BatamNow.com, Jakarta – Sekitar 13 wadah pekerja migran Indonesia (PMI) sektor rumah tangga di Singapura, menyurati Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, untuk meminta bantuan terkait adanya oknum di bandara yang kerap mempersulit mereka untuk dapat kembali ke negara tempat bekerja, sehabis mudik ke Indonesia.
Ke-13 organisasi yang menandatangani surat tersebut di antaranya, Gerakan Sedekah Cilacap (GSC), Himpunan Penata Laksana Rumah Tangga Indonesia Singapura (HPLRTIS), Himpunan Purna TKI (HPTKI), Home Helpdesk, Home Kartini, Info Cepat Wilayah Ponorogo (ICWP), Indonesian Family Network (IFN), Membangun Semangat Berkarya/Berkreasi (MSB), Mutiara Sedekah Cilacap (MSC), Nasyid Nur Jannah, Pekerja Indonesia Singapura (PIS), Sagara, dan Virtual English Indonesia (VEI).
Dalam surat tertanggal 27 April 2022, yang dikutip BatamNow.com dari laman migrantcare, Sabtu (29/04/2022) tersebut dijelaskan, umumnya PMI yang bekerja di sektor domestik (PRT Migran) di Singapura mendapat hak cuti sekali dalam dua tahun. Tahun ini, izin itu diberikan mengingat PMI di Singapura sudah dua tahun lebih tidak bisa pulang lantaran pandemi Covid-19.
“Kegembiraan kami berbalik menjadi keresahan saat persyaratan e-KTKLN kembali viral. Dalam beberapa tahun terakhir, kami sering dipersulit di bandara saat akan kembali ke Singapura. Kami kerap diminta memperlihatkan e-KTKLN dan jika tidak bisa, tidak diperbolehkan terbang,” tulis surat tersebut.
Akibatnya, lanjut surat itu, para PMI harus kembali mengurus administrasi, membeli ulang tiket pesawat, bahkan membayar oknum di bandara agar diloloskan. “Semua itu membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit,” aku mereka.
Dikatakan, pihaknya telah melakukan webinar membahas hal tersebut, pada 17 April lalu. Dalam acara tersebut, Devriel Sogia Deputi Penempatan Non Pemerintah untuk Asia dan Afrika menyatakan bahwa PRT migran di Singapura cukup menunjukkan kartu izin kerja (work permit) kepada petugas Imigrasi sebagai bukti mereka bekerja di luar negeri. Devriel juga menyatakan akan melakukan koordinasi dengan UPT BP2MI dan Kantor Imigrasi di bandara.
Lanjut surat tersebut, tindakan pejabat yang dengan sengaja menahan pemberangkatan PMI yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen bertentangan dengan Pasal 84 ayat 2 UU No. 18 Tahun 2017.
“Oleh Pemerintah Singapura, kami mendapat dokumen izin kerja yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja Singapura. Bila demikian, merujuk pada Konvensi Internasional 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarga, maka kami ada legal, prosedural, dan berdokumen. Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi ini kedalam UU No 6 Tahun 2012,” terangnya.
Diakui oleh PMI di Singapura bahwa masih perlu harmonisasi antara peraturan di Indonesia dan Singapura karena tidak adanya nota kesepahaman (MoU) antara kedua negara.
Para PMI di Singapura ini meminta agar Kepala BP2MI memberikan penegasan bahwa perlu penyederhanaan persyaratan verifikasi PMI Singapura di bandara. “Cukuplah kami menunjukkan kartu izin kerja jika diverifikasi di bandara baik oleh petugas BP2MI, pihak imigrasi, maupun maskapai penerbangan. Kartu izin kerja ini adalah bukti resmi kami sebagai PMI berdokumen,” tegasnya.
Para PMI juga meminta Kepala BP2MI melakukan koordinasi dengan UPT BP2MI dan Kantor Imigrasi bandara serta lembaga lainnya untuk memastikan kesamaan kebijakan saat melakukan pemeriksaan atau verifikasi kepada PMI yang bekerja di Singapura.
Terakhir, meminta BP2MI menyediakan layanan hotline 24 jam yang bisa dipergunakan jika dipersulit oleh oknum di bandara.
Surat tersebut juga ditembuskan antara lain ke Moeldoko Kepala Kantor Staf Presiden, Ida Fauziah Menteri Tenaga Kerja, Retno Marsudi Menteri Luar Negeri, Suryopratomo Duta Besar Indonesia untuk Singapura, dan pihak lainnya. (RN)