BatamNow.com, Jakarta – Disinyalir ada upaya membuka kembali penambangan pasir laut di Indonesia. Salah satunya di Kepulauan Riau. Hal ini nampak dari rencana kunjungan Komisi VII DPR RI ke Kepri, minggu depan, yang konon kabarnya terkait dengan penambangan pasir laut di daerah tersebut.
Dari bocoran yang diperoleh BatamNow.com, nampak jelas Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI pada Reses Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 ini akan melihat langsung penambangan pasir laut dan mengecek proyek reklamasi Teluk Tering Batam.
Benarkah penambangan pasir laut yang konon telah dimoratorium akan dibuka kembali? Melihat lokasi Batam yang berdekatan dengan Singapura, bukan tidak mungkin penambangan kembali pasir laut ini bakal dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk melakukan ekspor ke negara tetangga yang memang jelas-jelas hingga kini masih membutuhkan pasir laut tersebut.
Penambangan pasir laut sudah berlangsung sejak lama di Indonesia, baik secara legal maupun ilegal. Untuk kebutuhan domestik, umumnya pasir laut terhubung untuk proyek-proyek reklamasi. Seperti terjadi di Banten untuk proyek reklamasi Teluk Jakarta dan Pulau G, di Lombok Timur (NTB) untuk Benoa, begitu juga di Pulau Kodingareng, Makassar untuk kebutuhan Makassar New Port (MNP).
Hal ini secara lugas disampaikan Parid Ridwanuddin Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kepada BatamNow.com, di Jakarta, Jumat (06/05/2022). “Kegiatan ekspor pasir laut di Kepulauan Riau ke Singapura sejatinya telah berlangsung sejak lama. Praktik itu sudah lama,” tuturnya.
Menurutnya, kegiatan ekspor pasir laut menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak punya konsep jelas untuk menjaga dan melindungi pulau-pulau kecil dan ekosistem perairan di sekitarnya. “Harusnya itu tidak boleh terjadi. Kenapa? Sudah ada UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juncto UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang penambangan pasir laut di wilayah perairan atau pulau-pulau kecil di sekitarnya karena berdampak pada ekosistem laut dalam jangka panjang dan juga kehidupan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau,” urainya.
Pada Pasal 35 huruf (i) UU No 27/2007 dikatakan, “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya”.
“UU No 27/2007 juncto UU No 1/2014 menjadi dasar kuat larangan penambangan pasir laut. Itu lebih kuat dari Surat Keputusan Bersama antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor : SKB.07/MEN/2/2002, Nomor: 01/MENLH/2/2002 , tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut,” bebernya.
Lebih jauh Parid mengatakan, banyak dampak ditimbulkan dari kegiatan penambangan pasir laut. Banyak studi telah dilakukan terkait hal tersebut. Salah satunya, arus laut semakin tinggi, juga pulau-pulau kecil rentan terdampak krisis iklim. “Ada perubahan arus yang terjadi dan pulau-pulau terancam abrasi,” ujarnya. (RN)