BatamNow.com – Industri konveksi di Batam, kini, bertumbangan.
Salah satunya PT Bintan Bersatu Apparel (BBA). Sekitar 1.200 karyawan akan menjalani pemutusan hubungan kerja (PHK).
Perusahaan di Batam Center ini tutup disebab demand dari negara tujuan ekspor menurun terus. PT BBA sudah mulai melakukan pengurangan karyawan sejak tahun 2022.
PT BBA dengan tujuan ekspor. Utamanya ke Amerika Serikat, Jerman dan Singapura. Produk utamanya yakni celana kulot wanita, t-shirt katun serta pakaian bayi.
Era BJ Habibie sebagai Ketua Otorita Batam (OB) –kini bernama BP Batam, punya visi beda dengan era kekinian dalam mengembangkan industri di Batam.
Investasi industri konveksi salah satu yang masuk dalam negatif list atau dilarang masuk di Batam.
Dulu, investasi sektor riil di bidang jahit-menjahit pakaian ini hanya dibolehkan di kawasan industri Lobam di Bintan.
BJ Habibie di eranya mempersiapkan Batam fokus pada industri berbasis teknologi tinggi atau high tech industry.
Namun seiring berputarnya waktu, kebijakan dalam pengembangan Batam sudah jauh berubah dan sudah pukul rata. BP Batam sudah membuka investasi di bidang pertanian, misalnya.
Apakah investasi yang masuk di Batam berupa industri padat modal (dengan menggunakan tenaga mesin) atau padat karya (tenaga manusia), tampaknya tidak lagi sesuatu hal yang menjadi pertimbangan.
Industri padat karya memang punya risiko yang tinggi yang efeknya bisa berimbas pada munculnya permasalahan sosial karena berpotenso memproduksi pengangguran yang masif, jika industri semisal perusahaan konveksi itu tutup.
Contohnya seribuan lebih karyawan yang dilakukan PHK dari PT BBA. Mereka sangat berpotensi menambah deret pengangguran baru di Batam.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 52.203 orang yang menganggur dari 641.605 angkatan kerja di Batam.
Dengan PHK karyawan PT BBA, diyakini akan menambah tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang per Agustus 2023 berada di angka 8,14 persen. (red)