BatamNow.com – Bisa jadi, di benak banyak orang, produk air minum dalam kemasan (AMDK) bukanlah kelas tenant di Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK).
Kecuali industri manufaktur, perusahaan konstruksi alat-alat produksi pengeboran minyak lepas pantai, industri berat lainnya, begitu persepsi orang selama ini tentang kawasan industri itu.
Adalah PT Wahana Tirta Milenia perusahaan produsen AMDK dengan merek Mindy, salah satu tenant di KITK.
Soni dari manajemen PT Citra Agramasinti Nusantara, holding company dari Citra Group membenarkan itu.
PT Kabil Indonusa Estate (KIE) selaku pengelola KITK yang menyuplai air bersih ke perusahaan produsen AMDK di kawasan itu.
“Itu kan salah satu tenant kami,” ujarnya kepada BatamNow.com.
Memang, PT KIE memiliki Dam seluas 60.000 m2 di KITK. Sedari awal, sumber daya air ini hanya untuk men-support industri khusus di beberapa perusahaan di sana, semisal PT Citra Tubindo Engineering. Tapi belakangan atau sekitar tahun 2003, masuk perusahaan air kemasan itu.
BatamNow.com mencoba mengonfirmasi soal suplai air dari Dam KITK ini ke PT Wahana Tirta Milenia, namun surat yang dikirimkan belum direspons hingga berita ini di-publish.
Dam atau infrastruktur sumber daya air (SDA) di KITK dibuat tahun 1992, setelah menghempang air permukaan yang mengalir menuju laut.
“Dulu sulit mendapatkan air baku di Batam, jadi air permukaan di sini kita hempang,” ujar Soni.
Meski dibuat tahun 90-an, menurut Soni, dasar hukum pembuatan Dam itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) No 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri.
Untuk diketahui, gudang produksi perusahaan AMDK persis bersebelahan dengan Dam yang ada di KITK.
Selain Dam, PT KIE juga memiliki Water Treatment Plant (WTP) yang memproduksi air bersih, bukan air minum.
Sebenarnya menurut PP 142 Tahun 2015, yang menyediakan air permukaan atau air baku di kawasan industri adalah pemerintah atau pemerintah daerah, bukan pemilik industri.
Jaringan sumber daya air dan jaminan pasokan air baku disediakan pemerintah sebagaimana diatur di Pasal 10 ayat (2) poin (c) pada PP tersebut.
Kecuali penyediaan inftastruktur instalasi pengolahan air baku atau Water Treatment Plant (WTP) oleh perusahaan kawasan industri, memang diatur pada Pasal 11 ayat (1) poin (a) PP 142/2015.
Soal ketentuan instalasi pengelolaan air baku ini lebih teknis lagi diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 30 Tahun 2020 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Industri (KPI).
Dimana pada Pasal 9 ayat (1) poin (b), “air bersih yang dikelola oleh perusahaan daerah air (PDAM), bukan pemilik Dam seperti di KITK”. Termasuk sumber air baku dari air permukaan.
Sementara dalam lampiran PP 41 Tahun 2021 tentang KPBPB ditulis BP Batam yang memberikan “izin operasional instalasi pengelolaan air bersih”.
Namun ketentuan dan nomenklatur “air bersih” ini merujuk pada perundangan mana? Sebab dalam UU 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA), tak disebut air bersih, kecuali air minum.
Ini penting karena menyangkut soal jaminan kesehatan air, di samping tinjauan dari aspek lingkungan serta aspek penting lainnya. Itu maka tak cukup hanya merujuk pada Permenkes 32 Tahun 2017 sebagaimana pengakuan pihak PT KIE.
Selain supporting ke proses industri dan dijual ke perusahaan AMDK, apakah air bersih juga disuplai ke pelabuhan laut di kawasan industri untuk keperluan kapal yang bersandar di sana?
Hingga berita ini di-publish belum ada respons dari PT Sarana Citranusa Kabil, atas pertanyaan tertulis yang disampaikan redaksi BatamNow.com.
Kembali ke masalah kepemilikan Dam di KITK. Bila mengacu pada aturan perundang-undangan muncul pertanyaan, siapa sebenarnya pemilik atau yang meguasai Dam yang ada di KITK?
Ini penting karena menurut Pasal 7 UU 17/2019, “Sumber Daya Air tidak dapat dimiliki dan/ atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha”.
“Kami tidak menguasai sumber daya air, namun hanya menampung air permukaan yang mengalir menuju laut dan diolah menjadi air bersih sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 11 PP 142/2015,” tulis pihak PT KIE menjawab konfirmasi BatamNow.com.
“Mestinya pihak PT KIE coba melihat Permenperin 30/2020 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Industri,” kata Agus Sutyino pemerhati SDA dari Jakarta.
Memang, ujar Agus, di Pasal 5 poin (e) peraturan itu disebut kriteria teknis Kawasan Peruntukan Industri (KPI): ”terdapat sumber air baku”.
Dan juga pada Pasal 9 ayat (1) poin (a) menyebut sumber air baku meliputi: air permukaan.
Namun di Pasal 9 ayat (2) dipastikan cara penggunaan sumber air baku harus SESUAI dengan KETENTUAN peraturan perundang-undangan.
Artinya, kata Agus, baik penguasaan dan pengusahaan Dam ini mesti tunduk ke UU 17 Tahun 2019.
Lalu, Agus tanya, bila merujuk ke PP 41 Tahun 2021, izin apa yang diberikan BP Batam, selama ini, ke PT KIE?
Apakah izin usaha penggunaan atau pengambilan air baku atau izin operasional intalasi pengelolaan air bersih?
Agak rancu memang, karena tampaknya PP tentang KPBPB memiliki ketentuan tersendiri tentang sumber daya air di luar UU 17 Tahun 2021.
Benarkah demikian?
Direktur Badan Usaha Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) BP Batam Memet E Rachmat belum menjawab pertanyaan tertulis BatamNow.com atas kepemilikan dan penguasaan Dam yang berada di KITK di Kabil.
Hasil investigasi redaksi BatamNow.com, paling tidak ada 2 Dam yang berada di kawasan industri di Batam, yakni dam di KITK dan di Kawasan Industri Panbil.
Sedangkan luas Dam yang ada di Panbil Industri Estate (PIE) dilihat dari satelit seluas ± 10.000 m2. Dalam website PIE menyebut, mereka memiliki air baku dengan WTP.
Baik di KITK maupun di Kawasan Industri Panbil, agaknya memiliki dan menguasai Dam secara “absolut”, yang diduga tak sesuai dengan UU SDA.
Benarkah demikian? Manajemen Panbil Industrial Estate (PIE) belum merespons BatamNow.com soal keberadaan Dam di sana, meski sudah dua kali dikonfirmasi lewat surat.
Pihak PIE, tampaknya tertutup soal keberadaan Dam itu. Padahal pihak PIE mesti menyadari bahwa perundang-undangan mengharuskan keterbukaan informasi seluas-luasnya ke masyarakat atas sumber daya air, bukan monopoli.
BP Batam Mesti Tinjau Kepemilikan Dam di Kawasan Industri
Kembali ke kepemilikan dan penguasaan SDA, itu bisa dilihat dari kewenangan mereka. Misalnya, mereka sendiri yang memiliki otoritas menentukan harga jual air ke tenant, ke perusahaan air kemasan atau ke pihak lain.
Sementara tenant yang mengolah air bersih PT KIE menjadi AMDK menjual hasil produksinya ke masyarakat dengan harga air premium. Wow!
Padahal sejumlah masyarakat di Batam masih belum mendapatkan kepastian jaminan kontinuitas, kuantitas serta kualitas air minum yang sehat langsung diminum dari pemerintah.
Pada Pasal 8 ayat (1) UU 17/2019 menyebut hak rakyat atas air dijamin pemenuhannya oleh negara dan diprioritaskan daripada yang lain.
Artinya dalam kondisi belum meratanya pelayanan kontinuitas, kuantitas dan kualitas air minum ke masyarakat, pihak KITK mesti berempati untuk tindak menjual air baku ke perusahaan air kemasan yang bersifat komersil.
Memang fungsi pihak PT KIE bukan sebagai penyedia air minum untuk masyarakat.
Tapi hendaknya pihak PT KIE dapat melihat kondisi riil atas kebutuhan air di masyarakat Batam yang masih jauh dari merata. “Ini menyangkut keadilan sosial termasuk kedaulatan rakyat atas air,” kata Agus.
Andaikan air bersih di KITK sudah berlebih, sepatutnya cukuplah untuk supporting ke industri lain, bukan ke perusahaan AMDK yang mencari cuan besar di tengah ketidakadilan air untuk masyarakat.
Menurut Agus dengan keluarnya UU 17/2019 tentang SDA, keberadaan Dam yang ada di kawasan industri di Batam, baik kepemilikan dan penguasaan serta pengusahaannya semestinya ditinjau ulang oleh BP Batam. Dan media ini senantiasa memonitor perkembangannya.
Kata Agus jika tidak segera, patut diduga ada pembiaran pelanggaran UU SDA di sana. Apalagi menyangkut air sebagai hajat hidup orang banyak.
Ini juga, ucapnya, bukan lagi sekadar soal siapa pemilik dan penguasa Dam, tapi lebih pada jaminan kelestarian dan kesinambungan lingkungan atau konservasi di sekitar Dam yang dikelola PT KIE.
Agus balik bertanya, apakah dulu hutan di sekitar KITK dibabat untuk kawasan industri itu dan bagaimana konservasi Dam berkelanjutan hutan di lingkungan di sana? (*)
(Liputan serta ulasan tentang sumber daya air (dam) yang ada di dua kawasan industri itu akan dimuat tuntas secara bersambung)