BatamNow.com, Jakarta – Indonesia tengah mengadakan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di Laut Natuna Utara di awal 2021. Proses eksplorasi dua sumur berjalan lancar. Namun, saat kegiatan eksplorasi, ada kapal survei dari Tiongkok yang berada persis di sekitar dua sumur tersebut yakni, Singa Laut (SL)-2 dan Kuda Laut (KL)-2.
“Ketika itu, Indonesia sudah menyurati Kementerian Luar Negeri Tiongkok yang isinya memprotes kehadiran kapal mereka di sana,” kata Effendi MS Simbolon Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi PDI-Perjuangan dapil DKI Jakarta 3, dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu (05/12/2021).
Tak hanya kapal survei, juga hadir kapal perang Tiongkok di Laut Natuna. “Protes kita justru ditanggapi pihak Tiongkok, melalui Dubesnya di Indonesia dengan mengklaim itu wilayah mereka dan meminta agar proses eksplorasi harus dihentikan,” lanjutnya menyitir keterangan resmi dari Kemenlu Indonesia.
Pihak Tiongkok, sambungnya, memberi pilihan, eksplorasi dihentikan atau Indonesia bekerja sama dengan mereka untuk eksplorasi sampai produksi. “Sampai di situ, Pemerintah Indonesia tidak lagi merespons karena dianggap hal tersebut tidak perlu ditanggapi lebih lanjut,” terang Effendi lagi.
Dikatakannya, potensi migas dari kedua sumur yang dieksplorasi tersebut diperoleh dari formasi gabus, arang dan lower terumbu. Keberhasilan penemuan dua sumur ini membuka peluang penemuan hidrokarbon lainnya di area tersebut.
Effendi menjelaskan, langkah selanjutnya sesuai hasil studi adalah eksploitasi dan produksi. “Protes dari Tiongkok tidak beralasan. Dan, klaim seperti ini bukan baru pertama, sudah berulang kali dilakukan oleh Tiongkok. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kita tidak beririsan atau berbatasan dengan Tiongkok. Hanya berbatasan dengan Vietnam,” tuturnya.
Sementara itu Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmanto Juwana menegaskan, Indonesia tidak pernah mengakui sembilan garis putus yang dimiliki peta Tiongkok dan menjadi dasar klaim mereka.
“Kita enggak pernah mengakui sembilan garis putus. Enggak ada itu,” ujar Hikmato di Jakarta, Minggu (05/12).
Kepemilikan Natuna oleh Indonesia juga diperkuat oleh konvensi hukum laut PBB. Artinya, PBB juga mengakui bahwa Natuna itu milik Indonesia. (RN)