BatamNow.com, Jakarta – Tahun ini, rencana membuka kembali ekspor pasir laut mencuat. Ini dilihat dari kunjungan kerja (kunker) Anggota Komisi VII DPR RI ke Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (11/05/2022) kemarin.
Sekitar 16 wakil rakyat dari Senayan berduyun-duyun ke Batam. Kabarnya, sekalian mau melihat langsung reklamasi di Teluk Tering, Batam.
Anehnya, dalam salinan schedule yang diperoleh media ini, dikatakan kunker tersebut berlangsung 11-15 Mei 2022. Faktanya, datang pagi kemudian para anggota dewan itu sudah take off kembali ke Jakarta pada sore hari.
Dalam rundown acara kunker itu juga ditulis akan ada peninjauan lapangan di reklamasi Teluk Tering di Batam, namun tak dilaksanakan.
Terkait waktu kunker jelas tertera pada dokumen keberangkatan Tim Komisi VII. Bahkan dalam sebuah surat yang ditandatangani Pimpinan DPR/ Wakil Ketua/ Korinbang Rachmat Gobel, dituliskan waktu kunker tanggal 11-15 Mei 2022.
Patut diduga, penetapan waktu kunker selama 5 hari tersebut hanya akal-akalan saja karena tidak sesuai realita. Lalu bagaimana dengan anggaran kunker, apakah juga tercatat 5 hari? Nampaknya, BPK perlu memeriksa dugaan terjadi manipulasi waktu dan (kemungkinan) anggaran kunker Komisi VII DPR RI ke Batam.
Ketika coba dikonfirmasi, Sekretaris Tim Kunker Komisi VII DPR Dewi Novitasari enggan berkomentar terkait alasan begitu singkatnya kunker dari 5 hari yang dijadwalkan semula.
Dari hasil kunjungan ke Batam, seperti dikutip BatamNow.com, Kamis (12/05), dari laman DPR RI, Komisi VII menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap peraturan larangan ekspor yang saat ini tengah berlaku. Padahal, moratorium tersebut sudah berjalan 20 tahun dan dibuat di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
“Harus dilakukan kajian yang mendalam. Jangan sampai permasalahan ini kemudian mendatangkan pendapatan bagi negara, tetapi justru berdampak buruk terhadap lingkungan,” urai Ketua Tim Kunker ke Batam Eddy Soeparno.
Dua Kementerian Saling Berebut
Selain mengkaji, Komisi VII juga menyoroti tata kelola usaha pertambangan pasir, di mana ada dua kementerian yang saling berebut, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Eddy menilai, pentingnya koordinasi perizinan penambangan pasir laut di Indonesia. Dalam hal ini perlu penyelarasan aturan di antara dua kementerian tersebut.
Hal lainnya, lanjut Eddy, tim juga menerima masukan dari kepala-kepala daerah tingkat II di Provinsi Kepri soal keterlibatan mereka sebagai pemerintah daerah dalam izin pertambangan itu. “Karena sebenarnya merekalah yang paling mengetahui kondisi daerah dan dampaknya terhadap lingkungan,” ujar Politisi Fraksi PAN itu.
Rencananya, Komisi VII akan segera mengupayakan rapat gabungan dengan pemerintah pusat dan pihak terkait lainnya membahas persoalan ini. (RN/Red)