BatamNow.com – Ditengah isu tak sedap yang menerpa, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menyerahkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau (Kepri) termasuk tujuh pemerintah daerah (Pemda) kabupaten dan kota di dalamnya .
Isu tak sedap maksudnya adalah gunjingan publik akibat penangkapan empat pegawai BPK oleh KPK yang diduga menerima suap Wali Kota Bogor Ade Yasin di penghujung April lalu demi meraih opini WTP.
Bukan hanya kasus Bogor, namun beberapa kasus yang hampir sama terjadi sebelumnya menerpa auditor BPK.
Contohnya pada tahun 2010 dua auditor BPK Jawa Barat, yakni Enang Hermawan dan Suharto ditangkap karena terbukti menerima suap dari Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad dengan tujuan memberi opini WTP dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Bekasi Tahun 2009.
“Opini yang diberikan oleh BPK terhadap LKPD kabupaten dan kota di Kepri BUKAN MERUPAKAN JAMINAN TIDAK ADA KECURANGAN atau fraud yang ditemukan atau kemungkinan timbulnya fraud di kemudian hari,” kutipan pidato Kepala Perwakilan BPK Kepri Masmudi pada acara penyerahan opini WTP di Batam, Rabu (18/05/2022).
Hal ini, katanya, HARUS terus disampaikan kepada para pemangku kepentingan mengingat masih banyaknya kesalahpahaman di masyarakat mengenai makna opini BPK atas laporan keuangan.
Ditambahkan, opini BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan berdasarkan kriteria sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dikutip dari laman BPK Perwakilan Kepri, ketujuh kabupaten dan kota yang mendapat opini WTP adalah Pemko Batam, Pemko Tanjung Pinang, Pemkab Karimun, Pemkab Bintan, Pemkab Lingga, Pemkab Natuna dan Pemkab Anambas.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran (TA) 2021 itu diserahkan oleh BPK Perwakilan Kepri di ruang Auditorium gedung pemeriksa keuangan itu di Batam, Rabu (18/05).
Sementara untuk opini WTP dan LHP atas Laporan Keuangan Pemprov Kepri disampaikan langsung oleh Auditor Utama Investigasi BPK RI Heri Subowo di Ruang Rapat Sidang Utama DPRD Provinsi Kepri, Jumat (20/05).
BPK Masih Temukan Permasalahan pada 7 Kabupaten/ Kota di Kepri
Menurut laman BPK RI, WTP ini adalah “kasta” tertinggi dari jenis opini untuk LHP.
“Istilahnya terbaik dari yang jelek,” kata Panahatan SH, Ketua DPP Lembaga Investigasi (LI) Tipikor Kepri menganalogikan.
Musababnya, BPK “menganugerahi” opini WTP meski masih menemukan banyak permasalahan dalam pengeloaan keuangan daerah.
Menurut sudut pandang Panahatan, selama ini bukan masyarakat yang salah persepsi terhadap opini WTP tapi para pejabat atau pegawai di entitas pemerintahan penerima opini WTP itu.
Apa yang disampaikan Panahatan tak jauh dari data yang disampaikan BPK Perwakilan Kepri pada acara penyerahan WTP disebut di atas:
Menurut Masmudi bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK Kepri menemukan beberapa permasalahan dalam pengelolaan keuangan daerah. Permasalahan yang ditemukan secara umum pada tujuh kabupaten/kota tersebut terkait dengan tiga hal, yaitu pengelolaan pendapatan, pengelolaan belanja dan pengelolaan aset. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
- Penatausahaan pajak dan retribusi masih belum memadai
- Pemerintah daerah kehilangan potensi pendapatan yang berasal dari retribusi yang belum dipungut
- Penganggaran dan Realisasi Belanja Barang dan Jasa tidak tepat
- Pengelolaan dan Penatausahaan Belanja Hibah belum sesuai ketentuan
- Kekurangan Volume Pekerjaan dan Denda Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan belum dipungut
- Realisasi Belanja Perjalanan Dinas tidak sesuai ketentuan
- Realisasi Belanja Honorarium tidak sesuai Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020
- Pengelolaan Aset Tetap belum sesuai ketentuan
- Pengelolaan dan Penatausahaan Persediaan pada beberapa SKPD belum memadai
- Sisa Kas terlambat disetorkan ke Kas Daerah dan Pengelolaan Kas pada Bendahara Pengeluaran belum tertib
Namun demikian, ujar Masmudi, temuan-temuan tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap kewajaran penyajian atas tujuh laporan keuangan pemerintah kabupaten/kota TA 2021 tersebut di atas.
BPK melaporkan, dalam lima tahun terakhir opini WTP yang diraih Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mengalami peningkatan. Pada 2016, 378 LKPD (70%) meraih opini WTP. Jumlah itu meningkat pada 2020, menjadi 486 LKPD (90%).
Namun di balik pencapaian itu, ternyata tak jarang ada suap oknum pejabat daerah dengan auditor BPK. Kasus yang menjerat Ade Yasin bukan yang pertama kali terjadi.
Jenis Opini BPK
Catatan BatamNow.com, adapun jenis atau kasta opini BPK, yakni:
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion
Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion
Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
3. Opini Tidak Wajar atau adversed opinion
Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
4. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion) atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
Menyatakan bahwa Auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan apabila lingkup audit yang dilaksanakan tidak cukup untuk membuat suatu opini. (*)