BatamNow.com, Jakarta – Tingginya biaya logistik membuat bisnis perkapalan kian terpuruk, terutama di masa pandemi ini. Tak heran, banyak pengusaha perkapalan menjual kapalnya atau bahkan menjadikannya besi bekas melalui scrap.
“Panjangnya rantai pengiriman barang dari gudang hingga ke lokasi tujuan, menjadikan biaya logistik sulit turun jika hanya mengandalkan efisiensi di pelayaran. Padahal, biaya pelayaran hanya bagian kecil dari ongkos logistik yang harus dibayarkan oleh pelanggan. Komponen biaya logistik bukan hanya soal biaya kapal. Banyak biaya lain yang rantainya lebih panjang seperti ekspedisi,” ungkap Ketua Umum (Ketum) Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto, di Jakarta, Rabu (10/11/2021).
Dia menjelaskan, logistik pengiriman barang itu melalui berbagai mata rantai. Mulai dari biaya inventori, gudang shipper, trucking, depo, buruh, forwarding atau agen barang, THC pelabuhan dan shipping.
Tak hanya itu, kata Carmelita, saat ini perusahaan pelayaran juga dihadapkan pada persoalan biaya operasional yang terus meningkat. Salah satunya berasal dari lonjakan biaya solar yang naik hingga dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
“Biaya solar di dalam negeri lebih mahal 20%-30% dibanding harga solar dunia, sehingga biaya operasional terus meningkat. Kenaikan harga solar seperti ini diluar kontrol perusahaan pelayaran,” tutur Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek dan Inovasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini.
Menurutnya, sebagai negara kepulauan, dimana hampir 60% populasi penduduknya berada di pulau Jawa, biaya logistik Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara lain. Dicontohkan, pelayaran ke luar Jawa saat ini masih mengangkut kontainer kosong saat kembali. Padahal biaya solar saat kapal kembali ke pelabuhan di Jawa harganya sama.
“Kita harus melihat biaya pelayaran itu secara utuh, jangan hanya dilihat sepotong-sepotong. Perusahaan pelayaran juga memiliki kemampuan finansial yang berbeda, lebih banyak mengandalkan modal sendiri untuk menghadapi pandemi yang luar biasa ini,” tukasnya.
Sejauh ini, melalui program tol laut, sejak tahun 2015, pemerintah coba memberi dukungan kepada sektor pelayaran. Di mana melalui program ini, pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan pelayaran yang terlibat pengangkutan barang ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.
Di 2021, terdapat 26 trayek tol laut, tahun depan direncanakan akan menjadi 30 trayek. Penambahan jumlah trayek ini melibatkan 106 pelabuhan yang terdiri atas 9 pelabuhan pangkal dan 97 pelabuhan singgah.
Subsidi yang diberikan di 2016 sebesar Rp 218,9 miliar. Naik menjadi Rp 355 miliar di 2017, bahkan melonjak hingga Rp 447,6 miliar di 2018. Pada 2019, turun menjadi Rp 224 miliar. Naik lagi di 2020 sebesar Rp 436 miliar. Pagu anggaran yang diajukan Kementerian Perhubungan pada 2022, sebesar Rp 1,3 triliun, dimana sebesar Rp 435 miliar untuk subsidi program tol laut. (RN)