BatamNow.com – Bisnis narkoba memang sangat seksi karena menghasilkan banyak fulus.
Tengoklah transaksi uang narkoba yang terdeteksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dibeber dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (29/09/2021).
Diindikasikan sebanyak Rp 120 triliun uang transaksi narkoba berputar selama 5 tahun terakhir (tahun 2016-2021). Uang itu diindikasikan milik bandar domestik maupun internasional.
Bukan saja hanya perputaran uangnya, tapi siapa-siapa pemilik uang atau yang diduga keras sebagai bandar kakap narkobanya, tampaknya, sudah terekam dalam “radar” PPATK.
“Kami sudah serahkan semua datanya ke aparat penegak hukum. Narkoba ke BNN,” kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae kepada para anggota Komisi III DPR RI.
Memang Rabu (29/09) lalu, Komisi III DPR RI RDP dengan PPATK di Gedung DPR Senayan di Jakarta membahas masalah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) secara umum. Hearing ini ditayangkan secara langsung di kanal Youtube Komisi III DPR RI.
Para anggota Komisi III, ada Hinca Panjaitan dari Partai Demokrat, Syarifuddin dari Hanura Arteria Dahlan dari PDIP dan anggota lainnya.
Dalam hearing itu tampak Hinca agresif mencecar Dian dan mengingatkan masalah narkoba yang sangat serius.
Dikatakan, PPATK mesti membukakan semua masalah narkoba dan rincian identifikasi nama-nama bandarnya dan jumlah uang dari hasil transaksi sesuai dengan yang disigi PPATK.
“Jadi saya minta dijelaskanlah dari 2016-2021 berapa banyak bandar narkoba? Berapa banyak transaksinya? Berapa banyak yang sudah bapak laporkan ke BNN tapi ditutup saja? Berapa banyak yang sudah bapak laporkan ke polisi tapi ditutup saja? Dan kemana saja,” tanya Hinca kepada Dian.
Kemudian, Hinca menanyakan, mengapa tidak memberi laporan data-data itu ke Komisi III?
“Supaya kami bisa tekan nanti pada saat memanggil mereka. Kalau ada siapa dan berapa? Ini urusan kita bernegara,” tegasnya.
Lantas Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini pun mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi: “Kita Darurat Narkoba”.
Sampai dia juga meyinggung peristiwa terbakarnya Lapas Tagerang karena banyaknya tahanan atau over capacity karena narkoba.
“Jadi apa benar PPATK tidak peduli dengan narkoba? Saya ingin mempertanyakan ini. Tentang TPPU, saya yakin di antara 2.327 informasi, 2.607 hasil analisis, 240 hasil pemeriksaan ada narkoba itu,” ucapnya.
Kata Hinca lagi, “Untuk apa kita buat PPATK kalau tidak bisa concern dengan persoalan ini?”
Di awal diskusinya, Hinca mengatakan ingin mendengar secara detail khususnya mengenai TPPU dari PPATK seputar narkoba.
Karena, kata dia, setiap kali BNN maupun Polri mengangkat masalah narkoba pasti selalu dijelaskan transaksinya.
Lantas, Dian, dalam sesi jawab mengatakan pihaknya sudah melaporkan ke aparat penegak hukum masalah TPPU narkoba ke BNN. “Tapi kembali lagi pada persoalannya bagaimana kita mengejar pelaku tersebut,” tandas Dian.
Dian juga menceritakan awal diangkatnya Kapolri dan Jaksa Agung, pihak PPATK segera melakukan koordinasi.
Itu maka Dian meminta seluruh aparat penegak hukum (APH) termasuk KPK agar setiap tindak pidana asal, harus disertai dengan tindak pidana pencucian uang.
Karena memang, ujarnya, pola pendekatan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana ekonomi secara umum sekarang ini tidak bisa lagi mengandalkan mengejar orangnya, tetapi juga bersamaan mengejar uangnya.
“Kami sudah mengumumkan beberapa temuan seingat saya ada yang Rp 1,7 triliun, Rp 3,6 triliun, Rp 6,7 triliun, ada Rp 12 triliun bahkan angkanya melampaui Rp 120-an triliun sebetulnya,” lanjutnya.
Kata Dian lagi, soal narkoba saat ini adalah kondisi yang mengkhawatirkan karena tidak hanya memerlukan penanganan lintas sektoral tetapi juga lintas negara.
Dian mencontohkan penanganan dan tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Filipina terhadap pengguna, pelaku serta bandar narkoba, sangat keras.
Bahkan pemerintah di sana tidak peduli meski harus menghabisi nyawa pelaku narkoba.
Nah, ternyata menurut Dian, akibat dari tindakan keras di Filippina, berdampak juga pada Indonesia sebagai negara tetangga. “Jadi menurut perkiraan, memang banyak sekali yang dibelokkan kepada kita karena batas wilayah Indonesia sangat luas,” katanya.(*)