BatamNow.com, Jakarta – Sejatinya, Real Estat Indonesia (REI) wadah para pengembang perumahan telah mengusulkan kenaikan harga rumah bersubsi sebesar 10% sejak 2020 silam. Ini lantaran material bahan bangunan sudah lebih dulu naik akibat naiknya tarif BBM, juga faktor inflasi, dan faktor-faktor lainnya. Bahkan, sudah disepakati kenaikan 7%. Namun, pemerintah tak juga mengeluarkan surat keputusan terkait hal tersebut.
Sontak, para pengembang pun berang. Kekecewaan pengembang yang terhimpun dalam REI, dimuntahkan saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) REI 2022 di Sheraton Grand Hotel, Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Dengan nada tinggi, Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengancam, “Kalau pemerintah tak kunjung menerbitkan aturan kenaikan harga rumah bersubsidi, seperti yang telah disepakati, maka kami pun akan menurunkan kualitas rumah subsidi”.
Dia menjelaskan, usulan kenaikan harga rumah subsidi sudah disampaikan sejak 2020, dengan besaran sekitar 10%. Kemudian disepakati kenaikan harga rumah subsidi sebesar 7%. “Sudah dua tahun berlalu, surat keputusan kenaikan harga rumah subsidi tak kunjung diterbitkan,” ujarnya lantang.
Di sisi lain, harga material bahan bangunan terus naik sebagai akibat naiknya tarif BBM, juga faktor inflasi, dan faktor-faktor lainnya.
“Kalau mau jujur, saya sebagai Ketum DPP REI sudah ‘patah hati’ dengan pemerintah. Memangnya butuh tandatangan berapa menteri lagi untuk menetapkan harga baru rumah susbidi ini,” tegas Paulus di depan Sekretaris Jendral Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fattah, Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan Iwan Suprijanto, Dirjen Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna, dan Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Raja Juli Antoni, yang hadir pada Pembukaan Rakernas REI tersebut.
Sebagaimana diketahui, rumah bersubsidi yang dimaksud mencakup rumah tapak maupun satuan rumah susun (sarusun). Memang berbeda rumah subsidi dengan rumah komersial. Kalau rumah bersubsidi, pemerintah yang mengatur besaran harga rumah subsidi.
Pembelian rumah tapak dan sarusun dilakukan melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi. Ini lantaran belum ada regulasi terbaru. Karenanya, harga rumah bersubsidi sejauh ini masih menggunakan aturan yang lama, yakni, Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No 995/KPTS/M/2021 tentang Batasan Penghasilan Tertentu, Suku Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Runah, Batasan Luas Tanah, Batasan Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dan Satuan Rumah Susun Umum, dan Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka.
Berikut harga rumah subsidi berdasarkan wilayahnya:
Rumah Tapak Umum
- Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai): Rp 150.500.000
- Kalimantan (kecuali Kab. Murung Raya dan Mahakam Ulu): Rp 164.500.000
- Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas): Rp 156.500.000
- Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara, Jabodetabek, Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu: Rp 168.000.000
- Papua dan Papua Barat: Rp 219.000.000
Satuan Rumah Susun Umum (Maksimal Harga Per Unit)
- Provinsi Nangroe Aceh Darussalam: Rp 306.000.000
- Provinsi Sumatera Utara: Rp 280.800.000
- Provinsi Sumatera Barat: Rp 316.800.000
- Provinsi Riau: Rp 342.000.000
- Provinsi Kepulauan Riau: Rp 360.000.000
- Provinsi Jambi: Rp 316.800.000
- Provinsi Bengkulu: Rp 288.000.000
- Provinsi Sumatera Selatan: Rp 313.200.000
- Provinsi Bangka Belitung: Rp 320.400.000
- Provinsi Lampung: Rp 288.000.000
- Provinsi Banten (kecuali Kota/Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan): Rp 273.600.000
- Provinsi Jawa Tengah: Rp 259.200.000
- Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta: Rp 262.800.000
- Provinsi Jawa Timur: Rp 284.400.000
- Provinsi Bali: Rp 298.800.000
- Provinsi Nusa Tenggara Barat: Rp 266.400.000
- Provinsi Nusa Tenggara Timur: Rp 309.600.000
- Provinsi Kalimantan Barat: Rp 349.200.000
- Provinsi Kalimantan Tengah: Rp 338.400.000
- Provinsi Kalimantan Utara: Rp 352.800.000
- Provinsi Kalimantan Timur: Rp 356.400.000
- Provinsi Kalimantan Selatan: Rp 324.000.000
- Provinsi Sulawesi Utara: Rp 280.800.000
- Provinsi Gorontalo: Rp 298.800.000
- Provinsi Sulawesi Tengah: Rp 248.400.000
- Provinsi Sulawesi Tenggara: Rp 295.200.000
- Provinsi Sulawesi Barat: Rp 313.200.000
- Provinsi Sulawesi Selatan: Rp 262.800.000
- Provinsi Maluku: Rp 273.600.000
- Provinsi Maluku Utara: Rp 345.600.000
- Provinsi Papua: Rp 565.200.000
- Provinsi Papua Barat: Rp 385.200.000. (RN)