BatamNow.com, Jakarta – Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir angkat bicara soal pemangkasan biaya penanganan pasien Covid-19 yang mendapatkan protes dari sejumlah rumah sakit. Biaya yag semula ditanggung penuh oleh pemerintah kini terpangkas hingga 70 persen.
Dilansir Tempo, Abdul mengakui adanya perubahan dalam aturan tersebut. Hanya saja, dia menyebut hal itu bukan pemangkasan, melainkan penyesuaian.
“Bukan pemangkasan sebenarnya, tapi penyesuaian,” kata dia saat dihubungi, Kamis (14/04/2022).
Penyesuaian ini tertuang dalam revisi Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) 5673 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19. Abdul memberikan sosialisasi atas revisi ini untuk fasilitas layanan kesehatan pada 8 April 2022.
Revisi kemudian diatur dalam KMK Nomor 1112 Tahun 2022 yang diteken Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 7 April 2022.
Abdul menjelaskan kalau penyesuaian tarif atau biaya dilakukan karena ada perubahan dari Covid-19 varian Delta ke Omicron. Kedua varian ini memiliki karakteristik yang berbeda, dan dampak yang berbeda pada kondisi rawat inap pasien.
Jika Delta membuat pasien bisa dirawat sampai 10 hari, maka Omicron hanya 5 hingga 6 hari. Gejala pasien Omicron pun juga lebih ringan, sehingga konsekuensi obat-obatan, sumber daya, dan teknologi juga lebih sedikit.
“Ini alasan yang sangat rasional,” kata dia.
Aturan ini menuai protes dari Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) yang kemudian mengirim surat ke Menkes Budi Gunadi Sadikin pada 8 April lalu.
“Pemangkasan sampai 60-70 persen dan berlaku mundur, ini yang kami keberatan,” kata Sekretaris Jenderal ARSSI Ichsan Hanafi saat dihubungi, Kamis (14/04).
Tak hanya soal perubahan biaya, ARSSI juga keberatan karena aturan baru ini berlaku mundur mulai 1 Januari 2022.
Terkait aturan yang berlaku mundur, Abdul menjelaskan kalau ketentuan ini sebenarnya sudah dibahas sejak tahun lalu. Jadi, ini bukanlah aturan yang tiba-tiba di bahas dan terbit di tahun ini.
Dalam penyusunan revisi ini, kata Abdul, Kemenkes juga telah menganalisis data-data yang ada dan melibatkan tim ahli. Keputusan ini juga dibicarakan dalam rapat yang digelar berkali-kali.
Sehingga, Kemenkes pun memutuskan bahwa penyesuaian biaya ini sudah bisa dihitung mundur sejak awal tahun. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan agar di tahun penuh di 2022 ini kebijakan satu biaya atau tarif ini bisa diberlakukan.
Abdul menyadari masih ada keberatan dari sejumlah fasilitas layanan kesehatan, salah satunya dari ARSSI ini. Menurut dia, Kemenkes sudah memberikan semua penjelasan soal perubahan ini.
“Kami harap bisa memahami, sesuai dinamika yang ada,” kata dia.
Dalam suratnya, ARSSI menyampaikan tiga masukan kepada Budi Gunadi. Pertama, KMK yang berlaku mundur dinilai merupakan preseden buruk bagi transformasi Sistem Kesehatan yang sedang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan.
Kedua, pemberlakuan KMK baru sebagai revisi KMK 5673 Tahun 2021 diminta tidak berlaku mundur dengan empat alasan. Pertama, klaim rumah sakit sebagian sudah di-BAHV (Berita Acara Hasil Verifikasi). Kedua, rumah sakit sudah mencatat dan melaporkan pengakuan piutang.
Ketiga, rumah sakit sudah mencatat dan mengeluarkan biaya operasional, jasa pelayanan dan biaya lainnya. Terakhir, Dengan terlambatnya pembayaran klaim dispute Covid-19 yang sudah BAR (Berita Acara Rekonsilisasi) serta keterlambatan pembayaran klaim pelayanan tahun 2022, sebenarnya rumah sakit sudah mengalamai goncangan cash flow yang berdampak pada mutu pelayanan
ARSSI menyatakan menyetujui adanya revisi Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 5673 ini, namun mereka meminta Kemenkes memberlakukan aturan tersebut mulai saat sosialisasi yaitu pada 8 April, bukan berlaku mundur sejak 1 Januari 2022. (*)