BatamNow.com – Berakhirnya kerja sama operasional (KSO) pengelolaan Pelabuhan Internasional Batam Center per 1 Agustus 2024 ini, masih menjadi pembicaraan di Batam.
Isu beredar, BU Pelabuhan BP Batam, menjadi pengelola transisi pelabuhan existing mengingat proses penentuan perusahaan pemenang lelang, yakni PT Metro Nusantara Bahari masih perlu waktu adaptasi.
Pun perusahaan pemenang lelang yang baru ditetapkan BP Batam pada 17 Juli 2024 dan disebut-sebut belum memiliki ISPS Code.
Demikian juga BP Batam bukan operator pelabuhan yang memiliki ISPS Code. Sedangkan ISPS Code itu adalah amanat International Maritime Organization (IMO).
Lantas, perusahaan mana yang mengganti pengelola lama PT Synergy Tharada yang beberapa hari lagi berakhir kontraknya?
Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengaku sudah berkomunikasi dengan BP Batam.
“Kami mendapat informasi dari BP Batam bahwa sejauh ini diharapkan tidak ada terjadinya kekosongan operator di Terminal/Pelabuhan Batam Center dengan melaksanakan langkah-langkah untuk pemilihan mitra kerjasama pengoperasian terminal dimaksud,” kata Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Jon Kenedi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Jumat (19/07/2024).
Ditanya bagaimana bila BP Batam untuk sementara men-take over pengelolaan Pelabuhan Batam Center sampai ada kepastian perusahaan pengelola yang baru, Jon mengatakan, pihaknya siap membantu.
“Terkait hal tersebut, kami akan siap untuk membantu percepatan yang diperlukan terhadap pemenuhan penerapan ISPS Code dengan melakukan re-asesmen pada terminal Batam Center, dengan tetap mematuhi prosedur yang berlaku. Selanjutnya kami akan terus memantau perkembangannya lebih lanjut,” tukas Jon.
Meski tidak secara eksplisit, namun bisa dipastikan Pemerintah Pusat tak ingin karena tidak menerapkan standar ISPS Code, akan ada masalah di Pelabuhan Batam Center, akibat ketidakprofesionalan pengelolanya.
Hal tersebut tercermin, di mana dalam laman Kemenhub jelas dikatakan, pihaknya selalu mendorong pengelola semua pelabuhan menerapkan International Ship and Port Facility Security Code (ISPS Code), sebagai kode Keamanan Internasional terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan.
“Indonesia sebagai anggota Dewan IMO yang telah meratifikasi Konvensi Internasional untuk Keselamatan Jiwa di Laut (Safety of Life at Sea/SOLAS) dimaksud tentunya implementasi ISPS Code di Indonesia telah diberlakukan sepenuhnya,” tulis Kemenhub.
Itu sama artinya bahwa tidak bisa satu pengelola pelabuhan pun beroperasi bila tidak menerapkan ISPS Code.
Bahkan, untuk memastikan agar pelaksanaan dan implementasi ISPS Code di Indonesia dapat berjalan baik dan konsisten, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2016 tentang Manajemen Keamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan sebagai acuan kerja bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders). Permenhub tersebut telah secara jelas mengatur tata cara penerapan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap aturan ISPS Code.
Kemenhub menegaskan, penerapan ISPS Code di Indonesia sudah semestinya berjalan baik dan konsisten mengingat pelabuhan di Indonesia harus mampu bersaing di tingkat Internasional terlebih lagi Indonesia merupakan negara anggota Dewan IMO.
“Keberhasilan penerapan ISPS Code memerlukan kemauan, kerjasama dan kesamaan cara pandang dari semua pihak yang terkait. Dengan demikian tujuan untuk menciptakan kondisi yang aman bagi operasional kapal dan fasilitas pelabuhan dalam konteks internasional akan dapat tercapai, yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi dunia usaha dan perekonomian Indonesia secara umum, dan dunia maritim Indonesia khususnya,” tulis Kemenhub.
Tanpa ISPS Code Reputasi Indonesia Bisa Anjlok
Lalu, bagaimana bila BP Batam bersikeras mengelola Pelabuhan Batam Center, meski untuk sementara waktu?
“Dampak terburuk dari suatu Pelabuhan Internasional yang beroperasi tanpa ISPS Code dapat mencakup berbagai aspek yang saling berkaitan, mulai dari keamanan hingga reputasi internasional,” kata pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) Dr (HC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, kepada BatamNow.com, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, tanpa ISPS Code, pelabuhan menjadi lebih rentan terhadap ancaman keamanan. Ancaman seperti terorisme, penyelundupan senjata, perdagangan manusia, dan aktivitas ilegal lainnya dapat meningkat. “Ketidakmampuan untuk mencegah dan menanggulangi ancaman ini tidak hanya membahayakan kapal dan muatan, tetapi juga mengancam keselamatan pekerja pelabuhan dan masyarakat sekitarnya,” tegasnya.
Marcellus memastikan, kapal-kapal internasional yang mematuhi regulasi global pastinya enggan untuk berlabuh di pelabuhan yang tidak memenuhi standar keamanan internasional. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan signifikan dalam volume lalu lintas kapal dan barang yang melalui pelabuhan tersebut. Dengan berkurangnya aktivitas pelabuhan, pendapatan dari biaya pelabuhan, pajak, dan sektor pendukung lainnya seperti logistik dan transportasi akan menurun drastis. Ini akan berdampak negatif pada ekonomi lokal dan nasional.
“Reputasi internasional Indonesia akan sangat terpengaruh apabila pelabuhan internasionalnya beroperasi tanpa mematuhi ISPS Code. Sebagai negara maritim dengan lokasi strategis di jalur perdagangan internasional, Indonesia diharapkan mampu menyediakan fasilitas pelabuhan yang aman dan andal,” terangnya.
Dia menilai, ketidakmampuan untuk mematuhi standar internasional ini akan mencoreng nama baik Indonesia di mata komunitas internasional. Media internasional dan laporan-laporan keamanan maritim dapat menyoroti kekurangan ini, yang pada akhirnya dapat merusak citra Indonesia sebagai negara yang mampu mengelola pelabuhan internasional dengan baik.
Di sisi lain, dalam konteks geopolitik, ketidakmampuan Indonesia untuk mematuhi standar keamanan maritim internasional dapat mempengaruhi posisinya dalam organisasi dan forum internasional. Indonesia adalah anggota aktif dalam berbagai organisasi maritim dan regional, seperti IMO dan ASEAN. Ketidakpatuhan terhadap standar yang disepakati dapat mengurangi pengaruh dan kredibilitas Indonesia dalam negosiasi dan kerjasama internasional.
Direktur BU Pelabuhan BP Batam Dendi Gustinandar dikonfirmasi BatamNow.com, belum merespons konkret.
Pihak PT Metro Bahari Nusantara yang dikonfirmasi juga belum memberi respons. (R/red)