BatamNow.com, Jakarta – Ekspor babi ke Singapura bisa berlanjut dengan syarat yang dikirim tidak dalam bentuk hewan hidup, melainkan dagingnya saja.
“Singapura siap membuka kembali impor babi, namun hanya dalam bentuk karkas atau daging utuh dari Pulau Bulan, Batam, Kepri,” kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian Nasrullah, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Sabtu (06/05/2023).
Hal tersebut, ungkapnya, merupakan hasil diskusi yang dilakukan antara Otoritas Pangan Singapura (Singapore Food Agency/SFA) dengan Kementerian Pertanian melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), secara daring, beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, sebelumnya, SFA menemukan adanya ternak babi yang selama ini diekspor dari Pulau Bulan ke Singapura terjangkit virus demam babi Afrika (African Swine Fever/ASF).
“Prinsipnya mereka (Singapura) siap membuka kembali impor babi dalam bentuk karkas dari Pulau Bulan, Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, ini merupakan kabar baik, khususnya bagi para peternak babi di Pulau Bulan. “Sementara ini ekspor babi masih ditutup, tapi kedepan sudsh diperbolehkan (ekspor) kembali dalam bentuk karkas masih sangat terbuka,” sebut Nasrullah.
Dikatakannya, kebutuhan daging babi di Singapura cukup tinggi dan selama ini Pulau Bulan merupakan penyuplai terbesar kebutuhan babi bagi Singapura. Karenanya, Singapura tetap berharap ekspor babi dari Pulau Bulan bisa kembali berjalan.
Tim Investigasi
Di sisi lain, Kementan melalui Direktur Kesehatan Hewan Nuryani Zainuddin, selaku Otoritas Veteriner Nasional Indonesia telah menurunkan tim investigasi langsung ke peternakan babi di Pulau Bulan guna menindaklanjuti temuan kasus ASF di sana.
“Selama 4 hari tim investigasi turun ke Pulau Bulan untuk melakukan pengecekan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, tim investigasi tersebut terdiri dari staf Direktorat Kesehatan Hewan, Balai Veteriner Bukittinggi, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan Kepri serta Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Tanjung Pinang.
“Tim mengambil sampel dan melakukan uji laboratorium di Laboratorium Veteriner Kementan di Bukittinggi. Hasilnya, memang ditemukan adanya kasus ASF di salah satu perusahaan peternakan,” jelasnya.
Langkah selanjutnya, berkoordinasi dengan Otoritas Veteriner Provinsi Kepri, tim memutuskan melakukan pembatasan lalu lintas babi hidup dan produknya dari Pulau Bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Selain itu tim juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan depopulasi, disposal, dan disinfeksi,” bebernya.
Sebelumnya, kata Nuryani, Kementan telah menetapkan peternakan menjadi Kompartemen Bebas ASF. Itu sebagai salah satu upaya menghindari masuknya ASF.
“Kementan telah menyepakati adanya 22 unit di dalam peternakan di Pulau Bulan sebagai sub-kompartemen bebas ASF. Sehingga apabila ada salah satu unit perusahaan terkena ASF, unit lain yang tidak terkena masih dapat melanjutkan ekspor ke Singapura,” serunya.
Dia menambahkan, pihaknya telah melakukan pendampingan dan penilaian terkait implementasi biosekuriti dan manajemen kesehatan hewan di Pulau Bulan, sehingga kemudian status kompartemen bebas ASF kita berikan.
Dikatakannya, Kementan telah berkoordinasi dengan unit perusahaan yang terkena ASF untuk lebih meningkatkan penerapan biosekuriti dan rencana kontinjensi saat ada kasus sebelum mengajukan kembali sebagai kompartemen bebas ASF, serta melakukan Tindakan Mitigasi dan Linimasa Ekspor.
Perusahaan ternak baik di Pulau Bulan, lanjutnya, telah menindaklanjuti dengan menerapkan kontingensi plans (rencana kontingensi) yaitu, melakukan culling pada unit produksi, proses pembersihan dan desinfeksi pada unit yang telah selesai dilakukan culling sesuai Standar Operasional Prosedur Kompartemen. (RN)