BatamNow – Hari ini, Jumat (02/10) ada rapat mediasi antara Badan Pengushaan (BP) Batam dengan PT Adhya Tirta Batam (ATB) di Hotel Radisson di Kawasan Sukajadi di Batam.
Pihak yang memediasi, yakni Dr. Ir. Wahyu Utomo, MS, Deputi VI Kemenko Perekonomian. Wahyu mewakili Menko Perekonomian.
Akhir-akhir ini tugas-tugas kerja Kemenko Perekonomian sering diwakilkan kepada para petinggi Kemenko Perekonomian untuk mengintervensi atau mengkoordinasikan antar-BP Batam.
Apalagi setelah keluarnya PP Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) No 1 Tahun 2020, tak jarang intervensi dari jajaran petinggi Kemenko Perekonomian ke BP Batam (yang dilahirkan PP 46 Tahun 2007 itu).
Sesuai Keppres 8 Tahun 2016, Pasal 1 ayat 2, Dewan Kawasan (DK) mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijaksanaan umum, mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan BP Batam.
Apa pendapat ahli hukum tata negara sekaligus salah satu advokat papan atas di Kepri, melihat tata kelola negara yang terkesan rancu, khususnya atas kewenangan para petinggi Kemenko Perekonomian ke BP Batam?
Mewakili redaksi BatamNow, Junpa Siregar S.E, Ak mewawancarai DR. Ampuan Situmeang, S.H., M.H. via ponsel yang hasilnya kami sajikan di bawah ini:
Pak Ampuan, bapak mengikuti kisruh antara PT Adhya Tirta Batam (ATB) dengan BP Batam pada akhir konsesi air di Batam?
Oh, saya mengikuti dikit-dikitlah. He he…
Bagaimana Pak Ampuan melihat kompetensi Deputi VI Kemenko Perekonomian dalam hal memediasi BP Batam dengan ATB, dalam proses pengakhiran konsesi pengelolaan air di Batam?
Tentang “mediasi”, dalam UU 30/1999 alternatif penyelesaian sengketa, ada beberapa pihak yang dapat melakukan inisiasi, sepanjang disepakati oleh semua pihak peserta mediasi.
Dewan Kawasan (DK) adalah yang membentuk BP Batam, maka menurut pasal 7 dan pasal 8 UU 36 th 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (sering disebut FTZ), mengatur yang mengawasi kegiatan BP Batam adalah DK dan bukan Deputi VI ataupun Deputi lain.
Namun mungkin Menko Perekonomian menugasi deputinya dalam menelisik masalahnya. Hasil mediasi dilaporkan ke menteri, supaya Menko dapat menetapkan kebijakan yang tepat dalam menyelesaikan polemik yang sedang berlangsung.
Bukankah lebih afdol jika anggota DK lainnya yg ditugasi oleh Ketua DK. Apalagi yang di daerah?
Betul, Menko Perekonomian itu Ketua. Anggotanya Mendagri, Menhumkam, Menkeu, Mendag, Menteri ATR/Kepala BPN, Panglima TNI, Kapolri, Sekretaris Kabinet, Gubernur Kepri, Ketua DPRD Provinsi dan Wali Kota Batam. (Lain lagi Wali Kota Batam sebagai Kepala BP Ex-Officio Batam)
Jumlah DK ada 12 instansi, 1 Ketua merangkap anggota dan 11 anggota.
Semua yang duduk di DK itu, adalah Ex-Officio bukan pribadi. Maka jika jabatannya cuti, otomatis keberadaannya di DK juga berhalangan sementara. Sementara Ketua DPRD Provinsi Kepri tidak cuti.
Lalu bagaimana pengaturan dan pembagian tugas formalnya?
Sampai sekarang, Standar Operasional Prosedur (SOP) DK dalam membuat kebijakan tak kunjung terbit, sehingga terkesan dimonopoli oleh Kementerian Perekonomian, dalam menerbitkan kebijakan selama ini.
Apakah Ketua DK bisa menjadikan alasan ini, untuk menugasi Deputi kantor Kemenko Perekonomian?
Makanya, Negara kita ini, masih belum harmonis aturannya dan sering kali tidak jelas dan tegas, sehingga ego sektor dapat mengangkangi jalannya tugas yang diamanatkan oleh Presiden dan Undang-undang.
Bahkan bisa seenaknya dalam menggonta-ganti Kepala BP sebelum terbit PP 62 Tahun 2019.
Padahal di DK itu sudah ada Tim Teknis. Namun tidak difungsikan. Malah Deputi VI. Inilah contoh penyelenggaraan kewenangan publik yang karut-marut.
Kenapa bisa demikian?
Kemenko Perekonomian mau mengintegrasikan Batam, Bintan, Karimun dan Tanjung Pinang. Maksudnya apa? Kan sudah ada PP 10/2012 yang mengganti PP 02/2009 yang mengatur lalu lintas barang dari dan ke, serta di dalam FTZ. Kok mau diintegrasikan kemana?
Kenapa demikian jawabnya ada apa di balik pengintegrasian itu? Ini pertanyaan yang masih harus diteliti secara seksama.(*)
DK……KABINET BAYANGAN🤔🤔🤔 Bahkan konon sangking banyaknya ex-officio yg dijabat para… Baca Selengkapnya