BatamNow.com – Pihak PT Moya Indonesia mengklaim banyak perubahan yang terjadi dalam pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Batam dalam kurun waktu 3 bulan.
Sementara ribuan konsumen (pelanggan) di Batam bertahun masih harus “ronda” pada tengah malam untuk mendapatkan air minum.
Padahal Corporate Communication Manager PT Moya Indonesia Astriena Veracia mengatakan sudah menaikkan tekanan air ke stressed area atau daerah yang langka air selama ini.
Dan sebaliknya menurunkan tekanan pompa ke daerah konsumen yang selama ini tinggi tekanan airnya.
Lalu mengapa masih masif daerah yang langka air minum di Batam?
Begitulah nasib ribuan konsumen di Tanjung Uncang, Bengkong dan lainnya misalnya.
Mereka cukup lama terdiskriminasi oleh pelayanan SPAM. Terdiskriminasi karena masih belum teraliri air minum selama 24 jam. Kecuali hanya pada malam hari.
Ronda air terpaksa mereka lakukan selama bertahun. Itupun dengan aliran air yang kecil dan bahkan banyak yang hanya menetes.
Padahal, NEGARA lewat perundang-undangan menjamin kelancaran aliran air minum selama 24 jam.
Peraturan Pemerintah (PP) 122 Tahun 2015 pasal 4 ayat (5) menyebut, Kontinuitas pengaliran air minum oleh SPAM memberikan jaminan pengaliran selama 24 (dua puluh empat) jam per hari.
Apakah perintah perundang-undangan ini sudah dijalankan oleh PT Moya-BP Batam dalam melayani kebutuhan air minum masyarakat?
Bila melihat nasib ribuan konsumen yang terdiskriminasi sebagaimana dijelaskan di atas, kualitas pelayanan air minum masih jauh dari baik.
Lalu perubahan apa yang dilakukan PT Moya sebagaimana didengung-dengungkan sendiri belakangan ini?
Bukan hanya soal air macet dan langka, masalah tagihan air minum pun masih menghantui konsumen.
Dan kini muncul masalah baru, yakni setiap rumah pelanggan tak teraliri air minum lagi.
Selama ini kata Astriena, area yang semula bertekanan tinggi, air dapat mencapai lantai 2 dan 3 di tempat konsumen.
Sebaliknya, pada stressed area yang bertekanan rendah selama ini (yang ronda air), tekanan pompa dinaikkan agar masyarakat di area itu juga dapat menikmati air.
Tak dijelaskan secara konkret ke daerah mana saja tekanan yang dinaikkan itu.
Ada Apa dengan Tekanan Air Tinggi atau Rendah yang
Disetel PT Moya?
Mengapa harus menunggu “naik-turun” tekanan pompa?
Bukankah air baku di enam dam di Batam melimpah karena beberapa bulan lalu hujan sangat intens turun di Batam.
Ini yang memancing tanya. Meski masih diselimuti berbagai masalah pelayanan, namun PT Moya sibuk mencitrakan manajemennya yang diklaim akuntabel dan banyak kemajuan.
Bisa dimaklumi kemungkinan “kampanye” ini dilakukan paling tidak untuk masa pemilihan pengelola SPAM definitif ke depan yang dilakukan dalam waktu dekat.
Tapi bagaimanapun pengelola air minum ini tidak hanya mengejar cuan melulu. Paling tidak rasa iba dan tanggung jawab pengelola mesti didahulukan bagi ribuan konsumen air minum yang terdiskriminasi itu.
Bertahun mereka “termarjinaklan” atas pelayanan pengelola SPAM. Negara tidak hadir di sana mengurusi rakyatnya sesuai janjinya.
Mereka terdiskriminasi karena rumah mereka hanya dialiri air kala tengah malam saja.
Saat orang-orang pada menikmati tidurnya. Saat konsumen lain dapat aliran air 24 jam.
Mereka justru harus meronda air di tengah malam karena pagi, siang dan sore air tak mengalir alias langka.
Ini juga bisa mengonfirmasi PT Moya atas klaim sukesnya, jauh dari fakta di lapangan.
Perusahaan Salim Group ini seakan belum bisa menjawab derita konsumen yang selama bertahun sulit medapat air.
Namun jangankan nasib ribuan konsumen air minum yang terdiskriminasi itu tuntas, kasus-kasus tagihan pemakaian meroket pun belum tuntas.
Hak-hak mereka atas air minum tak dapat dijamin NEGARA yang dipercayakan kepada pengelola SPAM sebagaimana tertuang dalam UU 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air(SDA). Juga lewat PP 122 Tahun 2015 itu dan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dan beberapa Permenkes.
Memang harus diakui diskriminasi yang dialami ribuan konsumen itu memang bukan hanya pada masa transisi pengelolaan SPAM PT Moya-BP Batam.
Bertahun sudah mereka tak mendapat hak-haknya, di masa PT Adhya Tirta Batam (ATB) sebagai operator air di Batam. Artinya, kondisi demikian dapat dikata memang “dosa” warisan ATB.
Tapi bukankah itu sebenarnya tanggung jawab pengelola baru untuk menyelesaikannya?
Apalagi pengelola baru mengklaim kualitas mereka jauh lebih profesional dari pengelola lama. Dan bukankah sebelum masuk ke Batam sudah melakukan riset terlebih dahulu?
Masyarakat konsumen yang menderita kelangkaan air sebenarnya sangat berharap atas kehadiran PT Moya. Ternyata tak lebih baik juga.
Sebaliknya, PT Moya lelap dengan euforia pencitraan setelah mendapat cuan menggiurkan.
Ronda Air Minum Mulai Pukul 00.00 Sampai 05.00
Bayangkan, bertahun ribuan konsumen air itu terpaksa harus “ronda” air mulai dari pukul 00.00 sampai jam 05.00 pagi, karena pada jam-jam itu sajalah air mengalir.
“Lebih kencang air kenc*ng saya,” kata tokoh pengusaha di Batam yang mengalami nasib sama karenan tekanan air ke rumahnya dikurangi.
Sementara itu, para konsumen air pun tak tahu lagi hendak mengadu ke mana.
Betapa tidak, Kepala BP Batam Muhammad Rudi pun malah memuji kinerja PT Moya di tengah berbagai masalah pelayanan.
Lalu, apakah dengan kondisi seperti dijelaskan di atas, keberadaan pengelola SPAM masih layak dipertahankan?
“Sangat tak layak,” kata Budi Mardianto Ketua Komisi I DPRD Batam.
Mengapa tak layak? Mungkin saja karena PT Moya belum apa apa sudah melakukan pembohongan publik.
Soal frasa “pembohongan publik” ini dikatakan Utusan Sarumaha pada rapat dengar pendapat (RDP) Komisi I DPRD Batam pada Januari lalu.
Bahkan bukan hanya pembohongan publik, tapi PT Moya disebut telah membuat gaduh atas pelayanan air minum di Batam.
Semua tudingan itu terungkap pada RDP DPRD Komisi I yang menghadirkan BP Batam-PT Moya sebagai pengelola SPAM.
“Serangan” bertubi-tubi para anggota Komisi I itu, di RDP mengungkap kelemahan sistem pelayanan PT Moya karena banyak pelanggan terdampak tagihan meroket tanpa alasan.
Para Anggota Komisi I itu bukan asal bunyi (asbun). Itupun setelah dilakukan uji petik terhadap berbagai bukti pengaduan masyarakat.
Tapi pihak PT Moya seakan tak dapat memperbaiki pelayanannya. Malah menuding instalasi dalam sejumlah konsumen mengalami kebocoran.
Sistem pelayanan PT Moya yang gaduh, malah konsumen yang disalahkan.
Cuma, hingga saat ini belum ada yang mengadu ke aparat penegak hukum atas berbagai “keresahan” konsumen selama tiga bulan ini.
Ketua DPRD Provinsi Kepri Jumaga Nadeak sebenarnya sudah meminta 3 pelanggan saja datang mengadu ke mejanya, lembaga legislatif itu akan turun tangan sesuai fungsinya.(tim)