BatamNow.com – “Pengelolaan sebagian areal Taman Wisata Alam (TWA) Muka Kuning oleh PT Papanjaya Sejahtera Raya (Panbil Group) bukan merupakan bentuk kerja sama dengan BKSDA”, demikian penjelasan Plt Kepala Balai Besar KSDA Riau Fifin Arfiana Jogasara menjawab BatamNow.com.
Dalam eksposnya di beberapa media, owner Panbil Group Johannes Kennedy menyatakan pengelolaan Panbil Nature Reserve Eco Edu Park adalah satu kerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Pernyataan itu dicetuskan saat peresmian Panbil Nature Reserve Eco Edu Park yang tak jauh dari kawasan industri, apartemen, hotel dan perumahan di sana awal Desember 2021.
Menurut Fifin, pengelolaan kawasan hutan di sana berupa izin wisata dengan nama Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PB-PSWA).
Fifin menjawab BatamNow.com mewakili Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Beberapa hal penting lainnya dalam jawaban wawacara media ini dengan Fifin adalah tentang pengusahaan TWA di kawasan konservasi.
Kata Fifin, “pemegang izin tidak diperkenankan hanya berorientasi bisnis semata dan tidak meghilangkan hak masyarakat atas pengelolaan hutan.”
Selanjutnya disebut, “pemegang izin diwajibkan untuk berkontribusi aktif dalam pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.”
Banyak lagi ketentuan baku yang disampaikan atas nama direktorat kepada media ini dan bagian berita selanjutnya yang akan ditaja redaksi media ini secara bersambung untuk mengkritisi pengelolaan TWA tersebut.
Penelusuran kru BatamNow.com, pihak pengelola tampak bernafsu membranding Panbil Nature Reserve Eco Edu Park dengan harga tiket masuk (HTM) kisaran Rp 5.000 sd Rp 10.000 untuk orang dewasa.
Di samping HTM tadi, Panbil Nature Reserve Eco Edu Park juga mematok biaya berbeda lagi, Rp 25.000 sd Rp 40.000 untuk pengunjung yang ingin mencoba wahana lainnya seperti memberi makan ataupun berinteraksi secara dekat dengan satwa di sana.
Biaya HTM maupun wahana di Panbil Nature Reserve Eco Edu Park berlaku sejak Jumat (24/12/2021).
Sampai kini, sehemat media ini, pengelola TWA belum pernah memaparkan secara rinci ke publik konsep pelestarian lingkungannya secara komprehensif.
Hal itu sebenarnya penting menurut Keputusan Menteri LHK dengan melibatkan partisipasi dan kontribusi masyarakat setempat.
Atas nama Kementerian LHK, Fifin juga membenarkan bahwa izin TWA berdasarkan Keputusan Menteri LHK Nomor SK.274/Menlhk/Setjen/KSA.3/5/2021 tanggal 28 Mei 2021.
Adapun luas lahan kawasan konservasi yang dialokasikan ke PT Papanjaya Sejahtera Raya seluas 207 hektare.
Bahkan Ketua DPP Kepri Lembaga Investigasi (LI) Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara, Panahatan SH mengatakan pengusahaan TWA Muka Kuning perlu pengawasan ketat karena masih terjadi pembabatan hutan di kawasan itu.
“Di mana titik koordinat lahan yang dialokasikan Kementerian LHK dan yang mana kawasan industri. Ini tak tertutup kemungkinan bisa overlapping. Apalagi ada isu waduk yang masih misteri perizinannya,” ujar Panahatan.
“Berita pengelolaan TWA, waduk dan kawasan konservasi akan ditulis berlanjut sebagai fungsi kontrol pers dalam menjaga kelestarian lingkungan di Batam,” kata Domu redaksi pelaksana media ini.
Sementara pihak PT Papanjaya Sejahtera Raya (Panbil Group) belum menjawab BatamNow.com meski telah dikirimkam surat permohonan konfirmasi. (RN/D)