BatamNow.com, Jakarta – Pergulatan masyarakat Rempang, Batam, Kepulauan Riau, dalam mempertahankan hak-haknya atas tanah dan hunian yang telah mereka diami sejak tahun 1834 silam, menjadi perhatian besar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI.
Pecahnya konflik di Rempang, menurut Komnas HAM, tak lepas dari minimnya sosialisasi yang dilakukan BP Batam terhadap masyarakat terkait rencana investasi yang akan dilakukan Xinyi Group, perusahaan asal China yang konon kabarnya akan menggelontorkan investasi senilai Rp 300-an triliun hingga 2080 nanti.
“Kami dapat informasi dari warga, BP Batam hanya dua kali melakukan sosialisasi. Apa cukup, untuk memindahkan sekitar 10.000 warga dari 16 kampung Melayu Tempatan atau Melayu Kuno di Rempang, hanya dengan dua kali sosialisasi? Rasanya, ini sangat minim sekali,” ujar Komisioner Mediasi Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo, demikian diliput langsung wartawan BatamNow.com dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (22/09/2023) sore ini.
Dijelaskan, saat turun ke lapangan, Komnas HAM menemukan sejumlah kejanggalan dalam rencana investasi dan relokasi warga Rempang. Karenanya, Komnas HAM menyampaikan posisi dan sikap sebagai berikut:
1. Meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian agar meninjau kembali Pengembangan Kawasan Pulau Rempang Eco-City sebagai PSN berdasarkan Permenko RI Nomor 7 Tahun 2023;
2. Merekomendasikan Menteri ATR/BPN untuk tidak menerbitkan HPL di lokasi Pulau Rempang mengingat lokasi belum clear and clean;
3. Komnas HAM RI menyampaikan bahwa penggusuran harus sesuai dengan prinsip-prinsip HAM sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB) jo. Komentar Umum Nomor 7 tentang KIHESB, yaitu:
a. Kebijakan penggusuran paksa hanya dilakukan sebagai upaya terakhir setelah mempertimbangkan upaya-upaya lain;
b. Apabila terpaksa melakukan penggusuran paksa, pemerintah dan/atau korporasi wajib melakukan asesmen dampak penggusuran paksa dan kebijakan pemulihan kepada warga terdampak;
c. Pemerintah dan/atau korporasi wajib memberikan kompensasi dan pemulihan yang layak kepada warga terdampak sesuai prinsip-prinsip HAM;
d. Proses penggusuran harus sesuai standar Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Ada tiga instrumen yang harus diperhatikan ketika melakukan penggusuran yaitu:
- Musyawarah mufakat
- Pemberitahuan yang layak
- Relokasi sebelum penggusuran dilakukan
e. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika proses penggusuran dilakukan yaitu: perlindungan prosedural, tanpa intimidasi dan kekerasan, serta mengerahkan aparat secara proporsional;
4. Pemerintah harus melakukan dialog dan sosialisasi yang memadai dengan cara pendekatan kultural dan humanis atas rencana pengembangan dan relokasi sebagai dampak pembangunan PSN;
5. Terkait dengan penolakan masyarakat Pulau Rempang untuk direlokasi, Negara tidak boleh melanggar hak atas tempat tinggal yang layak, baik melalui tindakan maupun kebijakan yang diambil, baik tingkat lokal maupun nasional. Kebijakan Negara tidak boleh diskriminatif dan menimbulkan pembatasan tanpa dasar hukum yang sah, eksklusif dan tidak proporsional. Negara tidak boleh melakukan relokasi paksa (forced evictions) yang merupakan bentuk pelanggaran HAM;
6. Tidak menggunakan cara kekerasan dengan pelibatan aparat berlebih (excessive use of power) dalam proses relokasi dan proses pembangunan Kawasan Pulau Rempang Eco-City;
7. Kepolisian agar mempertimbangkan menggunakan keadilan restoratif dalam penanganan proses pidana kasus Pulau Rempang;
8. Kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, disabilitas, masyarakat adat harus dilindungi dari kekerasan dan lainnya di Pulau Rempang;
Lebih jauh Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan/ Komisoner Pengawasan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menegaskan, pihaknya tidak berhenti sampai pada memberikan rekomendasi saja, tapi juga terus mengawal kasus ini, termasuk menemui pihak-pihak lainnya, termasuk Pemerintah Pusat agar memberi atensi besar terhadap persoalan ini. (RN)