BatamNow.com, Jakarta – Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Polda Kepri) diminta pro aktif usut dugaan mafia pendaftaran International Mobile Equipment Identity (IMEI) handphone baru di pos petugas Bea dan Cukai (BC) di pelabuhan internasional kedatangan di Batam.
Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Wahyu Widada di Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/07/2023). “Saat ini Mabes Polri tengah giat melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran pendaftaran IMEI, termasuk di pelabuhan, yang diduga melibatkan oknum Bea Cukai dan Kementerian Perindustrian. Karenanya, seluruh Polda harus aktif melakukan penyelidikan terhadap dugaan ‘permainan’ di balik pendaftaran IMEI di masing-masing daerah, termasuk Kepri,” ujar Wahyu kepada BatamNow.com.
Dirinya tidak menutup kemungkinan bila tim Mabes Polri turun ke daerah-daerah untuk melakukan pengecekan. “Sangat dimungkinkan Tim Mabes Polri turun ke daerah-daerah. Namun, baiknya tiap-tiap Polda aktif melakukan pengecekan langsung,” tuturnya.
Menurutnya, mengingat letak Batam yang berdekatan dengan Singapura, memang sangat mungkin bila terjadi pendaftaran IMEI untuk handphone ilegal. “Ya (Polda Kepri) harus pro aktif melakukan penelusuran. Bila ditemukan indikasi adanya pelanggaran langsung dilakukan penyelidikan,” tukasnya.
Banyak Tekong di Batam
Seperti diberitakan BatamNow.com sebelumnya, dominan yang meregistrasi IMEI adalah orang-orang suruhan jaringan para pedagang handphone pasar gelap (black market) di Batam maupun di Singapura. Para suruhan itu dijuluki tekong atau joki handphone.
Skenario ini disebut dikendalikan bos dagang black market (BM) yang termasuk jaringan mafia handphone Batam-Singapura-Batam, setiap hari.
Kabarnya, setiap joki dibayar imbalan jasa sekitar Rp 350-400 ribu plus uang tiket Batam-Singapura-Batam sebesar Rp 740 ribu, per satu trip. Hal tersebut dibenarkan oleh Endah (bukan nama sebenarnya) kepada BatamNow.com. “Kami dibayar! Daripada tak ada kerjaan lumayan sambil jalan-jalan Batam-Singapura-Batam dan dapat duit,” ujarnya.
Sesuai Permendag 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, setiap penumpang memiliki batas pembawaan handphone dari luar negeri sebanyak 2 unit, maka setiap joki juga dibatasi membawa dua unit.
Dijelaskan, modus operandi mereka, sebelum diseberangkan ke Batam, setiap unit handphone didaftar terlebih dulu secara online lewat aplikasi IMEI registrasi Ditjen Bea dan Cukai dengan mengetik identitas dan boarding pass dan data paspor para penumpang termasuk data-data handphone. Pendaftaran online itu akan menghasilkan Quick Response Code (QR Code).
Hasil dari pendaftaran inilah yang ditunjukkan para joki ke petugas pos BC di pelabuhan sebagai bukti seolah-olah unit handphone dibeli dari Singapura. Proses itu semua tak lepas dari arahan koordinator jaringan mafia.
“Skenario licik ini modus para mafia untuk melegalkan unit-unit handphone eks impor gelap yang menumpuk di gudangnya di Batam yang belum teregistrasi IMEI-nya di Kemenperin,” ujar sumber kepada BatamNow.com di Singapura.
Ia katakan sejumlah unit handphone masuk secara gelap ke Batam dan belum teregistrasi IMEI-nya.
“Jika belum teregistrasi tak mungkin laku dijual oleh para pedagang karena tak terkoneksi dengan jaringan seluler, sehingga belum bisa maksimal difungsikan,“ ujar sumber.
Parahnya, kata dia, kelak pasca registrasi IMEI, sebagian besar dari tumpukan handphone diduga akan diseludupkan lagi ke daerah pabean lain di Indonesia. (RN)