BatamNow.com – Pengakhiran konsesi PT Adhya Tirta Batam (ATB) dengan BP Batam ternyata masih kabur alias belum jelas.
Hal itu menjadi catatan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan Tahun 2020 yang dimuat pada 21 Mei 2021.
Konsesi 25 tahun sebagai bakti PT Adhya Tirta Batam (ATB) melayani konsumen air minum (dalam konsesi ditulis air bersih) di Batam telah berakhir 14 November 2020.
Namun proses “Dendang Pesisir” (pengakhiran) konsesi itu masih belum berujung, meski telah berjalan setahun.
“Dendang Pesisir” satu acara akhir tahun yang ditaja oleh ATB di Dataran Engku Putri, Batam, 31 Desember 2019.
Malam acara dendang pesisir itu menghadirkan grup band The Titans. Dihadiri ribuan massa yang dominan para anak muda.
BatamNow.com kala itu mengulas makna yang tersirat pada acara malam tahun baru dua tahun lalu itu sebagai “tanda” perpisahan ATB dengan BP Batam dan masyarakat pelanggan.
Banyak pihak termasuk ATB sendiri tak yakin dengan ulasan tim redaksi media ini.
ATB sendiri, saat itu, masih yakin dengan tagline dirinya “Tak Terganti’. Mereka masih berharap pasca konsesi akan ada bentuk kerja sama baru. Mereka berharap BP Batam akan memperpanjang kontrak ATB.
Keyakinan ATB, “napas”-nya masih panjang didasari penilaian subjektif, dimana kinerja dan pelayanan mereka kepada pelanggan diakui bagus selama ini.
Namun apa yang diprediksi tim redaksi media ini: konsesi memang berakhir tepat waktu. ATB pisah dengan BP Batam sebagai penguasa air hulu dan hilir. “Dendang Pesisir” kiasan dari pengakhiran.
Meski konsesi sudah berakhir, namun masih banyak hal penting yang masih harus diselesaikan kedua belah pihak, sebagai buntut dari pengakhiran konsesi itu.
Menurut rekomendasi BPK, berikut beberapa poin masalah itu;
a. Segera memproses pengakhiran konsesi sesuai Berita Acara Serah Terima Akhir antara ATB dengan BP Batam. Antara lain, pemenuhan kewajiban penyerahan aset-aset SPAM sesuai perjanjian yang disepakati.
1. Pemenuhan kewajiban penyerahan aset-aset SPAM sesuai perjanjian yang disepakati yaitu;
a) Peningkatan kapasitas Instalasi Pengolahan Air (IPA) hingga tercapai target 3850 l/d.
b) Peningkatan kapasitas penyimpanan air bersih paling sedikit 30 persen dari kebutuhan harian di Batam, melalui penambahan kapasitas reservoir sebesar 11.337 m3.
c) Pemanfaatan fasilitas pengelolaan air bersih dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya (antara lain sewerage treatment plant di Duriangkang).
d) Penggantian aset/ fasilitas SPAM yang tidak dapat difungsikan karena kondisinya rusak berat.
2. Menyelesaikan pembagian Laba Ditahan sesuai dengan hak dan kewajiban para pihak dengan memperhitungkan kewajiban ATB untuk menyerahkan aset-aset SPAM sesuai perjanjian yang telah disepakati.
b. Berkoordinasi dengan KPKNL dalam rangka menilai aset-aset hasil kerja sama konsesi dengan ATB, sehingga hasil penilaiannya dapat disajikan dalam laporan keuangan.
Dari LHP BPK itu bahwa hasil inventarisasi dan perhitungan harga baru aset BP Batam di bulan Nopemner 2020 oleh PT SI sebesar Rp 1,1 triliun lebih. Dan dicatat BPK harga wajarnya Rp 2,6 triliun lebih. Namun penilaian SI belum dapat digunakan oleh BP Batam dikarenakan PT SI bukan lembaga yang bersertifikasi penilai aset.
Sampai berakhirnya pemeriksaan oleh BPK masih terdapat permasalahan finansial yang belum diselesaikan antara lain,
- Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) atau potensi keuntungan investasi yang berpengaruh atas hak deviden pemegang Saham PT ATB
- Hak atas laba ditahan
- Pelaksanaan investasi PT ATB berdasar perjanjian konsesi
- Uang jaminan konsumen yangmasih berada pada ATB
- Kompensasi atas fasilitas PT ATB
Jika memelototi laporan BPK atas proses pengakhiran konsesi antara ATB dengan BP Batam, masih banyak masalah yang menggantung yang konsekuensinya pada pertanggungjawaban keuangan dan aset negara.
Sepakat Penyelesaian Perselisihan di BANI
Dalam poin-poin konsesi sebelumnya telah disepakati ATB dan BP Batam bahwa apabila masyawarah atas penyelesaian perselisihan tidak tercapai maka masalah akan disampaikan ke Badan Arbitrase Nasional (BANI).
Lalu apakah perselisihan itu sudah sampai ke BANI?
“Maaf saya tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan,” Sekretaris Jenderal BANI Dr N Krisnawenda, menjawab pertanyaan BatamNow.com, Senin (27/12/2021).
Krisnawenda menjelaskan, salah satu prinsip arbitrase adalah confidentiality. “Undang-undang pun mengatakan demikian. Jadi maaf saya lebih baik menjawab tidak tahu,” tuturnya.
Demikian juga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
“Saya tidak ingat persisnya. Yang jelas tidak ada perkara yang berjalan terkait dengan PT ATB Batam,” ujar Komisioner KPPU, Dr Candra Setiawan, melalui pesan singkatnya, kepada BatamNow.com, Selasa (28/12).
Sementara Head of Corporate Secretary PT ATB Maria Jacobus yang dihubungi media ini dua minggu lalu melempar untuk menanyakan BP Batam.
“Silakan tanya ke BP Batam. Arbiternya BP Batam kapan terbentuk, kita ingin cepat selesai,” ujar Maria ketika ditanya apakah ATB sudah melaporkan penyelesaian perselisihan akhir konsesi itu ke BANI.
Sedangkan Direktur Fasilitas dan Lingkungan (Fasling) BP Batam Binsar Tambunan kerap bungkam ketika ditanya masalah-masalah di pusaran air baku dan air minum.
“Sikap Binsar ini dapat mencederai berbagai award keterbukaan informasi publik yang diterima BP Batam,” kata Brando Arkando pengamat kebijakan publik di Batam.
Dia juga meyakini bahwa perselisihan antara ATB dengan BP Batam tidak sampai merangsek ke kantor BANI di Jakarta.
Alasan Brando mengacu pada UU 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pada Pasal 48 ayat (1) menyatakan, “Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk.”
Lalu ayat (2) berbunyi, “Dengan persetujuan para pihak dan apabila diperlukan sesuai ketentuan Pasal 33, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang.”
“Nah masalah ini sudah menelan waktu setahun lebih, kalau pun sudah masuk ke BANI pasti sudah diputuskan,” tamba Brando lagi.
Tapi menurutnya, dirinya tak yakin ada arbiter di antara kedua belah pihak dalam masalah ini.
Lalu kemana ending-nya pertanggungjawaban aset dan finansial yang sampai triliun rupiah itu?
“Ini dia, kita tunggu saja sampai di bawa ke mana ini masalah. Silap-silap bisa masuk ke ranah pidana,” ujar Brando. (redaksi)