BatamNow.com – Super tanker MT Arman 114, kapal berbendera Iran yang ditangkap Bakamla Batam di perairan Natuna Juli 2023, hanya dikenakan pidana pencemaran lingkungan.
Menjadi pertanyaan mengapa penyidik tidak mendakwa nakhodanya Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba (MMAMH), dengan pelanggaran UU Pelayaran RI?
Beberapa perkara penangkapan kapal tanker asing di perairan Kepri (Batam) sering didakwa melanggar UU Pelayaran. Seperti Kapal tanker MT Freya berbendera Panama yang divonis di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada 25 Mei 2021.
Dalam perkara ini sebagaimana vonis hakim PN Batam, terdakwa Mehdi Monghasemjahromi sebagai nakhoda terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 317 Jo Pasal 193 ayat (1) huruf b UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Dirangkum dari berbagai sumber, MT Arman 114 dibangun tahun 1997. Super tanker itu tercatat dengan nama Meridian Lion hingga Februari 2006.
MT Arman 114 ternyata beberapa kali gonta-ganti nama.
Kapal dengan identifikasi IMO9116412, pun ternyata telah 5 kali berganti nama.
Berbendera negara Kepulauan Marshall, kapal milik Second Union Tanker Corp itu lalu berganti nama menjadi Overseas Meridian hingga Juni 2011.
Kemudian tanker berbobot GT 156.880 itu berganti nama lagi ke semula yakni Meridian Lion dengan call sign V7AS8.
Lanjut ke Maret 2013, super tanker bertonase 300.579 DWT itu berubah nama menjadi Grace 1 berbendera Panama.
Belum selesai, kapal tersebut berganti nama lagi menjadi Adrian Darya 1 berbendera Iran pada Juli 2019.
Teranyar, nama super tanker itu tercatat sebagai MT Arman 114 sejak Desember 2020 hingga sekarang.
Disita Inggris dan Masuk Blacklist AS
MT Arman 114 kini lego jangkar ditahan di perairan Batu Ampar, Kota Batam, karena tersandung dugaan pencemaran perairan Indonesia.
Jaksa mendakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba (MMAMH), kapten MT Arman 114 melanggar Pasal 98 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Ditangkap patroli Bakamla RI pada 7 Juli 2023, Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba nakhoda kapal itu menjadi terdakwa dan akan menjalani sidang penuntutan pada 27 Mei 2024, di Pengadilan Negeri Batam.
Penelusuran media ini, ternyata super tanker dengan nomor identifikasi IMO9116412 ini pernah bermasalah di negara lain.
Saat masih bernama Grace 1, kapal tanker tersebut pernah ditahan oleh komando Marinir Kerajaan Inggris di Gibraltar pada 4 Juli 2019.
Alasan penangkapan, disebut karena tanker itu akan membawa minyak mentah (crude oil) secara ilegal ke Suriah, negara sekutu dekat Iran. Hal itu merupakan pelanggaran aturan mengenai sanksi Uni Eropa.
Minyak di kapal tersebut disebut-sebut berjumlah 2,1 juta barel, dengan nilai sekitar USD 140 juta atau setara Rp 1,9 triliun menggunakan kurs saat itu.
Namun kemudian pada 15 Agustus 2019, otoritas Gibraltar memutuskan membebaskan tanker Grace 1 yang sudah berganti nama menjadi Adrian Darya 1.
Pelepasan itu disebut setelah Iran memberikan jaminan secara tertulis bahwa pihaknya tidak akan memindahkan 2,1 juta barel minyak di tanker Adrian Darya 1 ke Suriah.
Namun diberitakan juga, Amerika Serikat berusaha mencegah tanker Adrian Darya 1 keluar dari Gibraltar, meski tak berhasil.
Lalu, Amerika Serikat memasukkan kapal Adrian Darya 1 daftar hitam (blacklist) beserta Akhilesh Kumar nakhodanya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) negeri Paman Sam itu mengatakan bahwa tanker tersebut adalah sebuah “properti yang telah diblokir” di bawah aturan antiteroris.
“Siapa pun yang memberikan bantuan kepada Adrian Darya 1 terancam dijatuhi sanksi,” ujar Kemenkeu AS, dikutip dari laman AFP, Jumat (31/08/2019). (red)