BatamNow.com – Aliansi Gerakan Kebangkitan Industri Maritim Batam (AGKIMB) akan melakukan mogok operasi selama tiga hari pada Juli 2021.
Ketua AGKIMB Osman Hasyim mengatakan mogok operasi ini dilakukan sebagai bagian dari protes atas berbagai regulasi BP Batam yang menyulitkan industri maritim di Batam.
“BP Batam selama ini tidak menanggapi keluhan para pengusaha di industri maritim,” kata Osman kepada BatamNow.com, Senin (21/06/2021).
AGKIMB, disebut Osman, aliansi yang terdiri dari beberapa asosiasi yakni INSA, ISAA, BSOA, APBMI, ALFI, SERIKAT PEKERJA GALANGAN, APTRINDO dan ATAK.
Ada beberapa poin penting yang mereka sampaikan kepada BP Batam di aksi demo mogok operasi ini, nanti.
Antara lain, (1) Perlu segera dilakukan penyelamatan industri maritim Batam yang saat ini sedang sekarat.
(2) Kebijakan tentang pungutan jasa kapal dan kepelabuhanan yang diterapkan BP Batam kontraproduktif serta menurunkan daya saing Batam.
(3) Banyak pungutan yang diterapkan tidak bersesuaian dengan perundangan.
(4) Kebijakan BP Batam, di samping kebijakan lintas kementerian/ lembaga dalam menetapkan kebijakan menyebabkan matinya industri galangan kapal.
(5) Perlu dilakukan suatu kebijakan yang extraordinary dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi Batam melalui industri maritim.
(6) Sekitar 300 ribu pekerja galangan membutuhkan lapangan pekerjaan.
Dikatakan Osman, sejak tahun 2016 pihaknya telah melalukan perjuangan agar BP Batam tidak menerapkan kebijakan yang tidak pro-bisnis di sektor maritim.
“Dialog, rapat, RDP, FGD serta lain-lain telah kami lakukan namun tidak membuahkan hasil,” ujarnya.
Mengenai permasalahan dia katakan, “sampai kami telah membuat surat kepada presiden agar pusat melakukan intervensi menyelesaikan masalah ini terutama penyelamatan industri galangan dan industri maritim lainnya”.
Kepala BP Batam sebagai leader, katanya, telah memerintahkan A1 untuk membentuk Tim Penyelesaian. Diperintahkan juga agar selesai dalam waktu dua minggu.
“Setelah dua bulan berlalu tidak ada penyampaian dan penyelesaian seperti yg diharapkan,” kata Osman.
Adapun regulasi BP Batam yang mereka protes, yakni Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Sistem Host-To-Host Pembayaran Kegiatan Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam, dan Perka Nomor 11 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksana Jenis dan Tarif Kepelabuhanan.
Mereka sebelumnya mengusulkan merevisi PP No 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) yang dinilai sangat memberatkan.
Aliansi menganggap BP Batam tidak serius dalam hal ini. Padahal menurut analisa aliansi hanya industri maritim yang paling siap membangkitkan perekonomian Batam.
Pertimbangan konstruktifnya sebagai berikut:
- Batam telah memiliki infrastruktur yang memadai termasuk ada 105 galangan
- Supply Chain telah tersedia
- Memiliki tenaga kerja terampil
- Memiliki wilayah laut yang luas
- Memiliki letak yang strategis
- Hotel dan restoran sebagai pendukung kebutuhan dalam melakukan kegiatan di Batam
- Banyak lagi kelebihan yang tidak dimiliki daerah atau negara lain.
Itu makanya, menurut analis AGKIMB, penyelamatan galangan merupakan penyelamatan investasi yang telah ada dan tidak membutuhkan investasi baru.
“Kalau sudah buntu seperti ini apa lagi yang dapat kami lakukan selain mogok atau gerakan massa,” katanya.
Untuk itulah menurut Osman, “kita masyarakat Batam tidak boleh tinggal diam melihat kehancuran Batam saat ini”.(JS)