BatamNow – Calon Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga datang dengan modal visi dan misi yang out of the box dalam memimpin Kabupaten Simalungun, kelak.
Berpasangan dengan Zonny Waldi sebagai Calon Wakil Bupati, Radiapoh yang didukung oleh Partai Golkar, Hanura, Perindo, PKS dan Partai Berkarya ini menunjukkan niat yang kuat untuk dapat memimpin Kabupaten Simalungun kedepannya.
Bahkan niatnya untuk membangun Simalungun berpenduduk 1.3 juta jiwa itu ke depan, sangat “radikal”. Dia benar-benar bertekad dan fokus demi kesejahteraan masyarakat Simalungun.
Radiapoh yang berumur 52 tahun ini, tampaknya, hadir “tidak dengan” visi dan niat kaleng-kaleng. Dia siap kembali ke kampungnya itu bukan untuk dirinya lagi. Bahkan dia dengan lantang, “Kalau saya korupsi, saya siap dipotong.”
Narasi ekstrem itu dia sampaikan pada satu wawancara dengan salah satu media di Sumatera Utara, Minggu (18/10) di kediamannya di jalan Surung Duyung, tak jauh dari rumah dinas Bupati Simalungun.
Maksud “potong” di narasi wawancara itu, ibarat meminjam narasi ekstrem Zhu Rongji ketika dilantik menjadi Perdana Menteri China tahun 1998. Dapat diartikan Radiapoh siap dihukum mati sekalipun bila terbukti korupsi di saat menjadi kepala daerah. Biila begitu, tak salah siapkan juga peti mati.
“Berikan saya 100 peti mati, 99 akan saya kirim untuk para koruptor. Satu buat saya sendiri, jika saya pun melakukan hal itu.” Begitu janji Zhu kepada rakyatnya yang 1.5 miliar jiwa itu.
Dan Zhu tidak asal bicara. Janjinya benar-benar dilaksanakan. Setelah memegang tampuk pemerintahan Tiongkok, Cheng Kejie, pejabat tinggi Partai Komunis China dihukum mati karena terlibat suap US$ 5 Juta.
Zhu di awal tugasnya mengirim peti mati kepada koleganya sendiri, Hu Chang-ging, Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi. Sohibnya itu ditembak mati setelah terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai Rp 5 Miliar.
Xiao Hongbo pun dijatuhi hukuman mati karena korupsi. Lelaki 37 tahun itu menjabat Deputi Manajer cabang Bank Konstruksi China, salah satu bank milik negara, di Dacheng, Provinsi Sichuan.
Xiao telah merugikan bank sebesar 4 Juta Yuan atau sekitar Rp 3,9 Miliar sejak 1998 hingga 2001. Uang itu digunakan untuk membiayai kehidupan delapan orang pacarnya.
Xiao Hongbo satu di antara lebih dari empat ribu orang di China yang telah dihukum mati sejak 2001 karena terbukti melakukan kejahatan, termasuk korupsi.
Amnesty International (AI) pun sampai mengutuk cara-cara China itu, yang mereka sebut sebagai suatu yang mengerikan.
Tapi bagi Zhui, inilah jalan menyelamatkan ekonomi China dari kehancuran.
Zhu tidak main-main dengan janjinya terdahulu. Cheng Kejie, pejabat tinggi Partai Komunis China, dihukum mati karena menerima suap US$ 5 Juta.
Tidak ada tawar-menawar. Bahkan istrinya, Li Ping, yang membantu suaminya meminta uang suap, dihukum penjara.
Wakil Gubernur Provinsi Jiangxi, Hu Chang-ging, pun tak luput dari peti mati yang disiapkan “99” buah itu. Hu terbukti menerima suap berupa mobil dan permata senilai Rp 5 Miliar.
Ternyata bukan hanya 99 peti mati yang sudah berisi lalu ditanam. Bahkan ratusan bahkan mungkin ribuan peti mati telah terisi, tidak hanya oleh para pejabat korup, tapi juga pengusaha, bahkan wartawan.
Selama empat bulan pada 2003 lalu tindakan non hukuman mati yang dilakukan. Sebanyak 33.761 polisi dipecat. Mereka dipecat tidak hanya karena menerima suap, tapi juga berjudi, mabuk-mabukan, membawa senjata di luar tugas dan kualitas di bawah standar.
Agaknya Zhu Rongji paham betul pepatah China: bunuhlah seekor ayam untuk menakuti seribu ekor kera. Dan, sejak ayam-ayam dibunuh, kera-kera menjadi takut.
Sedangkan jatah 1 peti mati yang disiapkan Zhu untuk dirinya, akhirnya dipakai ribuan koruptor di China ke liang lahat. Zhu tak korupsi sampai akhir kekuasaannya.
Kini pertumbuhan ekonomi China nyaris menduduki rangking paling atas di dunia. Tak hanya ekonominya, bahkan teknologi kekinian sudah dikuasai membuat Amerika negara super power “ketakutan”.
Memang, kelak Radiapoh menjadi Bupati Simalungun, tak punya otoritas menghukum mati para aparatur sipil negara (ASN) yang korupsi di jajarannya. Itu masih ranah pengadilan.
Aturan hukum antara Indonesia dengan China jauh beda, karena ideologi dasar negaranya. Di sana ideologi komunis yang berkuasa.
Tapi tindakan-tindakan administrasi yang keras dan tegas dan terukur pun sangat diperlukan dari seorang kepala daerah. Dimana selama ini, para ASN bermental korup terkesan dibiarkan merajalela. Menyulitkan rakyat lalu muaranya memacetkan roda ekonomi rakyat.
Kalau benar-benar Radiapoh dan wakilnya Zonny Waldi tidak melakukan korupsi alias KKN selama menjabat, paradigma kekuasaan di Kabupaten tetangga Kota Siantar itu memang benar-benar akan berubah drastis. Paling tidak, itu dulu.
Kalau guru kencing pada tempatnya, pegawai di Kabupaten Simalungun pun pasti tak berani kencing berlari. Apalagi diterapkan sanksi efek jera.
Tekad Radiapoh itu masih bisa diterima akal sehat karena pengusaha yang berdiam di Batam ini memang pengusaha tajir melintir.
Yang penting dalam kekuasaannya kelak, Radiapoh jangan lagi “meminum air garam”, karena makin diminum, makin haus.
Akankah dalam episode kampanye besok, Radiapoh dengan Zonny Waldi menyatakan ketegasannya lagi dengan teori peti mati Zhu, selain frasa “potong” itu?
Kalau ini benar-benar terjadi dalam materi kampanye besok di Kabupaten Simalungun, ini baru pertama terjadi di Indonesia.
Dimana dalam materi kampanye dari para calon kepala daerah selama ini dan sekarang masih materi yang datar-datar, basi, kuno dan menjemukan.
Kita tunggu nurani Radiapoh yang berbicara, kalau memang tak sedang membual.(*)
Tim News Room BatamNow
Yh betul aja bro…???jangan bodohilahkita masyarakat Simalungun…