BatamNow.com – Pembahasan akhir Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) atau FTZ, dilakukan Kamis (14/01/2021).
Pada Pembahasan Antar Kementerian (PAK) kemarin, Sekretariat Kemenko Perekonomian mengundang unsur Pemerintahan Daerah dan stakeholders lainnya. Pembahasan dilakukan lewat video conference dengan aplikasi Zoom antara Jakarta-Kepri.
Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian Elen Setiaji kepada Batamnow.com juga membenarkan pembahasan akhir RPP pada Kamis (14/01) itu.
“Yang dibahas adalah rencana pengintegrasian FTZ Batam, Bintan, dan Karimun. Itu saja,” ujarnya dari Jakarta lewat WhatsApp.
Dia mengatakan upaya ini dilakukan, untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi pengelolaannya ke depan.
Meski mengundang berbagai stakeholders, namun pembahasan itu tergolong sepi dari polemik untuk mengkritisi poin-poin dari RPP yang dinilai masih banyak kelemahan.
Apalagi peserta dari daerah. Waktunya pun terbatas, terlebih di masa pandemi Covid-19 ini.
Itu jualah yang disoal oleh anggota Tim Teknis Dewan Kawasan (DK) Batam, Taba Iskandar yang sekaligus sebagai anggota DPRD Kepri itu.
Dia sangat menyayangkan unsur peserta undangan dari daerah sangat terbatas. Pembahasan RPP itu dia katakan terburu-buru.
Taba sendiri pun tidak diundang oleh Sekretariat Sesmenko dari Jakarta untuk ikut membahas akhir RPP itu.
Taba pun manyun. Sehingga dia bermaksud melakukan konferensi pers , Jumat (15/01) ini. Hal apa yang hendak disuarakan oleh Taba? Kita nantikan.
Seakan sepakat dengan Taba. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Batam, Ampuan Situmeang manyun juga atas pembahasan RPP ini. “Pembahasan dan tata caranya serta isi RPP itu kelihatan kejar setoran,” ucap Ampuan menjawab BatamNow.com, Kamis (14/01).
Pembahasan RPP lewat virtual itu dinilai hanya berupa formalitas saja.
Padahal, kata Ampuan, banyak pasal di RPP itu yang salah rancangannya dan seakan dipaksakan.
Perizinan Kembali ke Pangkuan
Salah satu yang dikritisi oleh Ampuan dari pasal-pasal RPP FTZ sebagai aturan pelaksana Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) itu, antara lain tentang PELAYANAN PERIZINAN.
Di pasal (20) draf RPP Tahun 2021 pada ayat (1) Badan Pengusahaan (BP) berwenang:
a. menerbitkan Perizinan Berusaha bagi para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di KPBPB;
b. menetapkan jenis dan jumlah serta menerbitkan perizinan pemasukan Barang Konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan penduduk; dan
c. menerbitkan perizinan pemasukan dan/atau pengeluaran barang selain Barang Konsumsi untuk kebutuhan penduduk.
(2) Jenis Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) Pelaksanaan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan itu.
Ini, kata Ampuan, sangat berpotensi besar tumpang tindih kewenangan perizinan dengan Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan/atau Pemkab Karimun, dan Bintan, yang akan diintegrasikan itu.
Karena UU dan lampiran UU Pemerintahan Daerah (Pemda) tak masuk oleh UU Cipta Kerja.
“Lah, kok RPP yang muncul bisa begini,” tanya Ampuan.
“Mengapa usai Pilkada, Gubernur dan Wali Kota, tidak merespon balik ketika kewenangannya di daerah dipreteli oleh RPP ini,” katanya dengan nada bertanya.
Belum terkonfirmasi detail dan jenis-jenis perizinan apa saja yang akan kembali ke BP Batam.
Namun catatan BatamNow.com,-dulu, ketika perizinan yang dimaksud RPP itu masih berada di genggaman BP Batam, pihak Pemko Batam habis-habisan memintanya seiring dengan UU Otonomi Daerah (Otda).
Dalam RPP ini, perizinan sebagaimana diatur dalam pasal (20) akan kembali lagi ke tangan BP Batam.
Tak terkecuali perizinan yang sempat ditangani oleh pusat.
Itulah yang dimaksud oleh Ampuan. RPP ini seakan mengamputasi bagian dari roh UU Otda. Namun sangat disayangkan, para pemangku kepentingan di daerah, diam saja.
Di satu sisi, UU Ciptaker mesti diapresiasi dan diharapkan dapat mendorong daya saing kawasan ini menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Namun di sisi lain, RPP itu “melucuti” kedaulatan Otda, khususnya tentang urusan perizinan yang akan “kembali kepangkuan itu”.(JS)