BatamNow.com – Juru parkir (jukir) di kawasan Penuin, Lubuk Baja masih menagih jasa parkir kendaraan bermotor (ranmor) ke Lik Khai, meski mobilnya sudah berlangganan parkir tahunan.
Stiker parkir berlangganan ditempel di depan kaca mobil Ketua Komisi I DPRD Kota Batam itu, namun jukir masih menagihnya secara tunai.
Peristiwa yang dialami kader Partai NasDem itu terjadi di kawasan fasilitas parkir foodcourt Penuin, Lubuk Baja, pada Selasa (21/05/2024).
“Ini bagian dari deret sengkarut perparkiran di Batam, Ketua Komisi DPRD Batam pun dipalak,” kata Panahatan SH, Ketua DPP Kepri LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara.
Parkir berlangganan di Batam kembali diberlakukan. Untuk kendaraan roda dua dimulai April 2024. Roda empat sejak Mei.
Dari sekitar 230 ribu lebih ranmor roda empat di Batam menurut data Ditlantas Polda Kepri tahun 2024, baru hanya 400-an yang mendaftar dengan stiker berlangganan.
Roda dua peminatnya masih jauh di bawah ranmor roda empat. Sementara jumlah roda 2 di Batam yang mencapai 1,1 juta unit. (Data Ditlantas Polda Kepri Tahun 2024)
Pengguna fasilitas parkir tepi jalan umum masih dominan dengan membayar tunai Rp 4.000 per unit mobil dan Rp 2.000 per unit ranmor roda dua atau tiga.
Lalu mengapa terjadi penagihan ganda jasa parkir ranmor pasca penerapan parkir berlangganan?
Pantauan BatamNow.com, pertama, sistem berlangganan masih hal baru bagi jukir meski sudah pernah diberlakukan belasan tahun lalu.
Tak ayal, jukir tak terbiasa melirik bagian depan kaca depan mobil pengguna fasilitas parkir yang tertempeli stiker parkir.
Kebiasaan posisi jukir ketika memandu kendaraan keluar dari marka parkir, selalu di belakang mobil. Lalu ketika mobil hendak bergerak, seperti biasa,
sang jukir mendekati pengendara (sopir) meminta biaya jasa parkir.
Nah, ketika pengendara memberi tahu bahwa mobilnya dengan parkir berlangganan sambil menunjuk sitiker, sang jukir seolah ragu, apalagi dengan kebiasaan menerima tunai.
Bagi jukir yang tahu program parkir berlangganan dan tahu tentang stiker pastilah paham dan tak mungkin cari gara-gara.
Namun bagi jukir yang nggak paham dan yang berpura-pura tak paham, itu ihwal pemantik masalah. Perdebatan antara jukir degan pengendara tak jarang terjadi.
Masalah kedua, sosialisasi dari Dishub Kota Batam yang dinilai sangat minim. Rata-rata para jukir yang gonta-ganti itu tak pernah mendapat bimbingan dari pihak Dishub, kata pemerhati ketertiban kota, Nanses Halizon SSos.
Para jukir mengaku pihak Dishub atau petugas penagih hanya datang menagih uang jasa parkir setiap hari. “Soal sosialisasi jarang dilakukan kepada kami,” ujar seorang jukir.
Dan yang ketiga, semua lapak parkir di Batam diduga dikuasai para preman. Dugaan lain, ada oknum aparat dan disebut juga oknum anggota DPRD.
“Karena banyak lapak parkir dikuasai preman, ya, bentuk pelayanan kepada masyarakat pun palayanan ala preman, sulit itu dihindari,” kata Nanses.
Soal lapak parkir dikuasai preman, bukan hal baru. Wali Kota Batam Muhammad Rudi sejak jauh hari sudah mengakuinya.
Namun anehnya, hingga kini Pemko Batam seakan tak mampu menertibkannya.
Menurut Nanses lagi, para preman yang masih menguasai lapak-lapak parkir tepi jalan umum, harus dienyahkan dan lakukan manajemen perparkiran yang lebih profesional.
Berbagai permasalahan parkir muncul karena penanganan di lapangan atau pengelolanya masih dikuasai preman, sebut Nanses.
Dan preman, dicurigai dibekingi oleh oknum. Dan kondisi ini sudah berlangsung lama hingga kini.
Bahkan beredar video di medsos yang membongkar dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD Batam dan oknum aparat di balik parkir tepi jalan umum.
Berbagai masalah pelayanan parkir ranmor menimbulkan kersahan bagi pengguna fasilitas parkir pada umumnya.
“Ya, masalah karcis parkir yang tak dapat ditunjukkan jukir dengan alasan karcisnya sedang habis, padahal wajib dikasih ke pengguna fasilitas parkir,” kata Panahatan.
Tarif parkir dinaikkan 100 persen oleh Pemko Batam sejak Januari lalu. Tarif parkir tepi jalan umum untuk roda dua dari Rp 1.000 menjadi Rp 2.000. Untuk roda empat dari Rp 2.000.- menjadi Rp 4.000, dan Roda enam dari Rp 3.000 menjdi Rp 6.000.
Anehnya lagi, penerimaan retribusi parkir tepi jalan meski tumbuh dibanding kuartal 1 tahun lalu, tapi belum mencapai target. Pertumbuhan tak berkorelasi dengan persentase kenaikan tarif parkir.
Pendapatan pada kuartal 1 Tahun 2024 hanya tercapai sekitar Rp 2,8 miliar, masih jauh di bawah target Rp 16 miliar ata rata-rata Rp 4 miliar per triwulan.
Dan meski tarif parkir dinaikkan 100 persen, namun pelayanan bukan semakin baik.
Masih banyak kejadian pelayanan buruk peparkiran di Batam yang dikeluhkah masyarakat selama ini, dan terbaru yang dialami oleh Lik Khai, seorang “ketua” yang pun kena palak jukir.
Lalu apakah masalah pelayanan perparkiran yang juga menimpa “ketua” tanpa tindak lanjut dibahas di DPRD? Belum terkonfirmasi dengan kader Partai NasDem itu. (red)