BatamNow.com, Jakarta – Sejatinya, kepolisian dibentuk untuk membantu dalam hal pengamanan, ketertiban, dan penegakan hukum di dalam masyarakat. Sayangnya, pemahaman tersebut bergeser, di mana ada oknum polisi tertarik untuk taat pada cukong daripada negara.
Mengapa bisa demikian? Advokat senior Dr Djonggi Simorangkir menilai, lantaran negara atau Presiden kurang memberi apresiasi terhadap kinerja para polisi. “Harusnya pemerintah bisa mencukupi kebutuhan para polisi. Berikan gaji yang sesuai agar mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Bahkan, bisa menabung untuk hari tua. Dengan catatan, kalau mereka main-main dalam bekerja, langsung dikenakan sanksi tegas, berupa pencopotan jabatan dan dipidanakan,” ujar Djonggi kepada BatamNow.com, di Jakarta, Kamis (06/10/2022).
Bagi Djonggi, zaman sekarang tidak bisa kita tuntut orang bekerja profesional, tapi gajinya kecil. “Tuntutan zaman sudah berbeda. Ajari rakyat supaya jujur, tapi dengan kompensasi yang jelas. Selama ini mereka hanya didoktrin mengabdi bagi bangsa dan negara, sementara kebutuhannya tidak tercukupi. Begitu ada celah untuk menjadi kaya, entah itu karena jabatan dan lainnya, mereka pun langsung terjun bebas,” urai pria yang sudah 40 tahun menjadi lawyer ini.
Dengan kata lain, Djonggi menilai tindakan sebagian polisi, entah itu membeking pengusaha atau para cukong serta membantu keluar masuknya barang-barang ilegal, juga merupakan kesalahan pimpinan negara ini. “Kalau kebutuhan mereka sudah tercukupi, tapi masih juga menyimpang demi gaya hidup hedonisme, langsung pecat saja,” serunya.
Tidak hanya polisi, begitu juga jaksa dan hakim. “Jangan negara mempekerjakan orang dengan sistem rodi. Itu ada di masa penjajahan dulu. Presiden dan para pejabat negara harus paham mengelola negara ini. Bisakah seseorang diharapkan kerja maksimal, sementara di rumahnya masih serba kekurangan? Coba lihat negara-negara lain, bagaimana mereka begitu menghargai warganya yang bekerja dengan memberikan gaji yang layak,” beber Ketua DPP IKADIN Bidang HAM yang memiliki kantor lawyer di Jakarta, Bandung, dan Batam ini.
Terkait Konsorsium 303, Djonggi merasa tidak aneh. “Ya itulah yang terjadi ketika negara kurang mampu memberikan kelayakan hidup bagi para polisi. Ketika menduduki jabatan tertentu, langsung tancap gas. Cari uang sebanyak-banyaknya, sekalipun harus lebih mengabdi pada para cukong daripada negara,” tukasnya.
Djonggi menilai, ini bentuk koreksi kepada pemerintah, khususnya Presiden Jokowi. “Tidak ada orang di dunia yang mau hidupnya susah. Tapi ketika jiwa raganya sudah ia berikan kepada negara, harusnya pemerintah tahu diri dengan memberi kompensasi yang sangat layak. Daripada korupsi merajalela, bagus diberikan kepada masyarakat, melalui sistem penggajian yang sesuai. Kalau sudah merasa tercukupi, apalagi disertai ancaman hukuman bila melanggar aturan, maka para penegak hukum (hakim, polisi, jaksa) tentu akan lebih berhati-hati dalam bertindak,” pungkasnya.
Djonggi meminta Presiden dan jajarannya menata kembali sistem penggajian di Indonesia, khususnya kepada pegawai negeri sipil. (RN)