BatamNow.com, Jakarta – Tak ada sedikit pun pemikiran warga Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Batam, untuk mundur, menghadapi isu penggusuran atau relokasi terkait lahan yang telah mereka diami sejak 182 tahun silam tersebut.
“Akan kami pertahankan sampai titik darah penghabisan. Ini tanah adat dari nenek-nenek moyang kami dan akan terus sampai anak-cucu kami,” kata Ketua Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) Gerisman Achmad, ketika ditemui BatamNow.com di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (19/06/2023).
Secara khusus, Gerisman menyayangkan sikap Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang terkesan tidak menganggap keberadaan mereka. “Kami seolah-olah dianaktirikan. Tidak dianggap oleh Pemkot Batam dan BP Batam. Ironis sekali! Padahal, setiap Pemilu atau Pilkada, ada juga kok tempat pemungutan suara (TPS) di daerah kami,” tukasnya.
Dia menambahkan, kedatangan warga Rempang ke Jakarta, untuk meminta Pemerintah Pusat bisa memberi atensi terhadap perjuangan mereka. “Kami hanya menuntut apa yang menjadi hak kami. Presiden Jokowi selalu menyatakan pemerintahannya begitu concern membela masyarakat adat, sementara kami di Rempang, malah mau digusur. Kami meminta keadilan dan perhatian Pemerintah Pusat,” tukas Gerisman.
Dirinya menegaskan, warga Rempang tidak anti terhadap investasi. Hanya saja, lanjutnya, pihaknya meminta kawasan 16 kampung tua yang memiliki luasan sekitar 15-20 hektare tidak direlokasi.
“Bagaimana pertanggungjawaban kami terhadap anak-cucu nanti kalau harus digusur? Kami sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Investasi tidak harus jadi menggusur kampung kami. Silakan saja kalau ingin mengembangkan kampung kami, tapi kami jangan sampai digusur,” tegasnya.
Dia mengaku, sejak awal rencana dan penandatanganan investasi di Rempang, warga sama sekali tidak dilibatkan. “Harusnya itu disosialisasikan, tapi nyatanya kami tidak dianggap oleh Pemkot maupun BP Batam. Pembahasan soal investasi sudah beberapa kali dilakukan, kami sama sekali tidak dilibatkan. Jujur, kami sangat sakit hati tidak diperlakukan sebagai manusia oleh Walkot Batam yang juga Kepala BP Batam ex-officio,” tutur Gerisman sedih.
Seperti diberitakan sebelumnya, telah diteken kesepakatan pengelolaan lahan kepada investor, dalam hal ini PT Makmur Elok Graha (MEG) anak perusahaan Grup Artha Graha milik taipan Tomy Winata dengan BP Batam disaksikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni, di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta.
Terakhir, Pemkot Batam meminta dukungan dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Kabarnya, pada Juli 2023 ini mulai dilakukan ‘bersih-bersih’ sebagai tahap awal dimulainya pembangunan kawasan tersebut.
“Kami tidak akan tinggal diam dan membiarkan kami digusur dari tanah kami. Sampai tetes darah terakhir pun akan kami perjuangkan apa yang menjadi hak kami, sebagai masyarakat adat di Rempang dan sekitarnya,” tukas Gerisman. (RN)