BatamNow.com, Bone – 45 Anggota DPRD Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel atas dugaan reses fiktif yang merugikan negara sebesar Rp 2,9 miliar. Turut dilaporkan Sekretaris Dewan (Sekwan) hingga pengusaha katering yang menjadi rekanan.
Dilansir detikcom, laporan itu dibuat Lembaga Pengawasan Pertambangan Pengairan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LPPPLHK) pada 4 November 2021 lalu. Kejati Sulsel tengah menindaklanjuti laporan itu.
“Betul ada laporannya, akan ditindak lanjuti,” ujar Kasi Penkum Kejati Sulsel Idil saat dimintai konfirmasi wartawan, Senin (22/11/2021).
Ketua Umum LPPPLHK Andi Fatmasari Rahman mengungkapkan, dalam kasus ini pihaknya melaporkan pimpinan yang termasuk 45 anggota DPRD Bone, Sekwan DPRD Bone, bendahara, PPTK reses, pendamping reses sebanyak 37 orang, dan rumah makan katering yang menjadi rekanan.
“Kami telah melakukan pelaporan ke Kejaksaan Tinggi Sulsel atas temuan adanya indikasi dugaan Tindak Pidana Korupsi yang merugikan negara hampir Rp 3 miliar. Laporannya sudah masuk sejak 4 November lalu,” kata Fatmasari dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (22/11).
Pihak pelapor telah menyerahkan sejumlah temuan dan bukti lapangan terkait adanya penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan reses oleh anggota DPRD Bone yang digelar pada 11-16 April 2021 dan tanggal 15-20 April 2021 lalu.
45 Anggota DPRD Bone disebut melakukan reses ke lima daerah pemilihan (Dapil) dalam 2 kali tahapan yang terhitung sebanyak 12 hari. Pelapor mengidentifikasi total kerugian negara yang ditimbulkan dari kegiatan reses ini adalah sebanyak Rp 2.962.600.000.
“Kami menemukan adanya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh sejumlah pejabat dan oknum terkait dari agenda reses itu. Ini perlu diperiksa lebih jauh,” ujar Fatmasari.
Fatmasari melanjutkan, banyak temuan tidak masuk di akal dalam reses yang dilakukan anggota DPRD Bone selama 2 kali tahapan itu. Di antaranya, ada yang mengklaim acara pernikahan sebagai kegiatan reses.
“Diantaranya, belanja fiktif dengan bukti yang tidak lengkap dan tidak sah. Ada juga anggota dewan yang mengirimkan foto sebagai bukti pertanggungjawaban, padahal itu palsu. Ambil fotonya itu bahkan dilakukan di rumahnya. Yang paling parah, kami juga pernah menemukan anggota dewan yang menggunakan foto acara resepsi pernikahan dalam kegiatan resesnya. Pastinya, kami punya bukti yang kuat,” ungkap Fatmasari.
Dalam teknisnya kemudian, Fatmasari pun membeberkan sejumlah kejanggalan yang ditemukan dari penggunaan biaya paling besar ditemukan, yakni pada biaya belanja uang transportasi bagi para peserta reses atau temu konstituen. Untuk biaya ini menghabiskan anggaran hingga Rp 1,3 miliar.
Dalam rinciannya, dana sebesar Rp 15 juta setiap anggota DPRD diklaim dalam laporan pertanggungjawaban dalam satu tahapan reses yang berlangsung selama 6 hari. Dalam 2 kali tahapan, peserta menghabiskan anggaran sebanyak Rp 30 juta yang kemudian dikalikan sesuai jumlah 45 anggota dewan yang menggelar reses. Yang mana, dana anggaran tersebut diserahkan melalui bendahara DPRD ke Pendamping reses perseorangan. (*)