BatamNow.com – Turunnya Tim Terpadu Kota Batam dalam proses perobohan 27 bangunan permanen di Sungai (Sei) Nayon, Bengkong Sadai, Kota Batam memunculkan sintaksis tentang “Pemerintah di Batam Seperti Mesin Penyengsara Rakyat”.
Hal itu diucapkan langsung oleh kuasa hukum warga Sungai Nayon, Kornelis Balawanga SH kepada awak media BatamNow.com saat ditemui di Polsek Bengkong, Rabu (28/12/2022).
Adapun bentuk bagunan yang dirobohkan Tim Terpadu terdiri dari 22 ruko dan 5 rumah permanen.
Kornel dari kantor hukum Kornelis Balawanga & Hendri AK (KBHAK) Law Office itu mengatakan dengan adanya penggusuran paksa di Sungai Nayon merupakan indikator keberpihakan Pemerintah Kota Batam dan BP Batam kepada pengusaha alias kapitalis karena mengabaikan hak-hak masyarakat yang telah lama berdomisili di Sungai Nayon.
“Peristiwa Sungai Nayon hari ini, saya boleh katakan bahwa pemerintah itu menggunakan alat kekuasaan negara melalui Tim Terpadu guna melakukan perubuhan terhadap bangunan permanen milik rakyat atau dengan kata lain Pemerintah di Batam (Pemko dan BP Batam) sebagai mesin yang penyengsara rakyat,” kata Kornel.
Kornel juga menyebutkan penggusuran kali ini merupakan bentuk perbuatan kesewenang-wenangan dan pesanan.
“Kita ketahui dari sekian banyak kekuatan yang menggunakan Tim Terpadu, ternyata kali ini adalah sangat luar biasa cepat. Kenapa kita bilang cepat? Karena begitu masuk SP1 hanya 7 hari dan SP2 hanya 3 hari serta SP3 butuh 1 hari atau totalnya 11 hari saja langsung dilakukan pembongkaran,” ucap Kornel.
Kornel menerangkan bahwa Tim Terpadu berdalih bahwa beberapa ruko permanan di Sungai Nayon tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sehingga harus dilakukan penggusuran dengan dibalut istilah penegakan Peraturan Daerah (Perda).
Kornel justru mempertanyakan pada ke mana Ditpam dan Satpol PP Pemko Batam selama ini, ‘kan harusnya mencegah pembangunan bangunan tanpa izin di sana?
“Dan semua bangunan di Batam ini jika mau bicara adil bagaimana IMB-nya?” tanya Kornel.
Ia katakan, jangan hanya bicara lahan yang bersengketa, lalu tiba-tiba Tim Terpadu bicara tentang IMB. “Hal itulah dijadikan Tim Terpadu sebagai pintu masuk melakukan penggusuran hari ini. Sebenarnya ini adalah sengketa lahan,” ujar Kornel.
Selanjutnya, Kornel menjelaskan bahwa jika terjadi sengketa lahan di Batam maka ada ketentuan hukumnya.
Lalu dia menyebut aturan hukumnya dimana berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Kota Batam.
Lebih jauh Kornel mengatakan berdasarkan aturan itu BP Batam harus melakukan ganti rugi terhadap bangunan warga, tanam-tumbuh dan tanah yang dikuasai oleh masyarakat. Tetapi karena ini telah diserahkan kepada perusahaan maka sesuai dengan Perka BP Batam (Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Batam) Nomor 27 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pengalokasian Lahan mengamanatkan perusahaan penerima alokasi lahan harus melakukan ganti rugi.
“Hal itu juga seharusnya dilakukan oleh PT Harmoni Mas dalam perjanjian mendapatkan lahan itu dengan BP Batam (perjanjian Pasal 2 ayat 1) diterangkan tugas mereka mengganti rugi kepada masyarakat,” kata Kornel.
Kornel memaparkan bahwa PT Harmoni Mas juga sudah berniat mengganti rugi kepada warga yang terdampak penggusuran tersebut, namun angka yang ditawarkan pihak perusahaan terlalu kecil atau tidak sesuai harapan masyarakat.
“Kenapa warga menolak tawaran perusahaan (PT Harmoni Mas)? Karena apa yang ditawarkan itu jauh dari perjanjian yang sudah ada (perjanjian antara warga terdampak penggusuran dengan PT Harmoni Mas yang dibuat pada 27 Mei 2016). Dalam perjanjian disebutkan PT Harmoni Mas akan melakukan ganti rugi sesuai dengan kondisi fisik bangunan di lapangan. Kami ini beda dengan ruli yang diganti rugi ala kadarnya saja. Kami punya perjanjian dengan PT Harmoni Mas. Hal itu yang diminta oleh masyarakat kepada PT Harmoni Mas,” ucap Kornel.
Kornel berharap kepada BP Batam supaya lebih tegas kepada PT Harmoni Mas perihal ganti rugi yang ideal untuk bangunan milik warga Sungai Nayon yang terdampak penggusuran dari Tim Terpadu Kota Batam.
“Kalau perusahaan tidak sanggup melakukan ganti rugi maka seharusnya PL (pengalokasian lahan) dicabut oleh BP Batam, namun hal tersebut tidak pernah dilakukan,” ujar Kornel.
Lagi-lagi Kornel menuding bahwa “Muhammad Rudi (Walikota Batam dan pejabat Ex-Officio) lebih mementingkan soal bisnis. Jadi BP Batam ini sebaiknya dibubarkan saja karena kerap membuat masalah”, ujarnya.
Patut diketahui bahwa PT Harmoni Mas mendapatkan pengalokasian lahan (PL) dari BP Batam (yang kala itu bernama Otorita Batam alias OB) dengan luas 51,8 hektare PL nomor: 23.21030118.C1 yang diterbitkan pada 03 Februari 2003. Namun seiring berjalannya waktu PL induk seluas 51,8 hektare dipecah-pecah yang salah satunya PL nomor: 221.23.21030118.C1.002.C1 (dikeluarkan pada 05 Juli 2021) oleh BP Batam. Namun saat pemecahan PL itu telah terjadi revisi luas (penambahan luas lahan) dan koordinat gambar PL nomor: 23.21030118.C1 (merupakan PL induk).
Kornel menduga kuat bahwa pemecahan PL tahun 2021 telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pihak BP Batam sehingga muncul revisi luas lahan dan titik koordinat lahan PT Harmoni Mas.
“Ada penyalahgunaan wewenang dalam pemecahan PL itu karena ada penambahan luas. Berdasarkan peraturan Kepala BP Batam pecah PL dari PL induk menjadi bagian-bagian yang lebih kecil tanpa menambah luas lahan tersebut. Ini ada penambahan atau revisi luas dan titik koordinat,” kata Kornel.
Kornel menyebutkan sampai saat ini PT Harmoni Mas tidak memiliki sertifikat tanah di atas tanah seluas 2,1 hektare yang berlokasi di Sungai Nayon. “Terhadap lahan di lokasi penggusuran PT Harmoni Mas belum memiliki sertifikat. Sebenarnya BP Batam sudah memberikan rekomendasi penerbitan sertifikat atas lahan tersebut namun kita sudah blok di BPN sebab lahan tersebut sedang sengketa. Dengan demikian BPN Batam belum menerbitkan sertifikat atas lahan tersebut kepada PT Harmoni Mas,” ucap Kornel.
Kornel juga menambahkan pada tahun 2022 telah terjadi kesepakatan untuk kerjasama antara PT Harmoni Mas dengan PT Kammy Mitra Indo dengan maksud membangun ‘Izzy Residence’ yang terdiri dari perumahan dan ruko.
Bertolak dari kerja sama PT Harmoni Mas dan PT Kammy Mitra Indo maka terjadilah peristiwa pemagaran disertai SP1, SP2 dan SP3 hingga penggusuran oleh Tim Terpadu Kota Batam.
Selanjutnya Kornel menerangkan bahwa dengan ada proses penggusuran oleh Tim Terpadu ini maka pihaknya akan menempuh jalur gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Batam dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang.
“Kemarin sudah kami layangkan upaya administrasi keberatan kepada BP Batam dan tinggal menunggu saja berdasarkan waktu yang diamanatkan Undang-undang. Jikalau upaya administrasi keberatan itu tidak mendapatkan jawaban maka disimpulkan keberatan kami ditolak. Berdasarkan itu maka kami akan berjuang melalui jalur PTUN di awal tahun 2023 mendatang. Kami berharap pengalokasian lahan 2,1 hektare dicabut oleh lembaga peradilan Tata Usaha Negara,” ujar Kornel.
Kornel menyebutkan gugatan wanprestasi juga akan dilayangkan ke PN Batam perihal perjanjian tahun 2016 antara PT Harmoni Mas dengan perwakilan warga (Rajali dan Tiras Siahaan).
Dalam kesempatan itu, Kornel menegaskan bahwa sampai penggusuran dilakukan belum ada ganti rugi yang diterima oleh masyarakat yang memiliki bangunan di Sungai Nayon.
Sengketa Lahan di Sei Nayon Sejak Tahun 2003
PT Harmoni Mas mendapat PL dari Otorita Batam pada 03 Februari 2003 dengan nomor PL: 23.21030118.C1 dengan luas lahan 51,8 hektare. Kala itu lahan milik PT Harmoni Mas masih berupa perairan yang terdapat tanaman kayu bakau.
Lahan tersebut tidak kunjung digarap atau dibangun oleh PT Harmoni Mas sehingga ada beberapa masyarakat bernama Rajali dan Tiras Siahaan mulai menggunakan lahan tersebut. Keduanya berinisatif untuk menimbun wilayah itu supaya layak untuk mendirikan bangunan. Seiring berjalannya waktu semakin banyak jumlah masyarakat Kota Batam yang berdomisili di sana.
Setiap masyarakat yang hendak mendirikan pemukimannya diketahui harus bertemu dengan Rijali dan/atau Tiras Siahaan. Supaya mendapatkan sepetak tanah harus memberikan sejumlah uang yang bervariasi.
Waktu demi waktu berjalan menjadikan ratusan bangunan yang berdiri di Sungai Nayon tetapi tidak memiliki legalitas yang sah dari pemerintah. Mereka hanya mengantongi kuitansi pembelian lahan dari Tiras dan/atau Rijali. Diduga BP Batam tidak memperbolehkan warga yang berdomisili di Sungai Nayon untuk mengurus legalitas lahan tersebut karena sudah dialokasikan kepada PT Harmoni Mas.
Selanjutnya pada tahun 2015 terjadi sengketa lahan antara PT Harmoni Mas dengan warga. Kala itu perusahaan mengklaim lahan miliknya sebatas teras ruko milik warga sehingga Tiras Siahaan melakukan penimbunan guna pengkavelingan.
Alhasil di tahun 2016 sengketa lahan terjadi antara warga dengan PT Harmoni Mas. Delegasi antara warga dan PT Harmoni Mas bertemu dan meracik surat perjanjian ganti rugi yang adil terhadap bangunan milik warga.
Walaupun perjanjian sudah dibuat namun PT Harmoni Mas tidak mampu merealisasikannya. Selanjutnya PT Harmoni Mas malah membangun kesepakatan kerja sama dengan PT Kammy Mitra Indo untuk membangun perumahan dan ruko dengan nama Izzy Residence.
PT Kammy Mitra Indo merupakan developer Izzy Residence yang diduga menstimulus Tim Terpadu Kota Batam untuk bergerak melakukan penggusuran terhadap 22 ruko dan 5 rumah di Sungai Nayon pada Rabu (28/12). (Joni P)