BatamNow.com – Ibarat seorang yang diopname di rumah sakit, begitulah nasib para pengelola Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah Kota Batam, kini.
Para pengelola RSUD tersebut sudah kali ketiga menjadi “pasien” aparat penegak hukum atau Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam di kasus dugaan korupsi.
Kasus korupsi yang pertama ditangani Kejari Batam pada 2016 atas proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun 2014.
Jaksa menetapkan Direktur RSUD Embung Fatimah drg Fadilah RD Malarangan menjadi terdakwa.
Kemudian pada 2017, Mabes Polri juga mengusut kasus korupsi pada pengadaan alkes di tahun 2011, dengan pagu anggaran Rp 18 miliar. Kasus korupsi ini menjebloskan Direktur RSUD Fadilah RD Malarangan ke penjara.
Kini mencuat lagi dugaan korupsi di pengelolaan anggaran alat kesehatan rumah sakit itu dan tengah disidik Kejari Batam.
Kasi Intel Kejari Batam Andreas Tarigan membenarkan penyidikan yang tengah berjalan.
Andreas belum mau bicara banyak tentang perkembangan penyidikan itu, tapi ia katakan penyidikan yang berlangsung berdasarkan temuan pihak Kejari Batam, bukan atas laporan masyarakat.
Adapun dugaan korupsi, sebagaimana disampaikan pihak Kejari Batam ke media, terjadi pada pengelolaan pagu anggaran tahun 2016 di pengadaan alkes sebesar Rp 3,4 miliar sebagaimana temuan Badan Pemeiksa Keuangan pada LHP Tahun 2016.
Sebagaimana penelusuran BatamNow.com, direktur RSUD Embung Fatimah Batam di Batu Aji dijabat oleh (Plt) dr Jeni Irjani Komariah, yang bertugas sejak 14 Februari 2016 – 14 Maret 2017.
Selanjutnya diserahterimakan kepada dr Gunawan Budi Santosa SpOG. Serah terima jabatan pada Jumat, 17 Maret 2017.
Lalu apa saja temuan BPK dilaporan keuangan Pemko Batam pada LHP Tahun 2016 itu?
Berikut beberapa indikasi yang dirangkum redaksi BatamNow.com dari LHP BPK dimaksud.
Ditemukan double input pengeluaran kas atas transaksi yang sama di Buku Kas Umum sebesar Rp 185.274.135, sehingga jumlah pengeluaran seharusnya berkurang dan saldo akhir kas seharusnya menjadi bertambah.
Kemudian, ada pencatatan transaksi pengeluaran kas di Buku Kas Umum Bendahara Pengeluaran rumah sakit BLUD Tahun Anggaran 2016 yang TIDAK dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban minimal sebesar Rp 1.392.698.420.
Bendahara Pengeluaran BLUD Tahun Anggaran 2015 dan Bendahara Pengeluaran BLUD Tahun Anggaran 2016, melalui surat pernyataan penyampaian SPJ menyatakan telah menyerahkan seluruh bukti pencatatan dan bukti pertanggungjawaban pengeluaran kas selama tahun 2016 kepada Tim Pemeriksa pada tanggal 13 April 2017.
Namun hasil pemeriksaan secara uji petik BPK atas kelengkapan dokumen pertanggungjawaban pengeluaran kas BLUD yang telah disampaikan, diketahui bahwa terdapat pengeluaran kas minimal sebesar Rp1.392.698.420 yang tidak didukung dengan bukti kuitansi pengeluaran kas dan bukti pertanggungjawaban lainnya.
Pengelola keuangan BLUD pada RSUD Embung Fatimah tidak memiliki panduan dan aturan intern dalam melaksanakan tertib administrasi pengelolaan keuangan BLUD secara menyeluruh.
Pengendalian pengelolaan kas BLUD RSUD Embung Fatimah tidak memadai dan membuka peluang terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam pengelolaan kas BLUD
Nilai saldo kas tunai BLUD RSUD Embung Fatimah per 31 Desember 2016 sebesar Rp 1.168.726.409 tidak dapat diyakini kebenarannya.
Terdapat kelebihan pengakuan belanja BLUD pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Operasional Tahun Anggaran 2016 minimal sebesar Rp 1.577.972.555 (Rp 185.274.135 + Rp 1.392.698.420) yang berindikasi MERUGIKAN keuangan daerah.
Kondisi tersebut terjadi, menurut BPK, disebabkan pengelola keuangan BLUD RSUD Embung Fatimah tidak menaati RBA yang telah dibuat dan disetujui.
Dalam temuan BPK menyebut, Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) BLUD RSUD dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan keuangan BLUD oleh bendahara pengeluaran BLUD tidak sepenuhnya mengacu pada ketentuan perundang-undangan.
Antara lain UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Permendagri No 61 Tahun 2007, tentang Pedoman Teknis Pengelolaan BLUD, Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dalam Permendagri No 21 Tahun 2011, dan Permenkeu Nomor 217/PMK.05/2015. (Red/R)