BatamNow.com – Sengkarut penanganan lahan di Batam, tidak saja pada pengalokasian hutan lindung yang diduga melanggar perundang-undangan, bahkan kusut masainya merembet ke masalah lahan terlantar.
Laporan media ini sebelumnya masih mengulas kondisi sengkarut hutan lindung yang berpotesi masuk ranah pidana, sebagaimana menurut Dr Ampuan Situmeang SH MH.
Goks. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2020 atas kusutnya kinerja BP Batam, menunjukkan bahwa seluas 68,5 juta m2 lahan terlantar di Batam di 1.667 lokasi.
Lahan terlantar maksudnya adalah lahan yang sudah dialokasikan oleh BP Batam ke pemohon lahan, tapi tak kunjung dibangun sesuai perjanjian antara BP Batam dengan pemohon.
Parahnya lagi, BP Batam sebelumnya belum mendapatkan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Kementerian ATR/BPN tapi berani mengalokasikan lahan ke pihak ketiga.
Lalu BPK juga mengungkapkan bahwa BP Batam belum optimal menyelesaikan lahan telantar itu meski masalahnya sudah menahun.
Untuk itu BPK merekomedasikan kepada Kepala BP Batam agar memerintahkan Direktur Pengelolaan Lahan dan Kepala Bidang Evaluasi dan Pembangunan untuk melakukan inventarisasi, pemutakhiran dan monitoring terhadap lahan terlantar dan memproses penetapan perpanjangan atau penghentian status lahan tersebut kepada masyarakat pengguna lahan sesuai ketentuan yang berlaku.
Belum terkonfirmasi dengan Kepala BP Batam Muhammad Rudi bagaimana progres “perintah” yang dimasud BPK itu.
BPK mendiskripsikan dalam LHP itu, implikasi atau kerugian atas lahan terlantar tersebut jika tak dituntaskan, BP Batam berpotensi kehilangan Uang Wajib Tahunan (UWT) Rp 100 miliar.
Ditambahkan BPK dengan masifnya jumlah lahan terlantar, BP Batam tidak dapat mendatangkan manfaat pertumbuhan ekonomi bagi Batam.
Satu kelemahan di balik terlantarnya lahan itu menurut BPK, yakni tidak optimalnya Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan & Investasi dan Direktur Pengelolaan Lahan dalam menyelesaikan penanganan masalah lahan ini termasuk penanganan masalah hutan lindung. Alamak!
Lain lagi belum mutakhirnya database BP Batam sehingga tak dapat menyajikan database lahan secara cepat, lengkap, dan akurat. Wallan.
Tampaknya, sengkarut masalah lahan di Batam memang menjadi permasalahan yang sulit dituntaskan oleh para pejabat yang memiliki kurang dari 5.000 karyawan/ti itu. Jangankan lahan terlantar yang dialokasikan ke pihak ketiga/ swasta, di lingkungan sesama badan negara saja susah menyelesaikannya.
Lihatlah lahan PT Pesero Batam, anak perusahaan BUMN itu, dengan BP Batam saling klaim atas benerapa hektare lahan di kawasan Pelabuhan Batu Ampar, Batam.
PT Persero termasuk BUMN perintis di pelabuhan Batam bersama Otorita Batam dalam melayani kesibukan pelabuhan bebas ini.
Tapi lahan yang diusahai oleh PT Persero sejak dulu menjadi masalah dan hingga kini, tak dapat dituntaskan oleh BP Batam, malah saling klaim.
Meski kinerja Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan & Investasi dan Direktur Pengelolaan Lahan tidak optimal, namun Kepala BP Batam Muhammad Rudi masih mempertahankannya hingga sekarang. (D)