Keberadaan Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) menjadi isu panas akhir-akhir ini dalam pemantauan BatamNow.com.
Isu di atas mengemuka pasca Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) Nomor 11 Tahun 2020 atau UU Omnibus Law, terbit.
Tak sedikit berasumsi, akan ada beberapa perubahan kebijakan signifikan di BP Batam dan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) di Kepri setelah UU Ciptaker itu diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berbagai opini panas menggelinding menambah panasnya suasana masa kampanye Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Batam, maupun Provinsi Kepri.
Untuk membahas kemungkinan-kemungkinan perubahan signifikan itu BatamNow.com meminta tanggapan Dr Ampuan Situmeang S.H., M.H., Senin (09/11).
Apa saja hal signifikan yang akan terjadi atas beberapa perubahan KPBPB di UU Ciptaker?
Terkait dan hal-hal yang signifikan yang kemungkinan terjadi, itu relatif. Artinya tergantung dari sisi mana kita menilainya.
Satu hal, misalnya, apakah kemungkinan PP 62/2019 tentang Jabatan Kepala BP Batam Ex Officio Wali Kota Batam berubah?
PP 62 tahun 2019 itu memang pasti akan berubah seiring dengan terbitnya UU 11/2020 tentang Cipta kerja. Itu kalau ditanya soal perubahan.
Yang jelas legitimasi lahirnya PP 62/2019, sempat kontroversi.
Kontroversinya di mana. Kan sudah berjalan dengan baik?
Sebelumnya, DPR dan Ombudsman kan sempat menyurati resmi Presiden RI, agar PP 62 itu tidak diterbitkan, karena disamping bertentangan dengan beberapa UU termasuk UU Otonomi Daerah, Pengelolaan Keuangan, dan UU lainnya, juga persoalan dengan penataan kewenangan pemerintahan di Batam.
Namun, pemerintah tetap menerbitkan PP itu. Dan kemudian, kabinet pemerintahan berganti. Menko Perekonomian juga diganti.
Apakah hanya DPR dan Ombudsman yang menentang ketika itu? Apakah ada pihak lain dari daerah?
Tadinya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri dan Batam berkeberatan atas terbitnya PP 62/2019 itu. Sudah hampir mau diuji materi ke Mahkamah Agung RI, tapi karena satu dan lain hal, tiba-tiba gugatan uji materi itu batal diajukan ke Mahkamah Agung (MA).
Maka untuk penataan masa depan Batam dalam kewenangan pembangunan menjadi penting dibahas oleh semua pihak yang berkepentingan di Provinsi Kepri ini.
Urgensinya seperti apa?
Ke depan ada beberapa gagasan pemerintah: Pertama, mengintegrasikan FTZ-BBKT, dan BP-nya di satukan, ini sekarang sedang dirumuskan di pusat pemerintahan dalam hal ini Kementerian Perekonomian.
Kedua, akan membuat Provinsi Kepri menjadi Provinsi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), karena pengintegrasian FTZ-BBKT itu akan dikolaborasikan dengan wilayah otonomi daerah. Ini penting dikoordinasikan dalam regulasi yang dapat menimbulkan harmonisasi dan penyelarasan, supaya implementatif, semua kebijakan yang di atur dalam UU Cipta Kerja.
Bisa dijelaskan secara konkrit implementasi dari KPBPB di UU Ciptaker itu?
Setelah selesai perhelatan Pilkada Kepri, maka akan kelihatan arus pendapat mengenai implementasi dan relevansi dari PP 62 tahun 2019 tersebut.
Apakah melalui UU No 11/2020 tentang Ciptaker ini, dapat dipastikan bahwa PP 62/2019 akan dicabut oleh PP yang kemudian akan diterbitkan lagi PP sebagai implementasi UU Ciptaker?
Mengenai “kepastian” dalam implementasi UU Ciptaker itu, relatif, namun juga tidak tertutup kemungkinan berbeda.
Makanya tanggapan saya, begini: tergantung dari sisi regulasi mana kita menanggapinya.
Kalau misalnya, pertanyaannya begini: kalau nanti berdasarkan UU Ciptaker itu jadi diintegrasikan (disatukan) mejadi FTZ-BBKT, di mana BP-nya? BP Batam-nya, apakah namanya masih tetap?
Logikanya tak pas, karena bersinggungan dengan UU Otonomi Daerah. Kecuali kalau tidak jadi diintegrasikan maka ex officio itu dapat saja tetap berlangsung.(*)
Inilah pasal pasal perubahan tentang KPBPB yang termaktub dalam UU Ciptaker.
Dalam Bagian Ketiga, tentang Kawasan Perdagangan Bebas (KPBPB), paragraf 2 pasal 152 di UU No 11 Tahun 2020 atau UU Ciptaker mencantumkan beberapa perubahan pasal-pasal KPBPB di Kepri (Batam, Bintan dan Karimun/ BBKT).
Antara lain;
1.Pada pasal (6) di UU 36 Tahun 2000, tentang KPBPB terdapat 3 ayat.
Di UU Ciptaker hanya ada 2 ayat, yaitu:
Ayat (1), “Presiden menetapkan Dewan KPBPB di daerah yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan”.
Dan ayat 2 (dua) menjelaskan, akan diterbitkan lagi Peraturan Pemerintah (PP) mengenai penetapan Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu).
Sedangkan dua ayat yang dihapus di pasal (6) UU lama ini, yakni ayat yang menyebut: “Ketua dan anggota Dewan Kawasan ditetapkan oleh Presiden atas usul Gubernur bersama sama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)”. Ayat ini dihapus.
Dan, masa kerja Ketua dan Anggota Dewan Kawasan selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan: juga dihapus.
Soal mekanisme penunjukan Ketua Dewan Kawasan, dan Anggota Dewan Kawasan akan diatur kemudian dalam PP.
2. Kemudian pada pasal 7 ayat (3) di UU Ciptaker, mengenai pembentukan Dewan Kawasan dan Kepala dan Anggota BP Batam juga akan diatur dalam PP.
Ayat (3) di pasal 7 UU lama disebut “masa kerja Ketua dan Anggota dan Dewan Kawasan selama 5 tahun dapat diangkat kembali 1 (satu) kali masa jabatan”. Ketentuan ayat itu DIHAPUS.
Ayat-ayat mengenai pembentukan Kepala BP dan Anggota inilah yang memantik perdebatan panas di tengah publik sekarang, sebagaimana dirangkum dengan bermacam tafsir sebagaimana terpantau BatamNow.com.
Namun jawaban pasti seperti apa bentuknya tinggal menunggu PP terbarunya lagi.
Bisa jadi PP yang keluar nanti menguatkan PP 62 tahun 2019 tentang perubahan kedua PP 47 tahun 2007, tentang KPBPB, atau jangan-jangan akan ada perubahan signifikan lagi.
KPBPB di UU Ciptaker (ketentuan pasal 10 UU lama) hanya ada 2 ayat. Dimana di UU sebelumnya hanya 1 (satu) ayat.
Pasal 10 ayat (1) UU 36 Tahun 2000 KPBPB menyebut, “untuk memperlancar kegiatan KPBPB, Badan Pengusahaan diberi wewenang mengeluarkan Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya yang diperlukan para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di kawasan KPBPB melalui pelimpahan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Sementara di UU Ciptaker pasal 152 frasa dikalimat terakhir,”…pelimpahan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”: DIHAPUS.
Lalu ditambah di UU Ciptaker 1 (satu) ayat bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Juga tentang frasa Perizinan Berusaha dan perizinan lainnya. Apakah ada maksud spesifik di PP itu nanti? Misalnya, berbagai perizinan akan dialihkan kembali menjadi wewenang BP Batam yang selama ini sudah di tangan Pemko Batam?
Kita juga masih menanti PP-nya keluar.
Pada pasal 11, UU 36 Tahun 2000 tentang KPBPB, terdapat 7 ayat. Sementara di UU Ciptaker menjadi 8 ayat.
Perubahan ada pada ayat (4) ketentuan pasal (11) sebagai berikut;
“Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KPBPB melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean diberi pembebasan bea masuk, pembebasan pajak pertambahan nilai dan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah, dan pembebasan cukai.”
Di UU Ciptaker frasa “…dan pembebasan cukai” dihapus.
Ada satu ayat tambahan di ayat (5) di UU Ciptaker pasal 152 menyebut “Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk juga pembebasan cukai diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang belaku”.
Dalam ayat (6) pasal 11 UU 36 Tahun 2000 disebut, “Pemasukan barang konsumsi dari luar daerah Pebean untuk kebutuhan penduduk di KPBPB diberi pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah dan, cukai”.
Bedanya di UU Ciptaker pasal 152, frasa terakhir, “…pembebasan cukai” DIHAPUS.
Sementara, ada satu ayat yang menarik di dalam UU Ciptaker, yakni ketentuan di UU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pasal 48 ayat 5, (pasal 152 UU Ciptaker) : KPBPB yang TIDAK ditetapkan menjadi KEK yang lokasinya terpisah dari pemukiman penduduk dapat diterapkan lalu lintas barang dan/ atau diberikan fasilitas dan kemudahan KEK.
Artinya pasal-pasal di UU ini sangat rileks dan akomodatif benar. Kawasan industri di KPBPB yang tak ditetapkan KEK, tapi jauh dari pemukiman penduduk mendapat fasilitas KEK.
Namun, akan ada yang iri dari ketentuan ini karena masih ada kawasan industri di KPBPB yang masih dekat dengan pemukiman penduduk. Tapi tak dijelaskan apa sanksinya.
Meski demikian menurut UU Ciptaker, masih akan diatur lagi dalam PP yang akan diterbitkan kemudian.(JS)