BatamNow.com – Vaksin Covid-19 sudah mulai didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Hari ini, Selasa (05/01/2021) akan sampai sekitar 14.000 vial vaksin di Tanjung Pinang. Distribusi pertama ini untuk Provinsi Kepulauan Riau.
Kita menyambut gembira upaya pemerintah mendatangkan vaksin dimaksud meski belum akan didapatkan secara merata.
Pendistribusian vaksin ini, hendaklah penuh kehati-hatian agar keamanan keawetan vaksin tersebut terjaga dengan baik.
Memang, Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi sudah memastikan rantai dingin dalam proses distribusi.
Siti Nadia mengatakan, Kemenkes telah melakukan verifikasi dan kajian pada fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia sejak awal sebelum vaksin Covid-19 didistribusikan.
Demikian hingga ruang penyimpanan dingin untuk vaksin tetap aman hingga sampai ke Puskesmas untuk pelaksanaan vaksinasi.
Kita Tak Salah Belajar
Untuk keamanan vaksin ini, kita harus dapat belajar seperti ditulis Dahlan Iskan dalam blog-nya tiga hari lalu.
Dia katakan, tentu banyak tantangan dalam mata rantai distribusi vaksin ini.
Dahlan mengambil contoh di Wisconsin, negara bagian Amerika Sekikat. Seorang apoteker terpaksa ditangkap. Ia dianggap ceroboh. Vaksin yang ada di tempat penyimpanan ia keluarkan. Kelihatannya tidak apa-apa, tapi rusak.
Memang suhu di udara terbuka di Wisconsin sekitar 0 derajat hari-hari itu. Tapi itu tidak cukup dingin bagi vaksin.
Peringatan dari vaksin buatan Moderna sudah sangat keras: kalau sampai vaksin itu dikeluarkan lebih 12 jam dari alat penyimpanan tidak boleh dipakai lagi.
Bahkan vaksin buatan Pfizer harus disimpan di tempat yang suhunya Anda sudah hafal: minus 70 derajat Celsius.
Padahal vaksin itu sudah siap disuntikkan ke tenaga medis. Jumlahnya hampir 600 unit. Eman sekali. Tidak bisa lagi dipakai.
Menurut Dahlan, dia bisa membayangkan betapa sulit handling vaksin buatan Pfizer ini. Lebih-lebih untuk negara seperti di Indonesia. Di Amerika pun terjadi seperti itu. Masih untung: ketahuan.
Tapi secara umum vaksinasi di Amerika berjalan lancar. Beberapa orang memang mengalami gangguan akibat efek vaksin itu. Semua hanya sementara. Beberapa jam. Yang terlama 30 jam. Ada yang badannya panas, atau pening kepala, tapi semua itu memang begitu: tidak semua orang mengalaminya.
Tentu reaksi masyarakat akan sangat nano-nano. Di mana-mana. Termasuk di Indonesia. Kebenaran bisa bercampur hoax. Peredaran media sosial (medsos) tak terkendali. Ramai sekali.
Maka sebaiknya Menkes kini memiliki tim khusus clearing house. Khusus untuk masalah vaksinasi. Dengan tingkat kemampuan komunikasi yang sabar tapi canggih.
Di Shanghai pernah sukses sekali. Untuk menjawab seluruh pertanyaan tentang Covid. Berhasil menjadi pedoman masyarakat. Agar tidak terombang-ambing oleh medsos.
Tim clearing house vaksinasi itu perlu mempunyai akun tersendiri. Siapa pun boleh bertanya. Termasuk menanyakan kebenaran isi sebuah medsos.
Luar biasa memang lalu-lintas medsos di sekitar vaksinasi ini. Terlihat semua yang posting di medsos yakin sekali dengan apa yang mereka posting. Padahal banyak yang isinya kacau balau.
Maka lembaga clearing house khusus untuk vaksinasi terasa lebih penting lagi sekarang ini.
Yang juga ramai adalah di Inggris. Otoritas kesehatan di sana tiba-tiba memutuskan agar suntikan kedua ditunda. Bukan setelah 21 hari dari suntikan pertama, tapi 3 bulan kemudian.
Alasannya: kasihan yang antre suntik pertama terlalu banyak. Tidak fair kalau vaksin yang ada diberikan untuk suntikan kedua. “Lebih baik untuk memperbanyak orang yang diberi suntikan pertama,” ujar otoritas di sana.
Pandemi Covid-19 di Inggris memang parah. Maka otoritas ambil langkah darurat: segera memutus pandemi itu. Toh, dengan suntikan pertama antibodi sudah muncul. Memang belum cukup banyak, tapi sudah bisa dipakai bertahan untuk tiga bulan.
Keputusan itu ditentang secara luas. Tapi Menkes Inggris bertahan pada putusannya itu.(*)