BatamNow.com – Sengkarut pengelolaan, pelayanan Pelabuhan Kargo di Batam, khususnya di polemik besaran biaya jasa bongkar muat peti kemas (kontainer) diungkap saat diskusi talkshow Lipsus BatamPos yang ditaja baru-baru ini.
Bahkan dari pemaparan para narasumber di acara talkshow itu disebut banyak “hantu” di sela mekanisme pelayanan di pelabuhan kontainer di Batu Ampar, Batam.
Sosok “horor” ini diduga jaringan pelaku kartel yang sudah lama sebagai “penguasa” yang menciptakan kondisi praktik bisnis tidak sehat di pelabuhan kargo yang dimiliki BP Batam.
Tentang fakta pola bisnis tak sehat di pelabuhan kargo tersebut, dinarasikan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Provinsi Kepri Marthen Tandirura dan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam Rafki Rasyid.
Selain dua petinggi asosiasi pengusaha ini, tampak hadir dalam talkshow itu, Ketua Aliansi Maritim Indonesia (ALMI) Osman Hasyim dan General Manager Unit Usaha Pelabuhan Barang pada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam Ferry Wise Manullang.
Materi yang dibahas menukik ke polemik kenaikan tarif jasa bongkar muat kontainer yang akhirnya urung diberlakukan.
Jauh sebelumnya, Direktur BUP BP Batam Dendi Gustinandar dan lewat publikasi masif Kabiro Humas Ariastuty Sirait mengumumkan kenaikan tarif jasa bongkar muat kontainer akan diberlakukan mulai 15 Juli 2023.
Rencana kenaikan tarif itu pun spontan saja memantik protes penolakan dari para pengusaha pengguna kontainer lewat asosiasi masing-masing. Menjadi polemik. Ramai.
Para pengusaha itu menyebut dampak kenaikan tarif jasa, selain tak kompetitif, efek dominonya akan mengkerek kenaikan tarif jasa lainnya yang juga akan memicu kenaikan biaya hidup, lalu berpotensi mendongkrak kenaikan inflasi.
Tak ketinggalan Kepala Pusat Makroekonomi Makro dan Finance Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M Rizal Taufikurahman yang diwawancarai wartawan BatamNow.com Biro Jakarta, Rio N.
Rizal mengingatkan BP Batam untuk tak gegabah menaikkan tarif jasa kontainer itu. Alasan INDEF, berpotensi memicu kenaikan inflasi yang tentu dengan beberapa struktur analisa yang logis.
Suara keberatan dan protes bukan hanya menggema di Batam, pun dilaporkan langsung oleh Kadin Kepri dan Apindo ke Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian di Jakarta.
Tak hanya ke Kemenko Perekonomian, namun fakta sengkarut pelayanan tarif jasa kotainer itu juga dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI.
Mengapa sampai ke KPPU?
Dalam pembahasan di talkshow itu, selain tangan-tangan hantu, diungkap juga adanya praktik kartel dan monopoli selama ini dalam pelayanan jasa kontainer dan lainnya di pelabuhan.
Dijelaskan, “hantu” menciptakan kondisi yang membuat pengguna (user) jasa kepelabuhan terpaksa menggunakan agen/perusahaan forwarder untuk aktivitas layanan barang di pelabuhan kargo.
Sementara agen itu menerapkan tarif layanan kontainer yang jauh lebih mahal dibandingkan standar ditetapkan BP Batam. Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan belum ada solusi.
Untuk itu, kata Rafki, “hantu” serta kartel harus diusir dari praktik culas di pelabuhan yang bisa memperburuk kelancaran arus barang dan investasi di Batam.
Selain meminta besaran kenaikan tarif jasa kontainer ditinjau ulang, mereka juga menuntut transparansi BP Batam untuk mengajak stakeholders membahasnya secara bersama, sebelum diputuskan dan diberlakukan.
Demikian juga tentang transparansi atas draf Peraturan Kepala (Perka) BP Batam, mesti disosialisasi dulu.
Selama ini para pengusaha yang terkait kontainer di pelabuhan tak dapat berbuat apa-apa atas tumpang tindih soal tarif jasa kontainer.
Selama ini, tarif jasa termaktub di Perka BP Batam Nomor 27 tahun 2021, kenyataannya bisa di-mark up oleh perusahaan forwarder yang diberi izin beraktivitas di pelabuhan itu.
Dicontohkan Marthen, tarif Lift-on/Lift-off (LoLo) yang dikenakan agen/perusahaan forwarder bisa mencapai 400 persen dari tarif yang diatur dalam Perka BP Batam Nomor 27 Tahun 2021.
“Misalnya LoLo aja itu cuma Rp 200 [ribu] lebih, tapi sama pihak yang saya bilang tadi, yang di dalam genggaman dia tadi, itu bisa sampai Rp 800 [ribu] lebih, 400 persen mereka tagih. Belum lagi biaya railing,” kata Marthen.
Soal tarif ‘siluman’ itu, kata Marthen, pun sudah disampaikan ke Kemenko Perekonomian tapi belum terselesaikan hingga sekarang.
Antara ketentuan resmi tarif jasa di Perka 27/2021 dengan ketentuan “siluman” sudah terjadi kenaikan sekitar Rp 600 ribu atau 300 persen lebih mahal dari yang ditetapkan BP Batam.
Lalu bagaimana jadinya jika tarif jasa itu dinaikkan lagi lewat Perka baru?
Itu yang sangat dikhawatirkan dimana tagihan ke para pengusaha pengguna kontainer akan merangkak lagi.
Marthen dan Rafki pun bersuara keras. Mereka heran, “Kan yang punya lapak di pelabuhan itu BP Batam, kok bisa pihak lain yang menentukan tarif jasa kontainer”.
“Bukan BP yang naikkan, tetapi BP punya kuasa di situ. Regulator itu ya pembuat aturan. Gimana caranya menghilangkan praktik-praktik yang tidak sehat itu, kita harapkan ada apakah itu Perka yang judulnya adalah ‘Operasional yang Sehat di Pelabuhan’ atau ‘Usaha yang Sehat di Pelabuhan’, termasuk apakah itu harus pakai batas atas supaya nggak enak-enaknya saja menaikkan tarif,” jelas Rafki.
Mengapa praktik “setan dan siluman” seperti terbiarkan selama ini oleh BP Batam, tanpa tindakan?
Dikonfirmasi redaksi BatamNow.com, seperti biasa, Direktur BUP BP Batam Dendi Gustinandar dan Kabiro Humas Ariastuty Sirait tak ada respons. (red)