BatamNow.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset.
“Ya, harapannya mudah-mudahan di tahun 2023 ini bisa kemudian masuk di program legislasi nasional prioritas,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, dikutip Tempo.co, Jumat (10/02/2023).
Ali menyebut RUU yang didukung langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dinilai mampu memberikan efek jera kepada para koruptor.
“Kalau kita lihat dari rancangan serta materi undang-undang itu sangat bagus sekali sebagai supporting system penegakan hukum,” ujar dia.
Meski RUU Perampasan Aset belum kunjung disahkan, Ali mengatakan KPK tak kehabisan akal agar mengusahakan hukuman tambahan kepada koruptor agar menimbulkan efek jera. Ia menyebut KPK selalu mengusahakan agar terdakwa korupsi dihukum membayar uang disamping juga mendapat hukuman kurungan badan.
“Ya sekarang KPK lakukan adalah melalui jalur putusan pengadilan melalui uang pengganti, melalui denda, melalui perampasan aset hasil tindak pidana yag dilakukan asset tracing KPK,” kata Ali.
Namun, Ali juga mengatakan KPK masih berharap agar RUU Perampasan Aset tersebut bisa segera disahkan. Sebab, kata dia, RUU Perampasan Aset tersebut bisa lebih meningkatkan efektivitas penjeraan bagi para pelaku korupsi.
“Ke depan kalau memang undang-undang itu disahkan, saya kira ini sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi sebagai efek jera melalui penindakan,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi kembali menyerukan kepada jajarannya berserta DPR agar segera mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset pada Selasa (07/02). Hal itu disampaikan Jokowi dalam menanggapi merosotnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2022 yang dirilis oleh Transparency International Indonesia.
“Agar segera diundangkan,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta,
Dalam penilaian Transparency International, Indonesia mendapatkan angka 34 yang menunjukkan penurunan empat poin dari 2021 yaitu 38. Poin tersebut juga membuat posisi IPK Indonesia melorot ke posisi 110 dari 180 negara. Padahal pada 2021 Indonesia berada di posisi 96. (*)