Oleh: Tim News Room BatamNow.com
Belakangan ini banyak keluhan masyarakat pelanggan atas pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
Salah satu contoh, Melani, ibu rumah tangga yang tinggal di Sei Lekop, Kecamatan Sagulung.
Melani sampai memposting keluhannya di media sosial (medsos). Meminta tolong kepada pengelola untuk mengirimkannya air minum perpipaan, karena di rumahnya air pun tiada dan sudah lama kesulitan mendapat air.
PT Moya Indonesia pun akhirnya mengirimkan air minum dengan mobil tangki air.
Artinya benar suplai air minum perpipaan sedang ada masalah, terlebih saat bulan Ramadan ini.
Dan, masih tak terkira Melani lain dengan berbagai keluhan, yang sudah diberitakan media ini.
Kepala BP Batam Muhammad Rudi pun tetiba membuat pernyataan “mengejutkan” dan sekaligus memantik ragam opini hangat di tengah masyarakat, soal masalah kualitas pelayanan SPAM.
Kutipan pernyataan Rudi di media mainstream lokal pada Senin (19/04) begini: ”PT Moya Indonesia saat ini hanya mengisi masa transisi saja. Sehingga tidak begitu maksimal dalam memberikan pelayanan air,”
Pernyataan Rudi itu mengonfirmasi berbagai fakta atas keluhan pelayanan air minum yang menerpa pelanggan selama ini.
Pun Rudi seakan mengamini menurunnya pelayanan SPAM Batam terhadap pelanggan, sebagaimana ditulis media.
Bila membaca narasi Rudi yang di-quote media itu, bisa ditafsirkan sekaligus juga mengonfirmasi kekurangan dan kelemahan PT Moya dalam fungsi pelayanannya di bidang SPAM.
Itu kata Rudi karena, “Kalau transisi apa mau keluar uang segitu banyak? Gak mungkin lah. Jadi harus sabar menunggu sampai nanti diketahui pemenang tendernya.”
Pengakuan Rudi ini mesti menjadi catatan khusus dan sangat penting bagi stakeholder maupun publik Batam, khususnya bagi banyak pelanggan yang mengeluh dan merasa dirugikan selama ini.
Rudi seakan mengatakan pengelola SPAM separuh hati melakukan tugasnya, apalagi tak akan mau mengeluarkan uang banyak. Ini menjadi pertanyaan besar.
Padahal PT Moya Indonesia dalam beberapa publikasinya selama ini, mengaku bekerja secara profesional. Apalagi perusahaaan ini juga dan datang dari grup perusahaan yang sangat tajir.
Pelayanan Air Minum Menurun
Bertubi keluhan masyarakat pelanggan, sedari transisi pengelolaan air minum ditangani SPAM Batam sejak 15 November 2020.
Mulai dari tagihan membengkak. Juga soal polemik jumlah kubikasi pemakaian. Beberapa kali terjadi kucuran air minum yang tercemar dengan warna menghitam dan bentuk komplain-komplain lainnya.
Demikian juga catatan-catatan media ini, tentang pelayanan SPAM Batam di beberapa Kantor Pelayanan Pelanggan (KPP) dan ke call center 150155, yang pelayanannya terbilang memang kurang.
Soal ini berkali-kali ditulis media ini dalam bentuk liputan khusus.
Intinya, selama ini pelayanan SPAM Batam riuh dengan permasalahan atau keluhan para pelanggan.
Media lokal pun menulis itu. Dikutip dari judul laporan Tribunnews.com, “Pelayanan Air di Batam Menurun, Rudi segera Panggil Moya Indonesia, Singgung Masa Transisi”
Fakta-fakta itulah yang acap kali disanggah oleh PT Moya Indonesia, terlebih kepada BatamNow.com.
“Sanggahan” itu pun masih dimuat di media lokal, Senin (19/04) kemarin. Corporate Communication Manager PT Moya Indonesia Astriena Veracia menyebut perusahaannya telah bekerja maksimal mengatasi setiap masalah yang terjadi di lapangan.
Narasi yang dibangun Astriena justru bertolak belakang dengan yang disampaikan Rudi.
Apalagi soal aliran SPAM yang tak dapat memenuhi hak atas kontinuitas air minum pelanggan perpipaan, akhir-akhir ini.
Pemenuhan hak absolut sebagian pelanggan atas air minum, sebagaimana dijamin UU tentang Sumber Daya Air (SDA) dan Peraturan Pemerintah (PP) 122 Tahun 2010, belum terpenuhi.
Antara lain, kontinuitas (kelangsungan) pengaliran air minum memberikan jaminan 24 (dua puluh empat jam) per hari bagi pelanggan tanpa henti, sebagaimana dijamin pada Pasal 3 ayat (5) PP 122 Tahun 2015.
Sementara fakta di lapangan, diperkirakan terdapat ribuan pelanggan yang masih mengeluh dan merasa dirugikan karena jauh dari jaminan PP dimaksud.
Dan, tampaknya, Rudi mengakui kondisi itu.
Pernyataan Rudi yang Obyektif
Memang, sebagian dari ribuan pelanggan yang mengeluh soal aliran macet itu adalah “dosa” pengelola lama, yakni PT Adhya Tirta Batam (ATB).
Namun nasib para pelanggan itu bukan malah lebih baik di era operator SPAM Batam yang kini ditangani PT Moya Indonesia.
Itu bisa saja karena kinerja perusahaan itu tidak begitu maksimal.
Pernyataan Rudi ini justru terbilang langka. Dan dinilai lumayan fair dan obyektif.
Wali Kota Batam ini, tampaknya, melihat dan merasakan selama ini, apa yang dikeluhkan sebagian dari 1,3 Juta rakyat yang mesti dianyominya. Khusus hak atas air.
Bukan itu saja, Batam sebagai kota industri berorientasi ekspor hendaknya memiliki SPAM yang mumpuni.
Pantang bekerja separuh jiwa. Karena ketersediaan air juga menjadi modal utama meyakinkan investor sebagai salah satu kemuatan infrastruktur.
Itu mungkin yang menguat di pikiran Rudi.
Dan pernyataan Rudi ini sekaligus mematahkan dalih pengelola SPAM Batam yang seakan tidak memiliki kelemahan selama mengelola SPAM Batam.
Tapi menjadi pertanyaan penting: mengapa BP Batam malah memperpanjang masa transisi operator SPAM Batam, yakni PT Moya plus 3 bulan dari 6 bulan, sejak 15 November 2020?
Pertanyaan yang dinilai sangat relevan, mengingat masalah pemenuhan hajat hidup orang banyak ini, tidak bisa dianggap soal sepele.
Sesungguhnya diperlukan perusahan yang benar-benar yang komit menjalankan misinya walau pada masa transisi.
Sebab pada masa transisi 6 plus 3 bulan inilah sebenarnya kita dapat menilai dan mengukur perusahaan mana sebenarnya yang mampu mengelola SPAM di kawasan industri ini.
Perusahaan siapa sesungguhnya yang munpuni menjalankan pengelolaan SPAM di kota pariwisata ini.
Tentu pilihannya ke depan bukan yang tidak maksimal dan tak mau mengeluarkan uang.
Apalagi di tengah ribuan pelanggan yang mengeluh dan belum terpenuhi hak-haknya atas air sebagai sumber utama kehidupannya, sebagaimana dijamin negara lewat undang-undang.
Hak Atas Air Minum Dijamin Negara Lewat Undang-undang
Harus diingat pula bahwa urusan hak atas air minum perpipaan ini diatur dalam UU 17 Tahun 2019 tentang SDA disebut pada Pasal 3 (a): pengaturan sumber daya air menjamin pemenuhan hak rakyat atas air.
(b) Menjamin keberlanjutan ketersediaan air dan sumber air agar memberikan manfaat secara adil bagi masyarakat.
Mungkin, itulah yang mendorong Rudi sehingga berjanji mengundang PT Moya untuk membicarakan soal menurunnya pelayanan SPAM Batam ini.
“Senin ini akan saya undang PT Moya Indonesia untuk meminta penjelasannya,” kata Rudi dikutip dari Tribunnews.com.
Lalu apa hasil dari pertemuan itu? Sampai tulisan ini di-publish Rabu (21/04), media ini belum mendapat hasilnya.
Tentu harapan masyarakat paling tidak bagi yang mengeluh, perusahaan manapun yang mengelola SPAM Batam mesti yang bekerja maksimal dan mau mengucurkan duit.
Sebab di balik bisnis air minum SPAM Batam berputar cuan besar.
Diperkirakan potensi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) BP Batam sekitar Rp 300 Miliar per tahun. Jumlah itu bersumber dari kantong pelanggan juga.
Maka hak masyarakat mendapatkan air minum secara kontinu, apalagi dengan biaya murah harus berjalan sebagaimana dijamin negara.
Media ini sangat berharap hasil pertemuan Rudi dengan PT Moya perlu dipublikasikan agar semua masyarakat Batam tahu.
Meski bagi pelanggan yang mengeluh, ”bukan pertemuan yang mereka sesali, tapi air tak mengalirlah yang mereka tangisi”.(*)