BatamNow.com – Rencana pengintegrasian Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) yang kini tengah digesa lewat regulasi terbaru agak ugal-ugalan, kata Ampuan Situmeang.
Pembuatan dasar hukum rencana pengintegrasian itu, yang di koordinasi Kemenko Perekonomian dinilai sarat masalah, tambah Ampuan.
Doktor Hukum Tata Negara ini mengkritisi dengan keras proses pengintegrasian KPBPB ini.
Kepada BatamNow.com, Sabtu (16/01/2020) dia berbicara sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Kota Batam yang ikut diundang dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah itu lewat video conference aplikasi Zoom, 14 Januari 2021, antara Jakarta dan Batam.
“Dalam pembahasan itu, saya sebenarnya sudah sampaikan agar semua pemangku kepentingan se-Kepri, diundang dulu untuk membahas RPP yang dipaksakan itu,” ucap Doktor Hukum dari Universitas Krisnadwipayana di Jawa Barat ini.
Namun Ampuan juga menyentil, justru pusat paham bahwa pemangku kepentingan di Batam khususnya, tidak akan mungkin lagi bersatu memprotes ini karena tarik-menarik kepentingan masing-masing yang sudah kian jauh.
Sehingga pemerintah pusat, ujarnya, begitu gampangnya mencetak “kaveling-kaveling” kewenangan mereka di daerah Provinsi Kepri ini.
Ini semua seakan ada agenda terselubung di balik pelaksanaan implementasi Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). “Seolah-olah mengebut implementasi dari UU Ciptaker itu, jangan-jangan ditumpangi agenda lain,” tegas advokat di Batam itu.
“Saya, sudah kehabisan saran dalam hal ini. Kita lihat saja prosesnya. Apa yang dilakukan Pemerintah Pusat, sebisa mungkin didukung saja dengan baik untuk mengamankan kepentingan masing-masing,” kata Ampuan seraya manyun.
Tapi yang jelas, tambahnya, ke depan investasi masih sulit bergerak apalagi dengan situasi pandemi Covid-19 yang merubah sistem dalam segala bidang kehidupan.
Lantas Ampuan membeber hasil penelitiannya tentang kondisi tarik-menarik antara kepentingan pusat dan daerah, terlebih sekarang ini. “Kepentingan itu oleh masing-masing dan sangat kental. Kapan-kapan saya uraikan,” ucapnya.
Maka, tambahnya, dari Pemerintah Pusat bingung juga untuk memutuskan kebijakan atau regulasi yang bisa memuaskan semua pihak.
Ampuan juga berkilas balik soal maksud dari implementasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) KPBPB itu serta tujuan dari UU Cipta Kerja itu. Prinsipnya dari awal kan untuk mempermudah dan mengamputasi berbagai peraturan yang tumpang tindih sepanjang masa di negara ini. “Kalau sudah begini keadaannya, apanya yang dipermudah”?
Dikatakan Ampuan, transisi pengelolaan air saja di Batam sudah karut-marut. Membuat rakyat menjerit.
“Ini, ditimpuk lagi dengan kebijakan-kebijakan yang memudarkan harapan,” Ampuan berkata.
Beban rakyat kini semakin menumpuk dan menimpuk, termasuk oleh pandemi Covid-19 yang upaya penanggulangannya sudah “mati-matian dilakukan kata presiden”.
Mengomentari tentang poin-poin pembahasan RPP KPBPB yang dikirimkan Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiaji ke BatamNow.com, Sabtu (16/01), dan hasil sharing bersama Ampuan kami sajikan dalam bentuk tanya jawab berikut ini:
Kami mendapat rilis poin-poin pembahasan RDP pada 14 Januari 2021 dan barusan kami kirimkan ke Anda. Apa komentar pak Ampuan?
Kalau Sabtu 16 Januari ini deadline dari Sekretariat Kemenko Perekonomian menghimpun masukan masyarakat Kepri (Batam). Ini waktu yang mepet. Apakah ini bukan ugal-ugalan namanya?
Kalau main ultimatum begini kan kurang pas menurut saya.
Apa lagi sebenarnya yang perlu harus ditunggu. ‘Kan implementasi UU Ciptaker perlu dipercepat?
Begini, pada poin 8 (c) RPP itu, urgensinya menyatukan ketiga KPBPB Batam, Bintan dan Karimun, apa? Ini kan tak jelas.
Kalau soal integrasi, PP10/2012 tetang tata cara pemasukan barang ke dan dari serta di dalam KPBPB itu semua sudah diatur di sana. Lalu untuk apa disatukan lagi? ini menurut saya bersinggungan dengan UU Pemda. Masih harus memerlukan kajian dari Pemda setempat.
Tapi tak tahu, mengapa dari pihak Pemko Batam diam saja. Dulu, kita (masyarakat) Batam bersama-sama Pemko meminta Ororita Batam membagi kewenangannya sesuai UU Otonomi Daerah.
Kembali ke rencana integrasi 3 BP itu. Bagaimana pandangan Anda dari aspek efisiensi?
Kalau soal “efisisensi”, justru penyatuan itu merusak tatanan dan bahkan menimbulkan kerumitan atau malah tidak efisien.
Kalau begitu, menurut Anda apa hal yang pelik di balik ini semua?
Saya lihat ada unsur politis di sini. Tapi biarlah para politikus yang menjelaskan itu. Saya tidak kompeten mengomentari unsur-unsur yang bukan bidang keahlian saya.
Sebagai peserta rapat saat pembahasan itu, apakah Anda menyuarakan agar deadline 16 Januari itu supaya diperpanjang, dalam upaya menghimpun pendapat publik sehingga masukan-masukan dari stakeholder lainnya bisa terakomodir?
Tanggal 16 Januari itu bukan kesepakatan rapat. Cuma karena mereka merasa berwenang dan tampaknya dikejar target. Mungkin mereka yang menunjuk sendiri atau menetapkan sendiri ke berbagai instansi yang mereka undang.
Kalau masukan sudah saya sampaikan. Jadi semua pemangku kepentingan seharusnya diundang dulu untuk membicarakan dan membahas RPP itu.
Bagaimana konkretnya kita bisa memberikan masukan ke Pemerintah Pusat, supaya ditunda dulu atau ada kemungkinan diberi lagi ruang dan waktu?
Nah, ini harusnya Gubernur, Wali Kota atau Ketua DPRD-lah yang memberi masukan. Bukan ranah kita. Kalau mereka diam saja, lalu kita ini siapa rupanya. Kok kita lebih “ngoyo” memberi masukan.
Lah, ‘kan Pemerintah Pusat harus kita pasok pokok pikiran-pikiran kita mumpung masih ada waktu?
Begini, kalau pusat masih bisa mendengar dan menerima masukan, paling tidak saya usul judul RPP itu harus diganti seperti ini:
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN
TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000, SEBAGAIMANA TELAH DI RUBAH DENGAN UU 44/2007TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2007, DAN UU 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA PADA BAGIAN KETIGA PRAGRAF 1 DAN PRAGRAF 2 PASAL 153 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
Jadi diganti saja judulnya lalu dan masukan-masukan kita seperti yang saya jelaskan di atas. Begitu kira-kira.(*)
100 Pak Ampuan!!