BatamNow.com, Jakarta – Proyek optimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), yang menelan dana sekitar Rp 9,49 miliar, telah rampung sejak 2022 lalu.
SPAM yang menggunakan teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) yakni, mengolah air laut menjadi air tawar dengan kualitas memenuhi baku mutu air minum ini, melayani 438 Sambungan Rumah atau setara dengan 1.752 jiwa.
Direktur Air Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR Ir Anang Muchlis menjelaskan, SPAM di Pulau Penyengat mulai dibangun pada tahun 2015 dengan kapasitas 1,5 liter per detik.
Lalu, pada tahun 2022 dilakukan optimalisasi oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Kepulauan Riau, Ditjen Cipta Karya, dengan menambah kapasitas layanan menjadi 2,5 liter per detik, serta penyempurnaan sistem produksi teknologi SWRO.
“Kami memahami bahwa sarana dan prasarana air minum merupakan infrastruktur dasar yang memberikan pengaruh vital pada kesehatan dan lingkungan. Oleh karenanya, pemenuhan kebutuhan air minum menjadi salah satu prioritas,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/07/2023).
Menurutnya, dengan menghadirkan air minum yang baik kualitasnya diharapkan tingkat kesehatan manusia akan semakin baik. Begitu juga angka stunting pada anak dan balita akan menurun.
Anang menguraikan, penggunaan teknologi SWRO, di mana air laut diambil pada jarak kurang lebih 200 meter dari garis pantai dengan menggunakan pipa bawah laut. Selanjutnya, air diolah menggunakan membran nano filter yang menghasilkan air tawar dengan kualitas memenuhi baku mutu air minum.
Setelah diolah, air lalu didistribusikan dengan pipa High Density Polyethylene (HDPE) yang menggunakan sistem gravitasi, sehingga aliran dapat berjalan 24 jam secara kontinu berkapasitas 2,5 liter per detik.
SPAM Batam
Kondisi berbeda ditemui di Batam, dimana SPAM yang ada di wilayah tanggung jawab Badan Pengusahaan (BP) Batam tersebut jauh dari kata maksimal, bahkan cenderung amburadul, di mana banyak warga yang tidak mendapatkan pelayanan air minum secara maksimal. Boro-boro bisa teraliri 24 jam, kadang bisa mati berhari-hari. Bahkan ada beberapa wilayah yang bertahun-tahun airnya mengalir saat tengah malam hingga dini hari saja.
Ironisnya, Wali Kota ex-officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi, tampaknya santai-santai saja ketika ada warganya yang kekurangan air minum. Ia bahkan terkesan tak mau ambil pusing dengan penderitaan warganya yang harus menampung air hujan gegara matinya SPAM.
Rudi ngotot merevitalisasi jaringan pipa air dan Water Treatment Plant (WTP) yang ditaksir berbiaya Rp 4,5 triliun.
Meski hal itu dibantah oleh Presiden Direktur (Presdir) PT Adhya Tirta Batam (ATB) Benny Andrianto, yang mengatakan, setelah masa konsesi mereka berakhir, jaringan perpipaan dalam kondisi baik ketika diserahkan ke BP Batam. Semua, kata Benny, dengan prosedural mulai dari verifikasi dan validasi oleh PT Surveyor Indonesia sebagai pihak yang berkompeten.
“Pemerintah Daerah tidak bisa mengabaikan keberadaan air minum karena itu merupakan hak asasi manusia. Tidak boleh lepas tangan begitu saja. Pemenuhan air minum merupakan hak asasi yang menjadi tanggung jawab negara, baik pemerintah pusat maupun daerah,” kata Anang memperingatkan.
Menurutnya, untuk memperbaiki jaringan perpipaan jelas butuh dana yang tidak sedikit. “Besar sekali kebutuhan dana dan tingkat kerumitan dalam pengerjaannya karena tentu kondisi wilayah sudah berbeda,” kata Anang.
Dirinya mendorong Pemda kreatif untuk mencari sumber-sumber air baku yang baru dan mengolahnya untuk bisa menjadi air minum yang layak dikonsumsi masyarakat. “Jangan terpaku pada sumber air yang ada, sebab bisa saja terjadi penurunan debit air di sumber tersebut. Harus bisa melakukan terobosan, mencari sumber-sumber air lainnya yang bisa diolah,” serunya.
Entah apa yang dikejar Muhammad Rudi yang bakal maju sebagai calon gubernur Kepri pada Pemilu 2024 ini. Ia begitu ngotot mau mengganti jaringan perpipaan berbiaya triliunan rupiah. Padahal, ada alternatif lain yang bisa dikerjakan. (RN)