Catatan Redaksi BatamNow.com
“Sudah berbulan-bulan air ke rumah kami macet. Kalau mengalir pun palingan pada dini hari dan sering seperti menetes,” kata Rohida salah seorang pendemo di Kantor Pusat Pelayanan Pelanggan Air Minum di Batam Center pada Selasa (31/05/2022).
Ibu dua anak ini salah seorang di antara ratusan pendemo dari warga RW 15 Kavling Bukit Kamboja, Sei Pelunggut, Sagulung, Kota Batam yang menuntut haknya ke pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam, yakni BP Batam-PT Moya Indonesia.
Di bawah panas terik yang menyengat, tua muda, dan emak-emak bahkan anaknya turun berdemo di depan halaman kantor pelayanan SPAM di Batam Center mulai dari pagi sampai sore pada Selasa kemarin.
Mereka menuntut haknya di balik macetnya suplai air minum ke rumah warga. Cukup lama.
Itulah masalah dan materi pokok yang mereka tuntut lewat aksi demo, ditambah keluhan air minum yang mereka terima pun, kadang keruh.
Mereka menggugat pengelola tentang hak dan kedaulatan mereka atas ketersediaan air minum sebagaimana dijamin negara lewat perundang-undangan.
Tuntutan lewat demo ini bukan yang pertama. Dilakukan lagi sebab pengelola bergeming tak menyelesaikan keluhan yang sama pada aksi sebelumnya.
Padahal jika membaca amanah perundang-undangan, negara menjamin penuh hak masyarakat pelanggan air minum itu.
Salah satu contoh yang dijamin adalah kontinuitas pengaliran air minum selama 24 (dua puluh empat) jam per hari.
Artinya air minum perpipaan itu tak boleh macet apalagi mati berlama-lama. Begitu keran di rumah dibuka, air HARUS mengucur. Kapan saja.
Kondisi seperti itulah sebenarnya yang diantisipasi jauh-jauh oleh negara sebagaimana tertuang pada poin 5 (lima) Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 122 Tahun 2015 tentang SPAM.
Agar para pengelola taat asas serta bertanggung jawab penuh atas pemenuhan suplai air minum ini dengan baik.
Tapi apa lacur, air minum tak mengucur normal. Kondisi yang sudah berbulan-bulan dan bahkan ada yang menahun. Masalah seperti ini sebenarnya sudah lama dialami masyarakat konsumen air minum di Batam.
Jaminan yang diamanahkan lewat perundang-undangan, tampaknya, kurang diindahkan pengelola SPAM.
Apa yang diperintahkan negara lewat ketentuan PP, pun seakan tak dihiraukan pengelola SPAM.
Khususnya bagi pelanggan yang tak terlayani dengan baik hingga kini.
Padahal selain perundang-undangan, ketersediaan air ini juga diawasi secara universal. Ketersediaan air masuk dalam pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bagi negara yang tak becus menangani ketersediaan air atau air minum, masuk kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh PBB.
Parahnya lagi, meski hak tak dipenuhi, masyarakat pelanggan tak dapat kompensasi apa-apa dari keteledoran pengelola.
Sementara jika para pelanggan SPAM Batam telat bayar rekening tagihan air minum auto denda, meski hanya sehari. ”Kejam nian,” kata salah seorang dari pendemo.
Sehingga antara hak dan kewajiban pelanggan menjadi tak berbanding lurus.
Pemenuhan Hak atas Air Minum, Antara Misi Sosial dan Tujuan Bisnis
Misi sosial ditengah keluhan rakyat soal pemenuhan hak atas air minum ini dipertanyakan selain tujuan bisnisnya.
Dahsyat memang, ibarat negara kehilangan marwahnya dalam penegakan kedaulatan rakyat atas air munum ini.
Entah dimana sebenarnya letak masalah yang mengecewakan pelanggan konsumen air minum ini.
“Banyak masalah di pengelolaan air minum oleh BP Batam dan salah satu soal macetnya aliran air minum,” kata Panahatan SH yang Ketua DPP LI-Tipikor dan Hukum Aparatur Negara ini.
Aliran air macet lewat SPAM Batam menjadi derita tersendiri bagi banyak pelanggan. “Kalau pas lagi musim hujan masih bisa bernapas lega, tapi kalau musim kemarau pontang panting kami pak untuk mencari air untuk keperluan rumah tangga,” kata Sanusi yang ikut demo.
Bantuan distribusi air minum dengan mobil tangki pun, menurut warga, tak menjawab tuntas masalah kebutuhan riil pelanggan. Malah bisa menimbulkan masalah, sebagai ekses dari “rebutan” air dari mobil tangki.
“Aliran air minum macet berkepanjangan, ya hati kami menangislah pak. Masa tak menangis. Saking sering, cucuran air mata kami lebih sering dari kucuran air Moya,” celetuk Rohida ketika ditanya kru media ini.
Begitu banyak pelanggan (konsumen) air minum di Batam kerap “menangis” hingga kini, entah sampai kapan?
Hati mereka tambah menangis karena seakan diperlakukan sebagai warga kelas dua di Batam, dimana sebagian masyarakat di sini masih menikmati air minum dengan aman. Apalagi di tempat tertentu. “Tak adil lah,” ujar beberapa warga pendemo.
Betapa vitalnya minum sebagai kebutuhan mendasar atas keberlangsungan hidup dan kehidupan (vital) bagi manusia.
Suplai air minum macet ke rumah warga yang tersambung dengan jaringan perpipaan.
Sementara air baku di beberapa waduk di Batam, kini melimpah.
Ini jugalah mungkin yang membuat para pelanggan air minum semakin menangis. Ibarat dahaga di pancuran. (*)