BatamNow.com, Jakarta – Temuan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait perjalanan ke luar negeri Gubernur Papua Lukas Enembe sebanyak 25 kali pada periode 2021-2022, sangat mencengangkan. Pasalnya, bila sekali perjalanan memakan waktu 3 hari saja, maka ada 75 hari atau dua bulan lebih dalam setahun, Gubernur Papua tidak menjalankan tugasnya sebagai pemimpin daerah di Papua.
Apalagi, temuan MAKI menyatakan, kepergian Lukas Enembe ada kaitannya dengan dugaan berjudi di tiga negara, yakni Malaysia, Singapura dan Filipina. Apakah Mendagri tidak tahu akan hal tersebut?
“Mendagri harus terbuka dan transparan ke publik, menerangkan apa benar dalam periode 2021-2022, Gubernur Papua izin untuk melakukan perjalanan ke luar negeri? Itu semua harus dibuka,” kata Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera kepada BatamNow.com, di Jakarta, Selasa (27/09/2022).
Dijelaskan, terkait perizinan kepala daerah, kata Mardani, tentu harus jelas, apa tujuan dan kegiatan yang mau dilakukan di luar negeri. “Sepulang dari luar negeri, juga ada laporan yang diberikan ke Mendagri,” tutur Anggota DPR dari Fraksi PKS dapil Jawa Barat VII ini.
Untuk itu, Mendagri harus bisa menjelaskan hal tersebut secara terbuka ke publik. “Nanti kami (Komisi II DPR RI) akan mempertanyakan terkait perizinan kepala daerah dalam rapat dengar pendapat (RDP) atau pertemuan lain dengan Mendagri,” ujar Mardani lagi.
Dia mengungkapkan, apakah benar ada 25 izin yang disampaikan Gubernur Papua ke Mendagri. Kalau benar begitu, lanjutnya, Mendagri harus menjelaskan kenapa sampai memberi izin begitu banyak. “Karena sebagai kepala daerah kan tugasnya di Indonesia, bukan di luar negeri. Kalau pun ada acara-acara pasti sesekali saja. Tidak mungkin sampai 25 kali dalam kurun hanya setahun,” tukasnya.
Dirinya tidak mau suuzan. Hanya saja, ini perlu dijelaskan secara terbuka oleh Mendagri. “Seorang kepala daerah izin ke luar negeri kan jelas, apa tujuannya, kemana, acara apa, dan berapa lama,” ucapnya.
Apalagi, temuan MAKI mengatakan, kepergian Lukas Enembe erat kaitannya dengan dugaan berjudi. “Ini benar-benar keterlaluan. Apalagi, kalau yang bersangkutan izin mau berobat, tapi malah berjudi,” tandasnya.
Paling tidak, sambung Mardani, Mendagri harus ada mekanisme pengontrolan dan pengawasan. “Mungkin tidak mungkin diawasi secara melekat. Hanya saja, kan bisa sehari setelah berangkat dikontak, ditanyakan kegiatannya. Juga diperiksa laporan yang diberikan setelah kepala daerah tersebut kembali. Jadi, harus ada mekanisme pengawasan yang jelas. Jangan justru Mendagri seolah-olah kebobolan,” serunya.
Dirinya mengaku tidak tahu, sejauh mana mekanisme pengawasan yang dilakukan Mendagri terhadap para kepala daerah. “Mungkin Mendagri tidak sampai kongkalikong dengan kepala daerah. Hanya saja, pengawasannya yang lemah. Itu nanti yang akan kami pertanyakan,” tukasnya. (RN)