesempatan berolahraga yang sama dengan deteni yang lain,” ucap Octa Veri.
Octa Veri membantah terkait tudingan miring pelayanan Rudenim Pusat terhadap Muhammad sebagai deteni.
“Apa yang dirasakan para deteni lainnya maka itu juga yang dirasakan Muhammad. Semuanya sudah sesuai SOP yang ada,” ujar Octa Veri.
Octa Veri juga menjelaskan penempatan deteni itu berdasarkan beberapa pertimbangan di antaranya jenis kelamin, status, agama dan kondisi kesehatan para deteni.
“Alasan penempatan Muhammad di ruang isolasi dikarenakan surat edaran dari Tim Gugus Covid-19 sehingga melakukan isolasi. Muhammad dimasukan ruang isolasi khusus bukan sebagai tempat yang menyeramkan,” kata Octa Veri.
Octa Veri melanjutkan bahwa ruang isolasi khusus tempat deteni Muhammad menjalani pendetensian ada tempat tidur, fasilitas toilet tersendiri di luar ruangan isolasi itu.
“Kalau di blok umum itu dihuni oleh 40 orang dan fasilitas toiletnya hanya dua saja,” ucap Octa Veri.
Octa Veri menyebutkan bahwa status Muhammad di Rudenim Pusat adalah sebagai deteni titipan khusus dari Kantor Imigrasi Batam. “Muhammad yang bersangkutan adalah status deteni titipan dari Imigrasi Batam,” ujar Octa Veri.
Octa Veri juga menjelaskan bahwa Muhammad juga bisa menggunakan handphone. Penasihat hukum dan keluarga Muhammad juga pernah bertemu langsung di rumah detensi pusat.
“Tidak ada batasan waktu untuk berapa lama kunjungan terhadap para deteni termaksud Muhammad. Keluarga Muhammad bisa datang membawa makanan satu koper dan tidak pernah ada batasan,” kata Octa Veri.
Saksi Ahli: Pelanggaran UU Keimigrasian Tak Pandang Usia
Menurut saksi ahli penyidik tindak pidana Keimigrasian atas nama Edward Robert bahwa setiap WNA yang memasuki wilayah Indonesia telah diatur dalam pasal 8 ayat 1 UU Keimigrasian yang berbunyi, setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku.
Selanjutnya Pasal 8 ayat 2 berbunyi, setiap Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku.
Kemudian di Pasal 9 berbunyi, setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Seperti Bandara, pelabuhan laut dan bisa juga pos lintas batas.
“Pejabat imigrasi akan menolak warga negara asing yang tidak memiliki dokumen perjalanan untuk masuk ke wilayah Indonesia,” kata Edward menyampaikan keterangan sebagai ahli.
Edward menerangkan apabila ada seorang WNA yang masuk dan berada di wilayah negara Indonesia tanpa memiliki dokumen perjalanan maka dapat dikategorikan pelanggaran UU Keimigrasian.
“Pelanggaran Undang-undang Keimigrasian tidak pandang terkait jumlah usia dewasa ataupun anak-anak. Pastinya itu pelanggaran keimigrasian,” ucap Edward.
Edward menjelaskan bahwa setiap WNA melanggar UU Keimigrasian. Selanjutnya akan ditindak untuk diberikan sanksi administratif.
“Dengan sanksi administratif tersebut mengharuskan seseorang itu berada di tempat tertentu. Inilah yang dinamakan pendetensian,” ujar Edward.
Edward menerangkan bahwa maksimal pendetensian seorang WNA itu berada di rumah detensi selama sepuluh tahun.
“Lebih dari sepuluh tahun maka deteni harus dikeluarkan dan mendapatkan izin tinggal. Kenapa masa pendetensian lama sampai sepuluh tahun? Sebab proses pencarian berkas, asal usul deteni itu butuh waktu yang panjang. Kalau ada berkas secepatnya diproses untuk dilakukan deportasi ke negara asalnya,” kata Edward.
Edward menekankan bahwa WNA yang datang ke Indonesia dapat bekerja di Indonesia apabila sesuai dengan visa sebagai izin tinggalnya.
“Kalau visa yang dimiliki WNA sebagai izin tinggal tidak memperbolehkan bekerja, maka WNA itu dipastikan tidak bekerja,” ucap Edward.
Edward menyebutkan cara membedakan antara WNI dengan WNA yaitu dengan melihat dokumen-dokumen yang dimiliki.
“Dokumen WNA akan tertera nanti negara asalnya. Kalau WNA tidak punya dokumen perjalanan maka harus bertolak dari keterangan pribadi WNA itu, selanjutnya petugas imigrasi akan berkoordinasi langsung dengan pihak kedutaan negara asal WNA itu. Semua itu bermula dari petunjuk awal pengakuan tadi,” ujar Edward.
Masih dalam keterangan Edward bahwa banyak orang asing di Indonesia mempunyai KTP Indonesia. Apakah cara pembuatan KTP itu benar atau salah? Itulah tugas penyidik sebelum disimpulkan seseorang itu WNA.
“Ada suatu kejadian warga negara asing memiliki KTP dan juga memiliki paspor yang dikeluarkan asli oleh pihak imigrasi. Namun proses pembuatannya patut diduga ada pemalsuan informasi maka paspor itulah yang dikategorikan asli tapi palsu alias aspal,” kata Edward.
Edward memaparkan bahwa paspor “aspal” itu dapat dicabut kembali oleh pihak Imigrasi yang mengeluarkannya.
“Hal itu juga ada diatur dalam Undang-undang Keimigrasian dan mengisyaratkan bahwa itu adalah tindak pidana Keimigrasian,” ujar Edward.
Terkait paspor “aspal” itu ada diatur dan diterangkan ketentuannya di dalam Pasal 126 UU nomor 6 tahun 2011.
Edward juga melanjutkan kesaksiannya dalam persidangan itu mengatakan bahwa tidak bisa menentukan jenis kewarganegaraan hanya karena memahami bahasa negara tertentu. “Seseorang bisa bahasa Inggris, apakah dia warga negara Inggris? Jawabannya mudah yaitu belum tentu,” kata Edward.
Edward menjabarkan bahwa dengan memahami bahasa dari salah satu negara itu merupakan bukti petunjuk bagi penyidik untuk mendapat surat resmi dari kedutaan warga negara asing tersebut berasal.
“Dengan bukti surat dari kedutaan yang mengakui seorang warga negara asing itu adalah warga negaranya maka dapatlah menjadi alat bukti kuat untuk menyimpulkan kewarganegaraan dia,” ucap Edward.
Edward juga menjelaskan bahwa surat resmi dari kedutaan terduga WNA jika tidak ditandatangani itu artinya surat itu tidak resmi. Jadi tergantung daripada pihak Imigrasi Batam untuk menghadirkan pihak kedutaan yang mengeluarkan surat pengakuan terhadap kewarganegaraan seorang WNA itu dalam persidangan.
“Kalau tidak dapat dihadirkan untuk dimintai keterangan maka surat tersebut belum bisa dijadikan alat bukti menentukan seseorang warga negara asing,” ujar Edward.
Edward meyakini surat yang dikeluarkan pihak kedutaan besar negara-negara yang ada di dunia itu umumnya tidak ditandatangani langsung oleh duta besar.
“Biasanya cukup ditandatangani sekretaris tiga kedutaan dari suatu negara. Tidak boleh hanya stempel yang dibubuhkan dalam surat keterangan itu. Jika demikian surat itu belum resmi untuk dijadikan alat bukti,” kata Edward.
Selanjutnya dalam persidangan itu termohon, Kantor Imigrasi Batam mengajukan bukti surat kepada majelis hakim tunggal dalam persidangan itu dan tidak akan menambahkan kehadiran para saksi lainnya.(JP)