BatamNow.com, Jakarta – Akhir-akhir ini banyak politisi bersuara soal mendesaknya ketersediaan air minum yang salah satunya digunakan untuk kebutuhan minum warga. Suara mereka lantang membahana hingga dunia internasional.
“Harusnya Anggota DPR RI diajak melihat langsung penderitaan warga Batam akibat pendistribusian air minum yang tidak lancar,” kata Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Hendardi kepada BatamNow.com, di Jakarta, Kamis (16/02/2023).
Menurutnya, dengan melihat langsung dan mendengar aspirasi warga, diharapkan DPR bisa memberi solusi terhadap persoalan tersebut. “Harusnya legislator daerah pemilihan Kepri juga aktif memperjuangkan agar warga Batam bisa mendapatkan akses air minum yang kontinu, tanpa macet-macet,” tukas Hendardi.
Soal pentingnya akses air minum ini salah satunya dilontarkan Ketua DPR RI Puan Maharani pada sidang parlemen internasional di Markas Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, Selasa (14/02) waktu setempat. “Kehadiran akses air bersih merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi seluruh orang,” katanya.
Puan menegaskan, akses ke air bersih dan sanitasi termasuk HAM yang mendasar. Ini juga menjadi salah satu poin dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yakni, terdapat pada sektor lingkungan hidup untuk memastikan masyarakat mencapai akses universal air bersih dan sanitasi.
Dikatakannya, akses fasilitas air bersih di Indonesia merupakan tanggung jawab negara kepada rakyat. Hal tersebut untuk memastikan keterjangkauan layanan air bersih bagi masyarakat. “Bagi kami, keterjangkauan sama pentingnya dengan ketersediaan dan aksesibilitas,” tuturnya.
Puan mengakui, anggaran Pemerintah Indonesia hanya dapat menutupi 30% dari total USD 40 miliar yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur air dan sanitasi bagi rakyat Indonesia. Puan menambahkan, Indonesia juga memberikan prioritas kepada badan usaha milik negara untuk membangun fasilitas air.
“Kami juga terbuka bagi swasta untuk berinvestasi di fasilitas air, dengan tetap menjaga keterjangkauan air bagi konsumen. Di luar pembiayaan, kita juga membutuhkan lingkungan pendukung yang kuat. Hal ini membutuhkan kebijakan dan regulasi yang efektif, bersama dengan institusi yang transparan dan akuntabel,” ungkap cucu Proklamator Bung Karno ini.
Legislator asal Jawa Tengah ini menilai, parlemen memainkan peran penting, baik dari fungsi legislatif, pengawasan, dan anggaran.
Di sisi lain, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menegaskan, salah satu tantangan global yang harus segera diurai adalah kebutuhan air bersih dan sanitasi yang layak. Kedua aspek tersebut sangat erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat.
“Saya melihat upaya untuk menyediakan akses yang luas terhadap air minum dan sanitasi terhambat. Di antaranya oleh ketidaksetaraan atau bahkan kurangnya infrastruktur, keterbatasan inovasi dan teknologi, keterbatasan finansial, ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air serta pengelolaan dan tata kelola air yang buruk,” kata Fadli dalam siaran persnya, Rabu (15/02) kemarin.
Dia menegaskan, pentingnya melipatgandakan komitmen politik untuk menyediakan air minum bersih, sanitasi dan pelayanan kesehatan untuk mengatasi semua hambatan tersebut, disamping pembangunan infrastruktur air dan sanitasi tetap harus diutamakan.
Peran parlemen, lanjutnya, sangatlah penting, di mana DPR memiliki mandat untuk terus menyuarakan kebutuhan dan hak publik termasuk hak atas air minum, sanitasi, dan layanan kesehatan yang bersih, mudah diakses dan terjangkau. Indonesia mendukung terciptanya tata kelola air bersih yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan efisiensi.
“Kami juga menekankan perlunya pendekatan pengelolaan air terpadu dan pentingnya kerja sama dalam pengelolaan sumber daya air,” imbuhnya.
Suara kedua legislator ini nampaknya begitu merdu untuk bagaimana memperjuangkan keberlanjutan penyaluran air minum dan air bersih terhadap warga. Ada baiknya mereka datang ke Batam, Kepri, terlebih dahulu, untuk melihat bagaimana banyak warga yang kehilangan kesempatan memperoleh air minum lantaran sistem penyediaan air minum (SPAM) yang dikelola BP Batam kerap macet. Akibatnya, pendistribusian air minum ke sebagian warga hanya bisa dilakukan tengah malam hingga dini hari (pukul 01.00 WIB – 04.00 WIB).
Bahkan, sebelumnya sebagian warga di Kecamatan Nongsa, terpaksa menampung air hujan atau mengambil air di kubangan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut. SPAM Batam yang operasionalnya ditanggungjawabi oleh konsorsium PT Moya Indonesia dan PT PP (Persero) Tbk ini, nampaknya cuek-cuek saja.
Dengan entengnya, Kabiro Humas BP Batam Ariastuty Sirait, yang konon berharta Rp 3,8 miliar tersebut (berdasarkan LHKPN 2022), mengatakan, BP Batam dan PT Moya Indonesia telah menyiapkan mobil tangki air bersih untuk pelanggan yang mengalami gangguan suplai air bersih selama 1×24 jam. Apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan air warga selama 24 jam, sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP)122 Tahun 2015, di mana kontinuitas aliran air tak boleh mati selama 24 jam per hari?
Bahkan, resolusi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 2010 menyatakan, hak atas air dan sanitasi sebagai HAM. Selain resolusi No 64/292, komentar umum (General Comment) PBB No 15 menegaskan bahwa hak atas air memberikan hak setiap orang atas air minum yang memadai, aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik dan mudah didapatkan untuk penggunaan personal dan domestik.
Berkaca pada ketentuan tersebut, bisakah dikatakan BP Batam melanggar HAM? Sebab faktanya tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar warga Kota Batam akan air minum. Bahkan, ketika warga komplain, dengan santai Muhammad Rudi Kepala BP Batam ex-offico yang juga menjabat sebagai Wali Kota Batam mengeluarkan jurus ‘jebakan Batman’, dengan mewacanakan kenaikan tarif air minum, di mana dananya akan dipakai untuk mengganti pipa-pipa air minum yang katanya sudah kekecilan. (RN)