Peraturan Pemerintah (PP) No 41 Tahun 2021, telah diundangkan pada 2 Februari 2021, sebagai turunan UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Salah satu pasal yang dianggap penting dalam PP itu menyangkut kelembagaan Dewan Kawasan (DK), termasuk strukturnya.
Dalam pasal 74 ayat (2), Bab IX di Ketentuan Peralihan, dalam rangka percepatan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan daya saing Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, KPBPB Bintan dan KPBPB Karimun dibentuk DK Batam, Bintan dan Karimun.
Setelah DK Batam, Bintan dan Karimun ditetapkan lewat Keputusan Presiden, atas usul menteri yang mengkordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian, maka tiga DK terdahulu bubar. DK menjadi satu. Sebelumnya ada 3 DK, yakni DK Batam diketuai Menko Perekonomian, DK Bintan diketuai Gubernur dan DK Karimun diketuai Gubernur Kepri.
Kemudian DK terbaru diketuai oleh menteri yang mengordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian dan beranggotakan menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati/wali kota dan/atau ketua dewan perwakilan rakyat daerah yang terkait.
Kapan pembentukan DK itu? Merujuk pasal 74 ayat (3) PP tersebut paling lama 6 bulan sejak PP itu berlaku.
Sementara pengintegrasian Badan Pengusahaan (BP) Batam, BP Bintan dan BP Karimun, tak seperti hiruk-pikuk di pusaran opini selama ini.
Artinya ketiga BP tersebut, belumdiintegrasikan dan belum dipimpin satu Kepala BP, seperti power Ketua DK, kelak. Setiap BP masih dipimpin oleh masing-masing Kepala BP sebelum PP ini berlaku.
Pada pasal 75, ayat (5) menyebut, pembentukan BP Batam, Bintan dan Karimun dilakukan berdasarkan evaluasi DK Batam, Bintan dan Karimun dengan mempertimbangkan masa tugas kepala, wakil kepala, dan anggota BP Batam, BP Bintan dan BP Karimun yang telah dibentuk sebelum berlakukan PP ini.
Dapat diartikan pembentukan BP Batam, Bintan dan Karimun masih menunggu masa tugas para kepala BP berakhir sesuai perundang-undangan.
Kecuali ada pertimbangan sebagaimana di pasal 75 ayat (5) itu.
Tentu semua aturan pelaksanaan dari PP ini masih harus menunggu paling lama 4 (empat) bulan sejak PP diundangkan.
Selain regulasi kelembagaan, hal terbaru dalam PP itu, yakni pasal 9 ayat (5) berkaitan dengan pembangunan infrastrukrur publik dan kepentingan umum, yang dilaksanakan berdasarkan perencanaan bersama antara BP dengan Pemerintah Daerah (Pemda).
Ini juga sangat menarik diulas karena perencanaan bersama dikoordinasikan oleh Ketua DK.
Bukan mau mengatakan kedaulatan otomomi terlangkahi, namun peran gubernur di sini sebagai wakil pemerintah seakan terlupakan.
PP Merangsek ke Perizinan Sektor Kehutanan
Berkaitan dengan lampiran PP ini, ada 49 perizinan dan merangsek ke kehutanan. Pada poin 5, perizinan berusaha Sektor Kehutanan, Izin Usaha pemanfaatan kawasan hutan, poin 6: izin pemungutan hasil hutan, poin 8:izin pemanfaatan air dan energi air di hutan konservasi, dan poin 9, izin penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus.
Perizinan ini berpotensi tumpang tindih terhadap PP lainnya yang berkaitan dengan kehutanan yaitu PP No. 23/2021 tentang kehutanan.
Kepala Seksi Wilayah II Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Batam, Decky Hendra Prasetya pun mengomentari menyangkut ruang lingkup pengelolaan KPBPB Pasal 9 ayat (1) di bidang ekonomi pada sektor kehutanan.
Kesimpulan sementara, katanya, perlu peraturan menteri tentang pelimpahan wewenang pengelolaan hutan di KPBPB.
“Sejauh ini masih belum ada pelimpahannya,” katanya menjawab BatamNow, Minggu (21/02/2021).(*)