BatamNow.com – BP Batam, dinilai kurang profesional menjalankan regulasinya dalam pengelolaan pelabuhan.
Kurang profesional, paling tidak dalam pemberlakuan implementasi regulasi Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 4 Tahun 2023 yang mengatur tarif layanan pada Badan Usaha Pelabuhan termasuk kenaikan tarif bongkar muat peti kemas (kontainer) dan tarif pass penumpang.
Awalnya, BP Batam memastikan Perka itu berlaku per 10 Agustus 2023, namun molor lagi ke 14 Agustus ini.
Pada Juli lalu, Direktur BU Pelabuhan Dendi Gustinandar pernah mengumumkan pemberlakuan kenaikan tarif bongkar muat kontainer itu, pada 15 Juli 2023.
Kebijakan yang dianggap membingungkan oleh para pengusaha kontainer.
“BP Batam tuh sebagai lembaga negara yang menjalankan misinya di pelabuhan Batam kurang profesional sehingga mencla-mencle,” kata Ketua DPP LI-Tipikor Kepri, Panahatan SH.
Advokat ini melanjutkan, kondisi ketidakpastian waktu regulasi yang mengatir tarif kepelabuhan BP Batam ini bisa menimbulkan kepanikan bagi pengusaha kontainer maupun pelayaran.
Kebijakan atau regulasi yang molor dan tak konsisten ini seperti menunjukkan ketidaksiapan BP Batam yang bisa mengurangi kepercayaan investor, kata Sumartono, pengamat kebijakan kepelabuhanan.
Sebagaimana pengumuman Direktur BU Pelabuhan Dendi Gustinandar lewat rilis pada Kamis (03/08), kenaikan tarif jasa bongkar muat kontainer dan pass penumpang internasional di pelabuhan akan diberlakukan mulai 10 Agustus 2023.
Namun pada 10 Agustus belum diberlakukan juga. Lalu muncul publikasi pada 11 Agustus yang menyampaikan pemberlakuannya menjadi pada 14 Agustus. ”Peraturan Kepala BP Batam Nomor 4 Tahun 2023 akan diterapkan efektif per tanggal 14 Agustus 2023 pukul 00.00 WIB,” begitu dikutip dari laman publikasi bpbatam.go.id.
Sebagai acuan pemberlakuan kenaikan tarif itu adalah Perka No 4/2023 yang dianggap Apindo Kota Batam sosialisasinya kurang transparan.
“Lah bagaimana BU Pelabuhan BP Batam bisa menganulir terus menunda pemberlakuan satu peraturan, ini membingungkan,” tambah Panahatan.
Menurut Panahatan, penerapan regulasi yang berubah-ubah dan tak konsiten termasuk kurang transparannya publikasi peraturan itu sendiri selain tak profesional, bisa mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap BP Batam.
Dalam pengumuman terbaru juga disebut pemberlakuan tarif jasa bongkar muat kontainer dan pass penumpang di pelabuhan internasional di Batam mengacu pada Surat Edaran (SE) Nomor 17 Tahun 2023, tentang Tarif Pelayanan Bongkar/Muat Peti Kemas di Pelabuhan Batu Ampar dan SE Nomor 18 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan dan Penerapan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Tarif Layanan dan Tata Cara Pengadministrasian Keuangan pada Badan Usaha Pelabuhan pada tanggal 10 Agustus 2023.
Dalam Surat Edaran tersebut, BP Batam secara resmi menetapkan tarif Container Handling Charge (CHC) peti kemas FCL (Full Container Load) ukuran 20 Feet Isi sebesar Rp 603.000 per boks; ukuran 20 Feet Kosong sebesar Rp 440.000 per boks.
Sementara kontainer ukuran 40 Feet Isi sebesar Rp 875.000 per boks; dan ukuran 40 Feet Kosong sebesar Rp 655.000 per boks. Selain itu turut diatur penyesuaian tarif Non-Container Handling Charge (CHC) dan Tarif Penumpukan peti kemas.
Selain pemberlakuan yang “ngaret”, transparansi Perka BP Batam itu juga disorot publik karena belum dirilis. Salinannya juga belum bisa didapat para pemangku kepentingan, khususnya di eksternal.
Redaksi media ini pun belum mendapatkan salinan Perka itu, meski berkali di-googling di internet termasuk di halaman regulasi pada website batamport.bpbatam.go.id milik BUP BP Batam.
Pemberlakuan kenaikan tarif jasa bongkar muat kontainer ini pun mendapat penolakan keras dari para pengusaha di bawah Apindo dan akan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kebijakan ini dianggap menimbulkan ekosistem usaha yang tak sehat di pelabuhan yang bermuara pada kemungkinan naiknya inflasi dan terganggunya investasi di Batam.
Selain itu mereka juga menyoroti dugaan praktik usaha tidak sehat dalam pengiriman kontainer di Pelabuhan Batu Ampar yang telah diadukan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI. Bahkan, direncanakan juga melakukan judicial review terhadap kedudukan BU Pelabuhan yang berperan sebagai operator sekaligus regulator. (red)