BatamNow.com, Jakarta – Dalam berbagai pemberitaan Menteri Investasi/Kepala BKPM menyebut, ada 500 kepala keluarga (KK) yang bersedia dipindah dari Rempang, Batam, Kepulauan Riau, ke tempat yang baru.
“Alhamdulillah dari 900 KK, yang sudah siap relokasi hampir 500 KK, dan hampir 100 sudah di tempat mereka,” ungkap Bahlil di acara BNI Investor Daily Summit 2023, Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Sementara menurut Mustar Yatim, Ketua Umum Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang Galang (Himad Purelang), saat ini , baru 67 KK yang mau direlokasi dan dipindah ke tempat penampungan sementara.
Itu pun hanya 7 KK warga asli Rempang, selebihnya pegawai negeri sipil (PNS).
Mungkin baru sekitar 300 KK yang diminta meneken kesediaan direlokasi. Itu pun belum selesai. “Jadi, kalau dibilang ada 500 KK sudah setuju, saya gak tahu datanya dari mana itu,” kata Mustar melalui sambungan telepon kepada BatamNow.com, Selasa (31/10/2023).
Menurutnya, kalau PNS yang pindah wajar saja karena ‘kan harus tunduk pada atasan. Tapi kalau penduduk asli non PNS baru sekitar 7 KK, tidak sampai 10 KK.
Mustar menambahkan, saat ini beredar data-data yang tidak benar, terkait jumlah warga yang direlokasi. “Kami juga disini tidak mudah percaya dengan data-data yang ada, tapi melihat dan mengecek langsung,” tambah Mustar.
Dia mengatakan, saat ini mayoritas penduduk Rempang justru kukuh menolak relokasi. “Mereka terus berjuang agar tetap bisa tinggal di tanah yang mereka tempati sekarang. Mereka kukuh menolak relokasi, apapun ceritanya,” tukas Mustar.
Malah, katanya, warga Rempang saat ini justru aktif membersihkan dan menata lingkungannya masing-masing. “Kebanyakan dari warga justru semakin rajin membersihkan lingkungan tempat tinggal mereka,” jelasnya.
Seperti diketahui, polemik di Rempang belum usai. Warga yang mayoritas asli Melayu Tempatan tetap berupaya mempertahankan tanah yang telah didiami leluhurnya sejak tahun 1834.
Sementara BP Batam dan pemerintah, atas nama Program Strategis Nasional (PSN) untuk investasi Rempang Eco-City berupaya keras merelokasi warga, khususnya di Kelurahan Sembulang yang terdampak penyediaan lahan investasi seluas sekitar 2.300 hektare.
Terkait investasinya sendiri, Bahlil mengatakan, pihaknya masih coba mengatur strategi, apakah pembangunan konstruksi dilakukan berbarengan dengan relokasi warga atau menunggu hingga pergeseran warga selesai.
Namun sampai hari ke-54 sejak peristiwa bentrok 7 September 2023 di Jembatan Sultan Zainal Abidin (Jenbatan IV Barelang), baru 67 KK yang rela direlokasi.
Awalnya opini yang berkembang dan menggelinding tentang pemindahan sekitar 7.500 warga Rempang di-deadline pada 28 September.
Namun Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan pemindahan warga tak ada deadline.
Tentang kepastian ketersediaan dan legalitas lahan, baik yang 2.300 hektare maupun untuk relokasi warga di Sembulang belum terkonfirmasi dengan Kementerian ATR/ Badan Pertanahan Nasional.
Sementara Kabiro Humas BP Batam Ariastuty Sirait tak merespons ketika dikonfirmasi terkait data terbaru jumlah KK warga Rempang yang bersedia dan telah mendaftar untuk digeser ke Tanjung Banun. Pun soal data teranyar jumlah KK yang telah dipindahkan ke hunian sementara.
Namun, berdasarkan rilis pers BP Batam tertanggal 21 Oktober, disebutkan ada 354 KK yang telah mendaftar dan bersedia digeser.
Kemudian pada rilis pers BP Batam tanggal 30 Oktober, disebutkan bahwa sudah 67 KK yang sudah menempati hunian sementara. Namun tak dijelaskan data terbaru total KK warga Rempang yang telah mendaftar dan bersedia digeser.
“Sebanyak 67 Kepala Keluarga (KK) di Kawasan Rempang sudah bergeser ke hunian sementara. Jumlah ini kembali bertambah menyusul pergeseran dua KK asal Desa Pasir Merah pada Senin (30/10/2023),” dikutip dari press release BP Batam. (RN/D)