BatamNow.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI “perintahkan” Kepala BP Batam agar Direktur Badan Usaha (BU) Fasilitas dan Lingkungan (Fasling) yang sekarang dijabat Binsar Tambunan meninjau kembali perjanjiannya dengan PT Panbil Utilitas Sentosa (PUS).
Dalam temuan BPK itu, selain evaluasi ulang, Kepala Satuan Pemeriksa Intern (SPI) BP Batam juga “diperintahkan” kembali melakukan pemeriksaan secara cermat dan objektif atas hasil perhitungan yang dilakukan oleh Direktorat Fasling.
Adapun perjanjian yang harus ditinjau ulang antara BP Batam dengan PT PUS adalah perjanjian dengan Nomor 473/SPJ/A4.7/2/2021, Nomor PUS.006/PIE-II/Dir-2021 tertanggal 10 Februari 2021.
BPK meminta, baik dalam evaluasi ulang perjanjian maupun oleh SPI agar hak dan kewajiban BP Batam dan PT PUS, Panbil Group, didasarkan pada data, perhitungan yang lengkap, andal dan valid.
Perhitungan tidak valid?
Adapun temuan BPK ini terkait pembebanan penyusunan tarif penggunaan air baku periode 2015 s.d 2020 oleh PT Panbil Utilitas Sentosa, yang tidak didukung dokumen yang memadai. Alamak!
Grup Panbil Industrial Estate (PIE) mengelola waduk tidak jauh dari kawasan industri itu yang diperkirakan seluas 10.000 m2 di kawasan Muka Kuning, Batam.
Masalah waduk dalam penguasaan dan pengusahaan Panbil Industrial Estate (PIE) juga masih sangat-sangat simpang siur.
Sangat simpang siur karena menurut Plh Direktur BU SPAM BP Batam Ibrahim, bahwa waduk atau pengelolaan air baku yang diusahai Panbil Group bukan berada di lahan yang dialokasikan BP Batam.
Sedangkan menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Muka Kuning Pulau Rempang Yon Morombi Sihotang bahwa waduk air baku yang diusahai Panbil Group tidak di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) yang kewenangan lembaganya tetapi di kawasan lahan yang dialokasikan BP Batam.
Lalu berada di lahan kekuasaan siapa dan di mana posisi koordinat waduk itu, masih “gelap”. Apakah kondisi ini dipicu overlapping kekuasaan antara BKSDA dengan BP Batam dalam mengelola hutan dan lahan?
Sementara dalam temuan BPK terungkap bahwa BP Batam menagih biaya tarif air baku dari PT PUS, juga yang di TWA di sana.
Tampaknya sengkarut masalah waduk yang dikuasai dan diusahai oleh Panbil Group tak dapat dinafikan memantik tanya besar.
Keberadaan Waduk di Kawasan Panbil Group Sengaja Ditutup-tutupi?
Ada apa di balik sengkarut waduk yang belum jelas perizinannya ini, sementara pihak Panbil Group bisa menguasainya secara komersil sejak lama dan mendatangkan bejibun cuan?
Pihak Panbil Group beberapa kali dikonfirmasi BatamNow.com lewat surat resmi namun tak berjawab.
Pihak manajemen Panbil Group terkesan tertutup dan seolah berupaya membungkus rapi keberadaan waduk yang dikomersilkannya.
Padahal cara itu tidak dibenarkan. Transparansi dari para pengusaha yang memanfaatkan hutan dan waduk alami diperintahkan dalam undang-undang, baik UU Kehutanan maupun UU Sumber Daya Air (SDA).
Juga terkait dengan izin pengusahaan waduk itu ternyata belum pernah dikeluarkan oleh BP Batam, selama PT PUS, Grup Panbil mengusahainya bertahun-tahun.
Hal itu diakui oleh Ibrahim lewat satu surat pada 16 November 2021 menjawab konfirmasi BatamNow.com.
Ibrahim mengatakan BP Batam belum memberikan izin kepada pengusahaan embung (waduk) di Batam, mengingat pemberian izin penggunaan dan pengambilan air baku baru diberikan ke institusinya sesuai PP 41 Tahun 2021 dan masih diperlukan koordinasi dan pembahasan lanjutan dengan instansi terkait untuk penerapannya.
Lalu apakah “perintah” BPK pada laporan SPI pada Mei 2021 itu sudah dilaksanakan Binsar Tambunan sebagai Direktur BU Fasling BP Batam?
Sebagaimana “perintah” BPK rencana aksi (action plan) tindak lanjut rekomendasi BPK ini harus dilaksanakan 60 hari sejak rekomendasi disampaikan.
Konfirmasi BatamNow.com lewat WhatsApp yang ditujukan ke BP Batam, Jumat (10/12) belum direspons.
“Baik kami terima dan akan kami kirimkan balasannya,” tulis Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait, Jumat sore.
Demikian juga Direktur Badan Usaha Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam, Memet E Rachmat hanya mengatakan, “Saya kordinasi dulu dengan pak Ibrahim dan pak Hajad. Waktu itu saya kan belum di SPAM, apalagi di Fasling.”
Ketua DPP Kepri LI Tipikor Hukum dan Kinerja Aparatur Negara Panahatan SH menyorot tajam sengkarut pengusahaan waduk di kawasan Panbil Group ini.
“Kami melihat ada yang tak beres dalam penanganan waduk itu. Jika membaca dan mengikuti berita media ini, terkesan ada kekuatan besar di atas penguasa pemerintahan atau BP Batam. Seperti terjadi oligarki,” ujar Panahatan.
Dia meminta BP Batam untuk menegakkan dan mengedepankan hukum posistif dalam mengelola Batam. “Khususnya soal hutan konservasi dan waduk yang dimanfaatkan dan dikomersilkan oleh PT PUS,” tegas Panahatan.
Dia berianji akan mengawal masalah ini sampai dituntaskan oleh BP Batam. Dan meminta para pejabat BP Batam transparan di pusaran sengkarut waduk dan pemanfaatan air baku alami ini.
“Bila perlu kami mendorong agar aparat penegak hukum mengusut sengkarut di pusaran waduk dan TWA,” tegas Panahatan. (H/LL)